Konten dari Pengguna

Seputar Profesionalisme dan Pengakuan Profesi Humas Indonesia

Iwan Santosa
Media and Communication Practitioner / Master of Computer Science / Postgraduate UK Maranatha
25 Agustus 2024 8:31 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Iwan Santosa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hubungan masyarakat alias humas adalah profesi yang sangat memasyarakat. Sayangnya, profesi humas di Indonesia ini di satu sisi masih agak berantakan. Praktisi humas di perusahaan atau institusi bisa saja menangani pekerjaan serabutan, mengerjakan banyak hal yang sangat beragam.
ADVERTISEMENT
Seorang call center frontliner atau staf penerima tamu bisa menyebut pekerjaannya sebagai humas. Ada pula staf humas yang tugasnya membuat brosur promosi. Di sisi dan level lain, ada sebutan-sebutan seperti CCO (Chief Communication Officer) atau CSR (Corporate Social Responsibility) officer.
Tidaklah salah, spektrum pekerjaan kehumasan memang sangat luas.
Ilustrasi sarana komunikasi kehumasan. (dok. Iwan Santosa/Freepik)
Ada perusahaan yang secara spesifik memiliki departemen humas dalam struktur organisasinya. Ada yang menempatkannya pada level operasional di struktur bagian bawah, ada juga yang di tataran atas berjajar dalam kelompok direksi.
Namun, ada juga perusahaan yang dalam struktur organisasinya tidak ada satu pun kata humas atau hubungan masyarakat atau public relations. Padahal, semua perusahaan pasti melakukan fungsi humas, tak mungkin tidak.
Profesi humas juga sering dipersepsikan kurang mentereng, dibandingkan profesi lain seperti arsitek atau akuntan. Bahkan, dalam bidang kehumasan sendiri pun sebutan “chief communication officer” atau “government relations officer” terdengar lebih profesional ketimbang “kepala humas”. Bukankah inti pekerjaannya sama-sama kehumasan?
ADVERTISEMENT

Humas Seberapa Penting?

Apakah saking umumnya istilah humas, menjadikannya sebuah profesi yang kurang dianggap penting? Ataukah yang tidak menganggap penting itu sebetulnya kurang teredukasi?
Anggapan kurang penting itu benar adanya, terbukti dengan banyaknya perusahaan atau institusi yang menempatkan bagian humas atau staf humas menyempil di bidang-bidang atau kantor-kantor yang tidak spesifik menangani humas.
Berapa banyak perusahaan yang menganggap humas sebagai aset strategis dan menempatkannya di posisi top level leadership?
Rasanya sampai saat ini hanya institusi-institusi besar dan modern yang sudah sangat sadar pentingnya humas bagi kelangsungan institusi jangka panjang. Sebaliknya, lebih banyak yang memperlakukan humas hanya sebagai pendukung dan pelengkap saja.
Diagram multiaspek kehumasan. (sumber: inspirensis.id/artikel/mengenal-gelar-mipr-dan-amipr/#humas)
Bicara mengenai betapa pentingnya humas, kita perlu sedikit ekstrem melihat sekilas ke belakang. Praktik kehumasan di Indonesia sebetulnya sudah seusia Republik Indonesia ini, bahkan lebih tua.
ADVERTISEMENT
Sebelum Indonesia merdeka, para pencetus bangsa Indonesia sudah memikirkan identitas negara, mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, dan bagaimana mengomunikasikannya kepada publik.
Bisa dibilang, proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945 adalah momentum pertama diterapkannya komunikasi kehumasan di Indonesia sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat.
Penyiaran proklamasi menjadi sangat vital untuk menandai lahirnya Republik Indonesia. Sasaran komunikasinya adalah seluruh rakyat Indonesia, juga masyarakat dunia. Pengakuan atas kemerdekaan Indonesia tidak akan terjadi tanpa komunikasi tersebut.
Seiring perkembangan Indonesia pascakemerdekaan, humas pun berkembang, dimulai dari tataran pemerintahan. Fungsi humas menjadi krusial untuk mengikuti perubahan-perubahan kebijakan dan situasi pemerintahan era itu.
Namun, sayang sekali kehumasan Indonesia juga sempat mengalami kondisi memprihatinkan ketika selama beberapa waktu hanya difungsikan secara kerdil, bahkan sebagai alat propaganda rezim penguasa.
Society 5.0 didefinisikan sebagai "a human-centered society in which economic development and the resolution of social issues are compatible with each other through a highly integrated system of cyberspace and physical space." (sumber: www8.cao.go.jp/cstp/english/society5_0 /index.html)
Melompat ke masa kini, masanya new digital. Humas sudah memasuki era PR 4.0. Masyarakat sebagai stakeholder utama pun sudah bergerak ke society 5.0, hidup dalam sebuah global village.
ADVERTISEMENT
Komunikasi berkembang sedemikian mutakhir. Data driven, big data, dan AI (artificial intelligence) menjadi jargon jamak di segala bidang. Peran humas dan profesi humas pada era kini pun (seharusnya) sudah semakin mutakhir.

Humas yang Profesional

Seberapa penting dan mutakhirnya humas tentunya bergantung dari para pelaku profesi humas. Profesional humas wajib menjalankan profesinya secara profesional – ini adalah kewajiban paling mendasar.
Dalam hal profesionalisme humas, Indonesia sebetulnya sudah termasuk maju.
Banyak pakar sepakat mengenai profesionalisme seseorang yang dicirikan dengan setidaknya tiga karakteristik. Secara sederhana, ketiga karakteristik itu adalah: 1) memiliki kompetensi dan skill; 2) bertindak berdasarkan etika profesi; dan 3) ada pengakuan profesi.
Pekerjaan humas tidak bisa dilakukan tanpa kompetensi dan skill spesifik. Kompetensi humas bisa didapatkan melalui pendidikan formal maupun informal, sedangkan skill bisa dibangun dari pelatihan dan pengalaman.
ADVERTISEMENT
Perilaku dan tindakan setiap pelaku profesi wajib mengacu pada norma-norma dan kode etik yang menjadi pedoman moral dalam aktivitas profesinya. Salah satu rujukan kode etik profesi humas di tataran internasional adalah kode etik IPRA (International Public Relations Association).
Penggalan dokumen Kode Etik IPRA versi terjemahan bahasa Indonesia. (sumber: ipra.org)
Di dunia kehumasan Indonesia, kode etik Perhumas menjadi salah satu rujukan utama. Perhumas (Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia) adalah organisasi profesi humas pertama dan terbesar di Indonesia yang menaungi para pelaku humas dari kalangan praktisi, akademisi, dan warga negara Indonesia yang memiliki minat khusus terhadap perkembangan dan profesi humas.
Perhumas menetapkan standar profesi bagi para profesional humas, termasuk kode etik kehumasan Indonesia. Kode etik Perhumas mengatur perilaku humas profesional dalam empat ranah, yaitu 1) komitmen pribadi; 2) perilaku terhadap klien atau atasan; 3) perilaku terhadap masyarakat dan media massa; dan 4) perilaku terhadap sejawat.
ADVERTISEMENT
Adanya pengakuan profesi juga penting dalam profesionalisme praktisi humas. Pengakuan secara terbatas bisa diperoleh dari ruang lingkup spesifik, misalnya institusi tempatnya bekerja. Namun, pengakuan secara luas dan berlaku umum adalah pengakuan dari organisasi profesi terkait, dalam hal ini adalah organisasi profesi humas.

Peran Perhumas Tingkatkan Profesionalisme

Perhumas memberikan pengakuan profesi humas melalui beberapa mekanisme, salah satunya adalah program akreditasi profesi. Praktisi humas dapat mengajukan akreditasi profesi dengan mengikuti proses asesmen untuk menguji kualifikasinya.
Lambang Perhumas dengan ilustrasi sekumpulan orang yang bergandengan tangan mengandung makna kiprah dan peran secara bersama-sama menunjang pembangunan nasional melalui profesi kehumasan. (sumber: perhumas.or.id)
Perhumas menetapkan empat jenjang akreditasi, salah satu kriterianya adalah berupa jam terbang atau pengalaman profesi. Praktisi humas yang dapat mengikuti program akreditasi profesi adalah yang berpengalaman minimal tiga tahun.
Tahap uji kelayakan melibatkan proses penilaian oleh dewan penguji yang terdiri dari praktisi dan pakar kehumasan. Bila peserta dinyatakan lulus uji kelayakan, berarti ia terakreditasi dan berhak menyandang gelar AMIPR atau MIPR.
ADVERTISEMENT
Gelar AMIPR (Associate Member of Indonesia Public Relations) dapat diberikan kepada profesional humas yang berpengalaman tiga hingga lima tahun, sedangkan MIPR (Member of Indonesia Public Relations) diberikan kepada mereka yang berpengalaman lebih dari tujuh tahun dan menduduki posisi senior di perusahaan yang kredibel.
Dua jenjang lainnya bergelar IAPR (Indonesia Accredited Public Relations) dan FIPR (Fellow Indonesia Public Relations), diberikan kepada profesional humas berpengalaman lebih dari sepuluh dan dua puluh tahun, ditambah kriteria khusus lainnya.
Seorang praktisi humas yang telah terakreditasi tentunya memiliki profesionalisme dengan kualifikasi standar profesi kehumasan Indonesia. Proses akreditasi merupakan pembuktian dari kualifikasi yang diakui secara sah.
Akreditasi profesi humas yang diselenggarakan oleh Perhumas tidak saja meningkatkan profesionalisme pelaku humas secara individu, tetapi juga merupakan upaya untuk mengangkat kredibilitas dan memajukan profesi humas di Indonesia secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Apakah sudah ideal? Well, mungkin belum. Namun, upaya yang telah dilakukan sampai saat ini sudah sangat baik bagi perkembangan kehumasan Indonesia. ~IS