Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Wanita yang Nikahi Sesama Wanita di Jambi, Gunakan Gelar Palsu Supaya Dihargai
21 Juni 2022 17:19 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Jambikita.id - Erayani, perempuan yang menikahi Sintia (nama samaran) dengan berpura-pura menjadi laki-laki pernah menjalin hubungan dengan sesama wanita sebelum berkenalan dengan Sintia.
ADVERTISEMENT
Ditemui usai sidang, Ineng Sulastri, Penasihat Hukum Terdakwa Erayani, mengatakan, trauma terhadap laki-laki menjadi penyebab akhirnya Erayani berpura-pura menjadi laki-laki. Dia ingin mendapat perhatian dari perempuan.
Sejak menggunakan aplikasi Tantan, terdakwa sudah berpura-pura menjadi laki-laki, dan dia mendapat perhatian dan kasih sayang dari Sintia.
Terdakwa, kata Ineng, juga mengaku berasal dari keluarga broken home. “Jauh sebelum (korban), Terdakwa pernah menjalin hubungan sesama jenis di Bogor,” kata Ineng, Rabu (21/6).
Erayani alias Ahnaf Arrafif saat ini menjadi terdakwa kasus penggunaan gelar akademik. Pada sidang lanjutan kali ini, penuntut umum menghadirkan, Khozin Alfani, ahli dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Alex Pasaribu dengan 2 hakim anggota Rintis Candra, dan Fytta Imelda Sipayung, terungkap, jika gelar akademik yang dipakai terdakwa Era Yani, tidak sah dan melanggar.
ADVERTISEMENT
Jaksa penuntut umum, Sukmawati dan Haryono, membawa sejumlah barang bukti foto pranikah, suvenir pernikahan, mug, dan undangan pernikahan. Dari kertas undangan yang dijadikan barang bukti di persidangan, ada sejumlah gelar akademik yang dipakai terdakwa Erayani. Uniknya, di antara gelar tersebut, bukan lah gelar akademik resmi, tapi dibuat terdakwa sendiri.
Setidaknya terdakwa menyematkan 6 gelar akademik yang mengapit nama Ahnaf Arrafif. dr. Ahnaf Arrafif. Sp.BS. S.Art. S.T. SH. S.Hum.
Ahli Khozin Alfani dalam keterangannya menerangkan, gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar profesi hanya digunakan oleh lulusan dari Perguruan Tinggi yang dinyatakan berhak memberikan gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar profesi.
“Gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar profesi hanya dibenarkan dalam bentuk dan inisial atau singkatan yang diterima dari Perguruan Tinggi. Karena ada kata hanya, maka penggunaannya terbatas. Jika digunakan diluar ketentuan, maka melanggar,” tegasnya dalam sidang yang diikuti terdakwa secara daring dari Polresta Jambi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, salah satu gelar yang digunakan pelaku, S. Art, ahli mengaku tidak pernah menemukan gelar itu. Ahli menduga, jika S. Art itu adalah Sarjana (Art) Seni. “Saya tidak menemukan gelar S. Art, kalau di Indonesia penulisan gelar bagi sarjana kesenian, yakni S. Sn,” tegasnya.
"Keterangan ahli ini tidak dibantah oleh terdakwa. Dia mengakui dan membenarkan keterangan ahli. Gelar yang dipakai terdakwa tidak sesuai dengan kebenaran dan hanya dicantumkan, tanpa melalui proses perkuliahan. Dia (terdakwa, red) hanya tamatan SMA," tegasnya.
Penasehat hukum terdakwa Erayani, Ineng Sulastri, dalam sidang menanyakan, apakah penggunaan gelar yang didorong oleh pihak lain.
“Ahli, bagaimana jika penggunaan gelar itu untuk kepentingan pribadi, bukan untuk dipublikasikan. Penulisan gelar itu bukan kehendak terdakwa, tapi orang tua korban, agar dihargai orang. Nanti kita ‘kejar’ pada pemeriksaan terdakwa,” sebutnya.
ADVERTISEMENT