Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Berkunjung ke Kampung Arab Al Munawar di Palembang
15 Desember 2019 7:44 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Jejak Jelata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Datang ke Palembang mendatangkan kesan tersendiri bagi saya. Banyak sekali cerita yang saya dapatkan di sana. Saya mendengar banyak hal mengenai cerita sejarah hingga sejumlah keunikan budaya yang terjadi di sana, salah satunya adalah mengenai secuil perkampungan etnis yang ada di pinggiran Sungai Musi.
Kampung Al Munawar. Kampung ini terlihat seksi di mata para pencari konten hingga sejumlah perusahaan untuk menyalurkan dana CSR mereka. Sebenarnya, kampung ini merupakan kampung biasa, sama seperti kampung-kampung yang lain. Hanya saja penghuni kampung tersebut adalah masyarakat keturunan Arab Yaman.
ADVERTISEMENT
Hal inilah yang membuat kampung ini terlihat spesial dan lain dari pada yang lain. Ketika datang ke sana pun baju yang kita kenakan harus menutup aurat, tidak boleh memakai celana pendek dan para wanita wajib berhijab.
Jangan khawatir, jika kamu terlanjur sudah berbusana pendek, di sana pun sudah tersedia sarung dan hijab untuk dipinjam dan digunkan. Sore itu, ketika kaki saya berjalan menyusuri Lorong di kampung Al-Munawar, saya mendengar cerita yang unik mengenai perkawinan mereka.
Saya mendengar bahwa perkawinan mereka tidak boleh sembarangan. Mereka harus menikah dengan orang yang memiliki darah keturunan sama, yaitu sama-sama Arab. Satu hal yang menjadi pertanyaan saya dalam hati, mana bisa? Populasi mereka saja tidak banyak, bagaimana bisa perkawinan mereka dibatasi?
Pertanyaan saya pun terjawanb oleh Ahmad yang merupakan seorang ketua Rukun Tetangga di sana.
ADVERTISEMENT
“Ada alasan kenapa harus kawin dengan sesama garis keturunan, karena penduduk keturunan arab di wilayah ini saat itu tidak banyak, tapi yang namanya perkawinan itu kan jodoh, kalau jodohnya sudah di atur Tuhan untuk kawin dengan orang yang tidak satu garis keturunan ya kami tidak bisa bilang apa-apa,” ujar Ahmad.
Beliau juga menjelaskan kepada saya mengenai kependudukan kampung tersebut yang mencapai sekitar 300 orang dan 60 kartu keluarga menetap di kawasan yang luasnya 1,7 hektare.
“Tapi sebanarnya, jika mereka terutama para wanitanya kawin tidak dengan orang yang satu garis keturunan dia pun merasa malu sendiri,” imbuhnya.
Saat ini total rumah yang ada di sana sudah mencapai 25 rumah. Rata-rata rumah tersebut terbuat dari kayu dan berbentuk panggung. Mayoritas mata pencaharian, pedagang dari dulu hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Alasan lain yang saya dapatkan mengenai masalah perkawinan ini adalah, berlaku hanya untuk para gadis yang ada di kampung Al Munawar ini. Pasalnya garis keturunan hanya bisa diturunkan dari para laki-laki. Mereka punya dominan untuk meneruskan garis keturunannya, sedangkan para wanita tidak.
Jadi kalau misalnya para wanita atau gadis Al Munawar menikah dengan orang yang tidak satu garis keturunana Arab maka silsilah mereka pun putus. Namun jika para laki-lakinya yang menikah di luar garis keturunan Arab maka masih bisa mewarisi garis keturanan arab tersebut.
Hal inilah yang menyebabkan saya jarang ketemu para gadis Al Munawar saat berkali-kali datang ke sana. Konon, mereka sengaja disembunyikan, apalagi saat ada sejumlah pengunjung yang datang.
ADVERTISEMENT
Apakah ini meruapakan sebuah ketakutan mereka untuk mengenal orang luar dan lebih tepatnya takut jatuh cinta degan pemuda lain di luar garis keturunan Arab. Jadi jangan berharap bisa pacaran sama para gadis di kampung Al Munawar. Katanya para gadis di sana cantic-cantik lho. Meskipun kamu penasaran untuk datang ke Al Munawar, belum tentu bisa bertemu dengan mereka.