Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Satu Hari Mengembara di Kota Pahlawan
13 Desember 2023 18:10 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Jihan Fitri Husniyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siapa bilang kalau kita nggak bisa eksplor kota metropolitan? Akhir bulan Oktober 2023, aku memutuskan untuk pulang ke Surabaya di tengah-tengah kesibukan kuliah selama seminggu. Sedikit nekat memang, hehe, tapi ada beberapa hal yang harus aku lakukan di sana. Jadi tidak ada salahnya kan aku sedikit meluangkan waktu untuk berkelana di kota kelahiranku sendiri?
ADVERTISEMENT
Aku sudah mempersiapkan daftar tempat-tempat yang menurutku menarik dan beberapa di antaranya jarang diketahui oleh wisatawan dari luar kota. By the way, aku tidak pergi sendirian karena ditemani oleh adik sepupuku. Melihat kondisi jalan Surabaya yang selalu ramai, aku memutuskan untuk menggunakan sepeda motor supaya bisa menjangkau tempat-tempat yang lokasinya jauh dari jalan raya. So here you go… a day strolling around Surabaya with Jiji!
Aku memulai petualangan ini di pagi hari dengan mencari sarapan di salah satu pasar tradisional yang terkenal dengan kuliner khas Kota Surabaya seperti lontong balap, lontong mi, rujak cingur, gado-gado, dawet, beraneka macam kue basah, dan masih banyak lagi.
Yap! Pasar Blauran. Begitu masuk pasar disambut aroma khas pasar serta deretan kios makanan memenuhi koridor utama pasar, sungguh memanjakan mata dan lidah. Pasar Blauran bukan hanya menjual kuliner tetapi juga barang-barang seperti pasar tradisional pada umumnya. Rencananya aku ingin mencoba es dawet, lontong mi, dan kue cucur di sana.
Aku dan adik bingung memilih tempat mana yang harus dicoba kulinernya. Semuanya tampak lezat! Namun, terdapat satu kios cukup menyita perhatian karena antrean pembeli begitu panjang hingga waiting list. Kami saling pandang, dan tanpa berkata satu kata pun sudah sepakat untuk bergabung dalam antrean tersebut. Kios tersebut bernama “Depot Hj. Rochmah”.
ADVERTISEMENT
Begitu mendapat tempat duduk, kami memesan seporsi lontong mi dan semangkuk es dawet sebagai pembuka perjalanan yang pas untuk cuaca Surabaya pagi itu. Dan wow, pilihan yang tepat! Kami benar-benar dimanjakan kelezatan makanan dari kios tersebut.
Setelah kenyang, kami segera membayar dan meninggalkan kios agar pengunjung lain bisa mendapat tempat duduk. Kemudian kami memutuskan untuk berkeliling pasar namun sayangnya kue cucur legendaris yang hendak kucari tidak kunjung ketemu juga.
Usai mengisi perut, kami bergegas menuju destinasi berikutnya yang letaknya tak jauh dari Pasar Blauran, yaitu Kampung Wisata Peneleh Heritage. Tempat ini kupilih karena konon memiliki kisah tiga zaman sekaligus dan memiliki beberapa atraksi menarik seperti Rumah Kelahiran Bung Karno, Rumah H.O.S Cokroaminoto, Sumur Jobong, hingga Makam Belanda.
ADVERTISEMENT
Di sana cocok sekali untuk melakukan walking tour, suasana vintage begitu terasa di setiap sudut kampung wisata ini. Aku seolah diajak masuk ke masa lalu lewat rumah-rumah yang masih mempertahankan gaya arsitektur zaman kolonial.
Di tengah walking tour, kerongkonganku terasa kering dan tubuh kepanasan akibat terik matahari Kota Surabaya. Aku mengajak adik sepupuku mampir di warung warga untuk membeli es cekek menyegarkan. Sambil menunggu minuman kami dibuatkan, kampung mendadak ramai oleh kedatangan gerombolan remaja lokal.
“Selebgram! Selebgram!” celetuk salah satu di antara mereka begitu melihat kami sibuk memotret ke sana kemari. Kami berdua saling pandang sambil terkekeh, mereka pasti mengira kami influencer karena kelakuan dikit-dikit potret khas content creator. Lucu sekali.
Usai menghabiskan es cekek menyegarkan itu, kami melanjutkan perjalanan. Kami sempat kesulitan menemukan lokasi Sumur Jobong karena letaknya yang membaur dengan pemukiman warga. Kami akhirnya memutuskan bertanya pada sekumpulan anak yang sedang bermain tak jauh dari situ. “Dek, mau tanya, Sumur Jobonge ndek sebelah mana, yo?” (Dek, mau tanya, Sumur Jobongnya di sebelah mana, ya?)
ADVERTISEMENT
“Oh iku, mbak, lurus aja, nanti belok kiri, terus sampeyan lurus sampai ada bolongan ndek tengah jalan. Nah, itu sumure.” jawab salah satunya. (Oh itu, mbak, lurus aja, nanti belok kiri, terus kamu lurus sampai ada bolongan di tengah jalan. Nah, itu sumurnya.)
Setelah mendapat informasi lokasi Sumur Jobong, kami segera berjalan ke sana. Sumur tersebut terletak di tengah jalan dan apabila penasaran bagaimana isinya bisa menghubungi warga lokal untuk dibukakan.
Usai menjelajah atraksi menarik di Peneleh Heritage, kami memutuskan melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya, yaitu Monumen Tugu Pahlawan. Monumen bersejarah ini dibangun untuk mengenang peristiwa 10 November 1945, saat Arek-Arek Suroboyo mempertahankan kemerdekaan dari sekutu. Sesampainya di sana, aku langsung menuju loket dan membeli 2 tiket masuk Museum Sepuluh November.
ADVERTISEMENT
Di museum ini tersimpan beragam koleksi mulai dari peralatan perang, relief, hingga diorama. Suasana cukup lengang dan sunyi dengan pengunjung yang bisa dihitung jari. Hanya ada beberapa wisatawan selain aku dan sepupuku saat itu. Tempat ini sangat cocok untuk didatangi apabila ingin melihat sejarah Kota Surabaya dari zaman penjajahan. Pengunjung akan mendapat wawasan baru mengenai perjuangan para pahlawan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di masa lalu.
Sekitar satu jam berkeliling museum, aku melangkah keluar tepat saat matahari berada di puncak kepala. Suhu Kota Surabaya terpampang 38 derajat di aplikasi ponsel, terasa bak 40 derajat! Pantas kerongkonganku kering kerontang. Aku pun membeli air mineral ukuran 1,5 liter untuk menghilangkan dahaga.
ADVERTISEMENT
Aku dan sepupu memutuskan berteduh sejenak di gazebo dekat situ sambil menunggu panas mereda hingga pukul 3 sore. Setelahnya kami melaju ke Suramadu View Point, tempat yang sudah lama ingin kukunjungi untuk menyaksikan sunset dan pemandangan Jembatan Suramadu.
Begitu tiba di Suramadu View Point, aroma khas laut langsung menyambut hidungku. Aku segera mencari tempat duduk strategis yang menghadap langsung ke arah lautan lepas supaya bisa menikmati pemandangan senja dengan view yang maksimal. Terlihat di sana sudah ramai pengunjung, ada yang menikmati jajanan seperti bakso atau tahu bulat, melukis pemandangan, atau sekadar mengobrol dan bersantai menikmati angin semilir.
Aku membeli tahu bulat dan minuman kemasan, lalu ikut menyaksikan sang surya perlahan tenggelam digantikan rembulan sabit di langit. Dari kejauhan terlihat pulau Madura yang menyempurnakan pemandangan ini. Sayang awan menutupi sebagian pemandangan senja namun suasana teduh dengan suara ombak dan kicau burung tetap terasa begitu menenangkan.
Begitu malam tiba, petualangan kami tak kunjung usai. Masih ada destinasi menarik yang cocok dikunjungi saat hari mulai gelap, yakni Taman Prestasi Surabaya. Kami menuju ke sana untuk menikmati wisata perahu Kalimas, atraksi menyusuri Sungai Kalimas sambil menikmati pemandangan city light Kota Surabaya yang begitu memukau. Ada 2 rute perahu yang bisa dipilih, tapi aku merekomendasikan rute Taman Prestasi-Museum Pendidikan karena view city light-nya lebih bagus.
ADVERTISEMENT
Dalam 1 perahu bermuatan 10 orang dan sudah dilengkapi pelampung untuk menjamin keselamatan. Sepanjang perjalanan 15 menit itu, kami disuguhi pemandangan lampu warna-warni yang mempercantik pinggiran sungai serta gemerlap gedung pencakar langit di kejauhan. Indah sekali!
Puas menikmati hembusan angin dan memotret pemandangan indah Kalimas, aku dan sepupu membeli jajanan khas Surabaya, yaitu semanggi, lumpia dan risoles. Semanggi merupakan jajanan yang terbuat dari daun semanggi yang disiram bumbu dari bahan singkong dan dilengkapi kerupuk puli. Harganya sangat terjangkau, semanggi cuma Rp12.000 dan 3 biji lumpia risoles Rp10.000. “Ibu, mau beli semanggi satu, ya.” kataku.
“Satu aja, nduk? Oalah yo kesantaian sampek lali gak nggawe pincuk…” (Satu aja, nduk? (panggilan anak perempuan dalam bahasa Jawa) Oalah ya terlalu santai sampai lupa nggak membuat pincuk) jawab penjual semanggi diakhiri dengan gurauan. Aku tertawa kecil.
ADVERTISEMENT
“Bu, ini bukan bumbu kacang, kan?” tanyaku penasaran.
“Iya, ini dibuat dari singkong bumbunya tapi rasanya mirip bumbu kacang.”
Setelah sedikit berbincang dan mendapatkan seporsi semanggi, kami menikmatinya sambil duduk-duduk di Taman Prestasi yang ramai pengunjung. Rasanya kangen sekali bisa makan semanggi lagi setelah sekian lama!
Lanjut ke dua destinasi terakhir, yakni Alun-Alun Surabaya dan Tunjungan Romansa. Keduanya kini jadi favorit banyak orang untuk menghabiskan waktu. Ini adalah kunjungan pertamaku ke Alun-Alun Surabaya yang baru dibuka beberapa waktu lalu. Rasa penasaranku akhirnya terobati sudah. Alun-Alun ini berbeda seperti alun-alun di kota-kota lainnya karena dilengkapi dengan fasilitas museum bawah tanah.
Usai berkeliling sebentar di bagian outdoor, kami mengunjungi bagian bawah tanah alun-alun untuk menghilangkan penat dan menyejukkan badan setelah seharian kepanasan. Di sana tersimpan Art Gallery berisi karya seni dari para perupa lokal. Suasana cukup ramai pengunjung yang sibuk berfoto atau sekadar mengobrol seperti kami.
ADVERTISEMENT
Destinasi terakhir adalah Jalan Tunjungan, atau yang kini populer dengan nama Tunjungan Romansa. Jalan ini wajib dikunjungi untuk merasakan hiruk pikuk dan gemerlap kehidupan malam Kota Surabaya. Terdapat banyak kafe hits dan stan UMKM di sepanjang trotoar.
Tak ketinggalan atraksi seniman jalanan serta spot bersejarah seperti Hotel Majapahit dan bangunan era kolonial lainnya yang masih berdiri kokoh. Kawasan ini juga dikenal sebagai tempat nongkrongnya anak skena Surabaya. Oleh karena itu, pengunjung yang datang kebanyakan generasi dari milenial dan gen-z.
Sebetulnya, aku sangat ingin mencoba cookies bomb viral dari salah satu toko kue di Pasar Tunjungan. Sayangnya, begitu sampai di sana etalase tokonya sudah kosong melompong. Kami pun memutuskan untuk berjalan-jalan santai menikmati suasana sambil menyeruput es jeruk segar.
ADVERTISEMENT
Hanya dengan berjalan-jalan santai dan menikmati suasana di Kawasan Tunjungan Romansa saja sudah bisa menaikkan mood. Tak perlu mengeluarkan banyak uang untuk merasa puas menikmati destinasi hits ini. Pantas tempat ini selalu dipadati pengunjung setiap harinya!
Itulah akhir dari petualangan seru menjelajah Kota Pahlawan ini. Senang rasanya sempat mengeksplorasi beragam tempat wisata yang penuh nilai sejarah. Masih banyak lokasi menarik lainnya yang sayang dilewatkan. Butuh lebih dari sehari untuk bisa menjelajahi seluruh sudut kota yang tak pernah mati ini.
Di balik hiruk pikuk dan gemerlap aktivitas metropolitan, Kota Surabaya ternyata menyimpan potensi pariwisata yang luar biasa, terutama terkait sejarahnya. Latar belakang dan perjuangan heroik para pahlawannya terasa hidup di setiap sudut kota. Tak heran julukan Kota Pahlawan begitu melekat erat pada Surabaya. Semoga petualangan serunya bisa kulakukan lagi di lain waktu.
ADVERTISEMENT