Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kurangi Emosi Negatif dengan Teknik "S-T-A-R"
14 Desember 2022 18:49 WIB
Tulisan dari Jihan Nadifa Maulidia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan, sering kali kita merasakan suatu kejadian yang membuat emosi muncul seketika. Contoh, terjebak kemacetan, terpeleset akibat kulit pisang yang dibuang sembarangan oleh seseorang, ban motor atau mobil bocor padahal kita akan menghadiri kegiatan penting, dan banyak kejadian lain yang memicu munculnya emosi negatif dalam diri kita.
ADVERTISEMENT
Emosi yang dihasilkan dari kejadian-kejadian tersebut dinamakan emosi negatif, karena setelah kejadian-kejadian tersebut biasanya reaksi kita adalah marah-marah. Selain marah, emosi negatif ada bermacam-macam, ada rasa cemas, takut, depresi, rasa benci, sedih, curiga, rasa bersalah, jengkel, bimbang, dan lain-lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa emosi negatif adalah emosi yang tidak diharapkan terjadi pada diri seseorang, sayangnya emosi negatif ini lebih sering dialami dalam kehidupan manusia, dan kebanyakan dipicu oleh konflik dan stres (Nadhiroh, 2015) .
Henry Manampiring dalam bukunya yang berjudul Filosofi Teras menyadari betul bahwa tidak jarang emosi negatif muncul akibat ”Interpretasi Otomatis” kita terhadap suatu kejadian yang kita alami (Manampiring, 2018, p. 84).
Apa Sih Interpretasi Otomatis Itu?
Interpretasi otomatis adalah pemaknaan secara spontan terhadap suatu kejadian, baik bersifat positif maupun negatif. Misalnya, Anda mengalami kejadian ban motor bocor saat di perjalanan. Lalu, secara spontan Anda berkata, ”Aduh! Mana ban motor bocor, sial banget saya hari ini”. Nah, kalimat tersebut adalah sebuah interpretasi otomatis Anda terhadap suatu kejadian. Akhirnya, karena interpretasi otomatis tadi, emosi negatif pun muncul, Anda jadi merasa jengkel, kesal, dan putus asa.
ADVERTISEMENT
Padahal, interpretasi otomatis bisa diubah. Asalkan kita mau meluangkan sedikit waktu untuk berpikir bahwa kita bisa mengubah interpretasi otomatis ini menjadi interpretasi yang lebih rasional.
Dari kejadian ban motor bocor tadi, mungkin interpretasi Anda bisa diubah menjadi seperti ini, ”Tidak apa-apa deh kalau saya harus dorong motor ini sampai bertemu tukang bengkel, hitung-hitung sembari olahraga, mungkin ini rezeki si tukang bengkel”. Dengan interpretasi tersebut, maka timbullah emosi yang lebih positif, seperti Anda menjadi lebih ikhlas atas apa yang terjadi.
Nah, ada satu teknik yang bisa kita lakukan untuk melatih diri kita agar terbiasa tidak memberikan interpretasi otomatis terhadap suatu kejadian, yang di mana interpretasi ini dapat memicu munculnya emosi negatif. Nama teknik tersebut adalah ”S-T-A-R”.
ADVERTISEMENT
Teknik S-T-A-R Itu Apa Sih?
S-T-A-R adalah sebuah teknik berisi langkah-langkah yang bisa digunakan saat kita mulai merasakan adanya emosi negatif (marah, sedih, baper, jengkel, dan lain-lain). S-T-A-R ini kepanjangan dari Stop, Think & Asses, Respond (Manampiring, 2018, pp. 86-89).
Stop (berhenti): begitu merasakan adanya emosi negatif (seperti takut, marah, khawatir, sedih, cemburu dan lain-lain), ambil jeda sejenak lalu stop emosi negatif tersebut.
Think & Asses (dipikir dan dinilai): setelah menghentikan emosi negatif, lalu kita bisa berpikir secara rasional dan mulai menilai, apakah perasaan ini dapat dibenarkan atau tidak?. Nah, kita bisa bertanya pada diri kita sendiri, ”Apakah emosi saya ini terjadi karena sesuatu yang terdapat dalam kendali saya atau di luar kendali saya?”.
ADVERTISEMENT
Respond (respons): sesudah kita menilai dengan menggunakan nalar yang sebaik-baiknya, barulah kita memikirkan respons apa yang akan kita berikan. Respons bisa berupa ucapan atau tindakan.
Contohnya, tidak sengaja Anda berjumpa dengan teman yang sudah lama tidak bertemu. Tiba-tiba dia bilang, ”Setelah melahirkan badan kamu makin gemuk saja”. Kalau dilihat, memang hanya kata-kata saja, tetapi interpretasi secara otomatis muncul dalam pikiran Anda, ”Baru bertemu sudah bicara seperti itu, kayanya dia sengaja menghina saya deh”.
Mulai muncul rasa baper karena perkataan teman Anda, sebelum larut dalam perasaan baper tersebut, sebaiknya Anda berhenti memikirkan perkataan teman Anda tadi, lalu Anda mulai berpikir secara rasional dan menilai, ”Ini di luar kendali saya, ucapan dan perkataan dia tidak bisa saya kendalikan, jadi biarkan sajalah, toh kalau baper juga cuma buang-buang waktu dan bikin pertemanan saya rusak”. Akhirnya, Anda lebih memilih untuk mengabaikan perkataan teman Anda.
ADVERTISEMENT
Menurut Henry Manampiring, teknik S-T-A-R ini bisa dipakai di situasi apa pun. Tidak ada situasi yang terlalu sulit sampai kita tidak mampu mengendalikan interpretasi pribadi. Teknik S-T-A-R membutuhkan kemampuan untuk mendeteksi sedini mungkin adanya emosi negatif, agar kita bisa sadar dan menghentikan rantai pikiran buruk sedari awal.
Dengan adanya teknik S-T-A-R ini, setidaknya kita mempunyai arah dan kendali atas emosi negatif kita, sehingga tidak mudah terombang-ambing ke sana kemari.
Referensi:
Manampiring, H. (2018). Filosofi Teras. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Nadhiroh, Y. F. (2015). PENGENDALIAN EMOSI: Kajian Religio-Psikologis tentang Psikologi Manusia. SAINTIFIKA ISLAMICA: Jurnal Kajian Keislaman, 2(01), Article 01.