Konten dari Pengguna

Banteng dan Spanyol, Warisan Budaya yang Menarik tapi Berpolemik

Geovannie Foresty P.
Sepakbola | Video | Saham | Digital | Musik | 34/63 | Hispano | Latino
24 Maret 2019 0:01 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Geovannie Foresty P. tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Serorang torero memancing amarah banteng dengan menggunakan kain merah (Foto: dok Ribka L.P.)
zoom-in-whitePerbesar
Serorang torero memancing amarah banteng dengan menggunakan kain merah (Foto: dok Ribka L.P.)
ADVERTISEMENT
Pernakah anda bertanya-tanya kenapa Spanyol disebut sebagai negeri matador? bagi yang tidak tahu, matador adalah sebuah pertunjukan pertarungan antara manusia melawan banteng yang dikemas sedemikian rupa sehingga orang yang menjadi lawan banteng, torero, terlihat seperti menari dengan gaya yang elegan dan gagah saat menghindari serudukan banteng. Tertarik untuk melihatnya?
ADVERTISEMENT
Matador di Las Ventas, Madrid
Pertengahan bulan mei hingga akhir bulan Juni, adalah momen yang tepat untuk berkunjung ke Madrid, Spanyol, apalagi jika berniat melihat pertunjukan matador ini.
Karena dalam bulan itu, Madrid merayakan tradisi penghargaan bagi orang sucinya yakni San Isidro Labrador. Biasanya komunitas torinos (kegiatan yang terkait dengan banteng) mengambil kesempatan ini, untuk lebih sering lagi menyelenggarakan pertunjukan adu banteng.
Pada suatu musim panas, kami memutuskan untuk merasakan suasana nonton secara langsung adu banteng di stadion Las Ventas. Kami ditemani oleh seorang penggemar torinos, Juan Jose (Juanjo - baca: Huanho), yang kebetulan secara turun-temurun sebagian dari keluarganya mendedikasikan hidupnya pada dunia torinos.
Setelah duduk tenang menunggu berjalannya pertunjukan, tiba-tiba Juanjo angkat bicara dan bercerita bahwa budaya banteng di Spanyol lebih dari sekadar nonton matador.
ADVERTISEMENT
Plaza de Toros, stadion yang digunakan untuk menampilkan pertunjukan adu banteng (dok. pribadi)
Dengan raut wajah penasaran yang bercampur dengan ekspresi serius, kami menatap Juanjo. Dia mulai bercerita dengan wajah yang tidak kalah serius mengenai banteng dalam budaya Spanyol.
Encierro - adu lari bersama Banteng
Juanjo menjelaskan bahwa Spanyol menyelenggarakan sebanyak 12.000 perayaan torinos dalam satu tahun yang sebagian besar diselenggarakan dalam bentuk encierro.
Pada intinya, dalam encierro para peserta akan adu lari dengan kawanan banteng sambil menggiring kawanan tersebut ke satu tempat. Biasanya, mereka menggiring banteng tersebut ke satu kandang atau stadion matador. Dalam penerapannya di setiap daerah, mereka akan mengemasnya sesuai dengan karakter masing-masing daerah yang berbeda-beda. Menarik, namun berpolemik.
ADVERTISEMENT
Bagi yang tidak tahu, Encierro de San Fermin, adalah perayaan torino yang paling ditunggu-tunggu oleh wisatawan di seluruh dunia. Dengan konsep kegiatannya yang unik dan tidak berpolemik inilah yang membuat perayaan San Fermin mudah diterima di tengah masyarakat dunia.
Perayaan San Fermin di Pamplona., para peserta menggunakan baju putih dengan syal merah (Foto: @tauromaquiasmundiales)
Kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Romawi?
Juanjo lanjut menjelaskan, banteng sudah menjadi bagian dari budaya bagi masyarakat Spanyol sejak zaman Romawi. Masyarakat yang tinggal di Iberia sering kali mengunjungi sirkus-sirkus untuk melihat pertarungan antara seorang gladiator melawan seekor binatang, salah satunya banteng.
Bahkan, dulu pasukan tentara romawi saat bepergian untuk menjelajahi suatu daerah selalu membawa bersamanya berbagai jenis binatang termasuk banteng dan lembu.
ADVERTISEMENT
Banteng-banteng itu, selain dijadikan sebagai tontonan hiburan para tentara, sering kali juga digunakan sebagai garda pertama penyerangan untuk merusak kamp lawan.
Anfiteatro de Merida - Sirkus peninggalan zaman Romawi di wilayah Merida (Foto: @jesus_maria_rueda)
Namun, menurut beberapa pakar, kedekatan budaya Spanyol dengan banteng justru sudah ada sebelum kedatangan orang Romawi.
Masyarakat Vettones dan kota Coria
Seperti yang sering dipromosikan Pemerintah daerah Caceres, asal muasal perayaan encierro di Coria dapat ditelusuri jauh ke belakang, ketika suku Vettones, salah satu suku Ibero-Celtic, menjadikan Coria sebagai ibu kotanya.
Suku Vettones yang pada umumnya adalah peternak, menganggap banteng sebagai binatang yang suci. Pada saat memasuki musim panas, mereka selalu meramaikan dengan ritual-ritual yang berkaitan dengan api.
Setelah lebih dari 20 abad masuknya pengaruh-pengaruh budaya lainnya seperti budaya Romawi, Visigoth, Kerejaan Islam, dan Kerejaan Katolik, ternyata budaya tersebut tetap melekat dengan masyarakatnya. Konsep menyambut musim panas, ritual dengan api, dan banteng menjadi protagonis utama, tetap masih ada walaupun dikemas dengan cara yang berbeda.
Toro de Guisando (Banteng dari Gusando), merupakan patung yang terbuat dari granit peninggalan budaya Ibero-Celtic (Foto: @Oriens_cultura)
Perayaan San Juan de Coria ini tercatat telah merayakan encierros sejak abad ke XIII. Perayaan tersebut pernah menjadi salah satu kegiatan torino yang unik. Namun, tidak beradab.
ADVERTISEMENT
Sekitar 10 tahun yang lalu, perayaan encierro di Coria diselenggarakan bukan hanya sekadar beradu lari dengan Banteng, tetapi para peserta juga melemparkan beberapa “sopillos”, yaitu semacam karton berbentuk kerucut yang di ujungnya dikasih jarum pentul, sehingga gampang menusuk dan menempel di kulit banteng.
Hal tersebut juga terjadi di kota Tordesillas, di provinsi Valladolid yang selama 500 tahun telah menyelenggarakan encierro, Toro de la Vega, dengan melemparkan puluhan hingga ratusan tombak ke banteng-banteng yang berlari kesakitan. Kegiatan seperti ini akhirnya dilarang pada tahun 2016 setelah ada protes dari masyarakat dan adanya desakan dari aktivis pecinta binatang. Perayaan Toro de la Vega, pada tahun 2016, berubah nama menjadi perayaan Toro de la Peña.
ADVERTISEMENT
Encierro di kota Cuellar
Pemerintah daerah Caceres mungkin dapat mengklaim bahwa budaya masyarakat Coira sudah lekat dengan Banteng sejak zaman Ibero-Celtic, tetapi catatan tertua yang berhubungan dengan perayaan encierro justru bukan dari kota Coira. Namun, dari kota Cuellar.
Pada tahun 1215, Keuskupan Segovia mendapati berbagai kritikan dan laporan mengenai prilaku para kaum rohaniawan Segovia yang sudah melenceng. Di samping itu, ternyata kegiatan torinos telah mengakibatkan adanya konflik di tubuh Keuskupan Segovia
Gerah dengan kritikan tersebut, akhirnya Keuskupan Provinsi Segovia menerbitkan sebuah surat keputusan (sinode) yang pada intinya, melarang para kaum rohaniawan untuk hadir dalam pertarungan antara manusia dengan banteng.
Sebetulnya surat ini hanya mengatur pola kehidupan rohaniawan di daerah Segovia, tetapi catatan ini menjadi penting karena menunjukkan bahwa pada tahun 1215 kegiatan encierro sudah menjadi bagian dari tradisi di kota itu.
ADVERTISEMENT
Banteng-banteng tersebut dilepas di pinggir kota kecil Cuellar dan dikawal oleh para penunggang kuda, sementara para peserta berlari-lari di depan kawanan banteng sepanjang 6,5 kilometer untuk menggiringnya menuju satu kurungan yang ada di tengah kota kecil Cuellar.
Menurut Juanjo “ini satu-satunya perayaan encierro yang dimulai dari pedesaan dan berakhir di kota”. Kota kecil yang hanya terdiri dari 10 ribu penduduk, bisa menjadi tiga kali lipat saat ada perayaan banteng ini.
Banteng dan bola api di Medinaceli
Pertunjukan yang biasa disebut Toro de Jubilo dirayakan di Kota Medinaceli pada pertengahan bulan November, dan pelaksanaanya dilakukan selalu pada malam hari, imbuh Juanjo.
Banteng yang akan diikutsertakan, pertama akan diikatkan pada satu tiang kayu besar, kemudian akan diolesi lumpur di mukanya agar tidak kena luka bakar. Terakhir, akan direkatkan sebuah tongkat dengan bola api di kedua ujung tanduknya. Setelah bola dibakar, banteng akan dilepas, dan akan berlari terbirir-birit karena berusaha mematikan bola api itu.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan dari para kelompok pecinta binatang, bentuk perayaan yang tidak beradab ini, telah mengakibatkan banteng-banteng itu mengalami luka-luka bakar, memar dan bahkan menjadi buta.
Toro de Jubilo/Banteng berapi. Pertunjukan yang diselenggarakan di malam hari di Medinaceli (Foto: @tauromaquiasmundiales)
Larut dalam pembicaraan, saya bertanya ke Juanjo, "Apakah sebenarnya masyarakat Spanyol memang setuju dengan perlakuan yang menyiksa banteng-banteng tersebut?".
Juanjo menjawab bahwa sebetulnya sebagian besar masyarakat Spanyol, tidak begitu mempermasalahkan penyelenggaraan perayaan seperti encierro, karena pada hakekatnya tidak ada unsur penyiksaan terhadap banteng-banteng itu.
Masih penasaran, saya bertanya kembali, tapi bagaimana dengan pertunjukan adu banteng? bukankah ini juga sering menjadi sasaran para aktivis?
ADVERTISEMENT
Jawab Juanjo, memang ini sebuah dilema, yang pro-torino pasti akan mengatakan kalau pertunjukan adu banteng adalah pertandingan yang adil, ini satu lawan satu, seorang manusia melawan seekor banteng. Selain itu, diyakini bahwa kegiatan torino dapat membantu perekenomian daerah.
Sedangkan, bagi mereka yang anti-torino atau aktivis pecinta binatang pasti akan mengatakan bahwa sudah waktunya untuk belajar dari pengalaman komunitas otonom Andalucia, Asturias, Canarias dan Catalunya yang telah melarang praktik ini.