Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Wisata El Derbi Madrileño: Real Madrid vs Atletico de Madrid
24 Februari 2019 17:34 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:03 WIB
Tulisan dari Geovannie Foresty P. tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bukan sesuatu yang asing lagi bagi kita bila menemukan sekumpulan penggemar sepak bola nonton bareng (nobar) siaran langsung pertandingan La Liga Spanyol di restoran atau kedai kopi di Jakarta. Salah satu laga yang kerap jadi sasaran nobar adalah El Derbi Madrileño (Derbi Atletico vs Real Madrid), yang pada 9 Februari 2019 lalu berakhir 3-1 untuk kemenangan bagi Real Madrid.
ADVERTISEMENT
Walaupun hasilnya tidak memuaskan (saya bukan penggemar Real Madrid), tetapi suasana seru dan ramai seakan-akan membawa diri saya kembali ke Spanyol. Tepatnya pada Februari 2015, untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di ibu kota negara berjuluk Negeri Matador itu. Satu kalimat yang terlintas di kepala saya kala itu, “petualangan menjelajahi Semenanjung Iberia akan dimulai hari ini di Madrid!”
Tidak lama berselang, petualangan pun harus dimulai dengan mendampingi satu tamu undangan untuk mengelilingi Kota Madrid dalam satu hari. Preferensi seseorang menjadi penting dalam mempertimbangkan prioritas tempat wisata yang akan dikunjungi, dan secara kebetulan, beberapa tamu yang saya dampingi adalah penggemar sepak bola.
Stadion Santiago de Bernabeu
Biasanya, setiap wisatawan yang datang ke Madrid pasti akan menyisihkan waktunya untuk berkunjung ke Stadion Santiago de Bernabeu, kandang Real Madrid yang diresmikan pada tahun 1947. Bagi yang belum pernah datang, inilah destinasi wajib yang harus diikuti. Tur diawali dengan pemandangan panoramik stadion yang indah, yang didominasi warna biru laut dengan tulisan “Real Madrid C.F.” dan warna hijau rumput lapangan sepak bola.
ADVERTISEMENT
Petunjuk kemudian akan mengarahkan kita untuk masuk ke museum Real Madrid yang sangat besar, dengan beberapa pajangan pakaian dan bola yang sudah usang, plus bertaburannya trofi kejuaraan yang diperoleh 'Los Blancos'. Ditambah lagi, desain modern yang dipenuhi LED TV untuk menyampaikan informasi sejarah dengan memaksimalkan multimedia.
Setelah itu, para pengunjung kemudian akan diantar untuk melihat ruang loker dan tempat ganti baju para pemain. Akhirnya, sebelum ke toko merchandise Real Madrid, para pengunjung diberikan kesempatan untuk mengambil foto di ruang press release. Dengan hanya mengelilingi stadion ini, senyuman manis akan terpancar dari setiap tamu yang saya dampingi, dan mereka akan membawa foto-foto ciamik untuk dipamerkan di Instagram.
Dari Vicente Calderon menuju Wanda Metropolitano
ADVERTISEMENT
Bagi mereka yang sudah pernah ke Bernabeu, baru kemudian akan tertarik untuk mengunjungi Stadion Vicente el Calderon. Namun, pengecualian untuk tamu yang merupakan pengemar berat Altletico de Madrid, di mana stadion yang pertama dibuka pada 1966 itu justru akan menjadi tujuan utamanya.
Letak geografis stadiumnya, menurut saya, justru lebih menarik. Dibangun di samping Sungai Manzanares yang tamannya didesain apik oleh Pemkot Madrid. Sebagian dari gedungnya berdiri di atas highway M-30 yang ramai dilewati.
Di bagian dalamnya, stadion ini didominasi warna merah dan putih pada bagian atasnya, sementara bagian bawahnya berwarna biru laut, dengan tulisan Atletico de Madrid berwarna putih. Percayalah, stadion ini juga menyediakan tur yang menarik.
Namun demikian, tur Vicente el Calderon sudah tidak ada lagi, mengingat markas Atletico de Madrid telah berpindah ke stadion Wanda Metropolitano. Jadi, selamat bagi anda yang sudah pernah mengunjunginya, tapi tentu anda harus kembali ke Madrid untuk mengunjungi stadion yang baru.
ADVERTISEMENT
Perpindahan stadion ini sangat menguntungkan bagi Atletico de Madrid, karena secara kapasitas tempat duduk stadion ini lebih banyak. Dari urutan stadion ke-8 dengan kapasitas 54.907 kursi, kini menjadi urutan ke-3 dengan kapasitas 67.703 kursi.
Berdasarkan cerita rekan saya yang pernah mengunjunginya, stadion ini terasa sangat luas dan bahkan sangat futuristik. Stadion Wanda adalah stadion pertama yang 100% menggunakan LED. Jadi, bagi anda yang dalam waktu dekat ingin berkunjung lagi ke Madrid, pastikan dapat tiket untuk masuk ke Wanda Metropolitano, karena akan menjadi host Final Liga Champions 2019.
Plaza de Cibeles vs Plaza de Neptuno
Kedua plaza ini memiliki arti yang sangat penting bagi para penggemar sepak bola di Madrid. Plaza de Cibeles yang mudah ditandai dengan Fountain Patung Dewi Cibeles, Dewi alam dan kesuburan dalam mitologi Yunani, adalah tempat bagi para penggemar Real Madrid berkumpul untuk merayakan kemenangan apabila menjadi juara.
ADVERTISEMENT
Keindahan Fountain ini juga telah menjadi ikon bagi Spanyol, sehingga sering digunakan untuk mengibarkan bendera tamu asing saat kunjungan resmi kenegaraan. Di setiap sudutnya terdapat gedung-gedung bersejarah yang digunakan oleh Pemerintah Spanyol, seperti markas tentara Spanyol, gedung Bank Spanyol, dan Istana de Cibeles yang digunakan sebagai balai kota Madrid.
Siapapun bisa naik ke bagian depan Istana Cibeles untuk mellihat pemendangan Fountain de Cibeles. Pada umumnya, saya mengajak para tamu berisitirahat dan menyantap makan siang di sana.
Tidak jauh dari Plaza de Cibeles, jalan kaki sekitar 500 meter melalui Paseo de Prado, bisa ditemukan Fountain Plaza de Neptuno, Dewa air dan laut menurut mitologi Yunani. Fountain ini digunakan oleh penggemar Atletico de Madrid berkumpul sebagai tempat untuk merayakan kemenangan jika menjadi juara La Liga.
ADVERTISEMENT
Sedikit berbeda dengan pemandangan sebelumnya, Plaza de Neptuno dikelilingi oleh tiga hotel bintang lima, Museum Thyssen-Bornemisza, dan toko suvenir yang bernama Toledano. Di sini, biasanya para tamu undangan kami ajak untuk mencari suvenir. Bukan hanya karena produknya yang lengkap, tetapi karena satu fakta yang tidak kalah penting: anak atau keluarga dari pemilik toko ini menikah dengan orang Indonesia dan tinggal di Bali.
Dampak Ekonomi bagi Kedua Tim
Dalam perjalanan, sering kali saya bertukar pandangan dengan para tamu mengenai dampak sepak bola terhadap ekonomi Spanyol, khususnya Madrid. Sebagai gambaran dengan menggunakan laporan Delloite Money League 2019, Real Madrid saat ini berada pada posisi pertama sebagai klub sepak bola terkaya di dunia, dengan penghasilan yang fantastis sebesar €750,9 juta, tanpa memperhitungkan pandapatan dari transfer pemain.
ADVERTISEMENT
Pendapatan yang luar biasa tersebut justru dimotori oleh pendapat komersialnya (produk merchandise, iklan, dan tur pra-musim) yang mencapai €356,2 juta; pendapatan komersial terbesar di antara seluruh klub sepak bola di dunia. Seakan-akan menyadari kelebihan yang dimiliki, sejak awal 2019, Real Madrid telah memulai rencana ambisius renovasi stadion Santiago de Bernabeu.
Dalam kategori yang sama, Atletico de Madrid bertahan pada posisi ke-13, dengan peningkatan pemasukan sebesar €30.6 juta dari tahun sebelumnya. Perpindahan markas Atletico ke Stadion Wanda Metropolitano telah memberikan efek yang positif bagi peningkatan pendapatan klub. Peningkatan kehadiran para pendukung Atletico sebesar 24% ikut mendorong naiknya pendapatan dari pertandingan sebanyak €56,8 juta.
Namun untuk tetap mempertahankan posisi ini, Atletico harus mampu bertahan di Liga Champions, karena motor pendapatan Atletico lebih besar berasal dari hak siar (broadcast). Setidaknya, Atletico sudah menyimpan satu hak siar dengan menjadi host Final Liga Champions 2019.
ADVERTISEMENT
Banyak yang setuju bahwa persaingan antara kedua klub berdampak positif bagi perekenomian di Madrid dan Spanyol secara umum. Bahkan, adanya Derbi Madrid justru membantu mengangkat brand Atletico de Madrid ke mancanegara, terutama sebagai satu karakter brand anti-tesis terhadap kebesaran dan kekayaan Real Madrid. Sebenarnya, persaingan antara kedua klub ini bukanlah sesuatu yang baru, persaingan sudah diawali sejak tahun 1950-an.
Sejarah El Derbi Madrileño
Persaingan kedua tim pada masa rezim otoriter Franco, bahkan menjadi alat untuk identifikasi afiliasi politik seseorang. Dalam kondisi yang terisolasi secara internasional pada tahun 1950-an, rezim Franco memanfaatkan ketenaran Real Madrid yang kala itu secara berturut-turut menjadi juara Liga Champions.
Fernando M. Castiella, Menlu Spanyol saat itu, pernah berkata, "Real Madrid adalah duta besar terbaik yang pernah kami kirim ke luar negeri". Sesuatu yang mendasar, karena pada era itu hanya Real Madrid yang mampu membawa citra positif Spanyol ke luar negeri, khususnya dalam mempererat hubungan bilateral Spanyol dengan negara-negara di Amerika Latin.
ADVERTISEMENT
Alhasil, para penggemar Atlético de Madrid, yang sebagian besar adalah kaum pekerja buruh di selatan Kota Madrid, mulai meneriakkan nyanyian ejekan kepada Real Madrid “el equipo del gobierno, la vergüenza del país (tim pemerintah, aib bagi negara)". Seiring bertumbuhnya budaya ultras anti-pemerintah pada kala itu, banyak penggemar Atletico yang diduga mulai mengadopsi paham ekstrem kiri.
Tentu keberpihakan politik seperti ini sudah tidak relevan lagi. Akan tetapi, persaingan antara El Real dengan Atletico mengarah kepada perlawanan antara yang kecil melawan yang besar, seperti konsep David dan Goliath.
Lalu bagaimana dengan Derbi di Jakarta?
Mungkin sebuah anugerah bila Jakarta belum memiliki sebuah pertandingan derbi. Bayangkan, persaingan “derbi” di tingkat nasional saja, seperti Persija vs Persib, belum bisa dijamin keamanannya. Apalagi jika ada sebuah derbi di Jakarta. Tapi satu hal yang bisa disepakati, jika sepak bola Indonesia mampu membenahi diri, niscaya sepak bola Indonesia bisa berkontribusi bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT