Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Pesona Desa Wisata Tumbur, Maluku Tenggara Barat
21 Agustus 2017 17:32 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
Tulisan dari johannes febrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bendera Indonesia berkibar hampir di seluruh penjuru Desa Tumbur, Maluku Tenggara Barat
ADVERTISEMENT
Masih di hari pertama dalam rangkaian kumparan Getaway Saumlaki, kami mengunjungi desa wisata, Desa Tumbur. Desa ini terletak di Kecamatan Wertamrian, Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Tidak lama perjalanan ke desa ini dari Bandara Mathilda Batlayeri, sekitar 10 menit.
Sesampainya di kantor kepala desa, kami disambut dengan kegiatan gladiresik upacara 17an yang dilakukan oleh beberapa orang. Terlihat sang komandan upacara, yang kemudian kami kenal dengan nama Bapak Jhon, sedang berteriak untuk memberikan aba-aba hormat.
Bapak Jhon melakukan hormat dalam aktivitas gladi upacara pengibaran bendera
Sambil menunggu kegiatan gladi, sebagian dari kami asik bercengkrama dengan anak-anak di desa ini. Ada juga yang asik mengambil foto portrait anak-anak desa. Setelah menunggu beberapa lama, datanglah perwakilan perangkat desa, Bapak Kaur Desa Tumbur bernama Pak Uri yang secara resmi menyambut kami.
ADVERTISEMENT
Pak Uri sudah mengerti maksud kedatangan kami ke sana, ya untuk mengeksplore kebiasaan masyarakat yang ada di sana. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan membuat patung ukir yang dilakukan oleh kaum adam dan kegiatan menenun yang dilakukan oleh kaum hawa. Kedua aktivitas tersebut sudah dilakukan turun-temurun sejak dulu. Selain kedua aktivitas tadi, ada lagi satu aktivitas yang kami ikuti di sana, yaitu aktivitas bakar batu.
Sebelum memulai aktivitas, kami berdoa dipimpin oleh Pak Uri
Mengenal Seni Ukir Patung dari Kayu
Diawali dengan mengunjungi salah satu rumah warga yang terdapat kegiatan mengukir patung, Pak Uri menjelaskan kepada kami tentang karya seni ini. "Karya seni patung biasa dibuat dari kayu eboni. Dilakukan melalui beberapa tahapan mulai dari memahat, mengukir, dan mengamplas sebagai tahap akhir", jelasnya. Patung-patung dari kayu ini dibuat dengan beberapa model seperti model seorang pria dengan tombak, model wanita dengan peralatan masak, model perahu dengan beberapa orang di atasnya, dan lain-lain.
Tak puas hanya mendengarkan penjelasan Pak Uri, beberapa peserta pun ingin mencoba belajar membuat patung ukir ini. Melihat antusias yang tinggi dari kami para wisatawan, pandai ukirpun tidak segan membantu menjelaskan dan mengajarkan kepada kami bagaimana cara membuat seni ukir patung tersebut.
Di sisi lain, sebagian dari kami malah asik melihat karya ukir yang sudah jadi dan tidak sedikit dari kami yang membeli ukiran tersebut sebagai souvenir untuk dibawa pulang ke tempat masing-masing sebagai oleh-oleh khas Desa Tumbur.
ADVERTISEMENT
Menenun Bersama Wanita Desa Tumbur
Selesai dari tempat seni ukir patung dari kayu, kami pindah ke rumah warga yang sedang menenun. Kegiatan menenun merupakan aktivitas yang biasa dilakukan oleh wanita di desa ini. Untuk membuat kain tenun, biasanya mereka harus membeli benang ke kota.
Satu kain tenun ikat bisa dibuat antara satu sampai dua minggu. Pengerjaannya pun dapat dilakukan berkelompok atau perorangan. Dalam membuat kain tenun, para wanita biasanya menggunakan alat tenun yang hampir sama di beberapa daerah.
Tidak mau hanya melihat, beberapa peserta wanita kumparan Getaway tertarik untuk mencoba belajar menenun. Terlihat kagok, namun mereka tetap menikmati cara membuat kain tenun dari warga di sini.
Di sela-sela kami menggali informasi mengenai tenun, Pak Uri memberikan satu kain tenun kepada panitia kumparan Getaway, Sakina Alaydrus, sebagai bentuk ucapan selamat datang. Tak disangka, ibu suri itu pun kaget bukan kepayang dan merasa senang mendapatkan kain tenun khas desa wisata, Desa Tumbur.
Selain belajar menenun, kami pun diajarkan bagaimana cara menggunakan kain ini. Penggunaan kain ini biasanya menggunakan minimal tiga kain yang terdiri dari dua kain untuk penutup badan dan satu kain yang agak besar untuk menutup bagian perut ke bawah. Lengkap sudah kami mengeksplore tentang tenun Desa Tumbur ini.
Aktivitas Bakar Batu
ADVERTISEMENT
Bakar Batu, saya pernah mendengar frasa ini saat Pak Uri menyebutkannya di awal pertemuan saat itu. Papua, itu yang terlintas di pikiran saya. Ya, benar, aktivitas bakar batu juga ada di Papua.
Aktivitas ini merupakan simbol untuk menjamu tamu yang datang ke Desa Tumbur. Hampir sama dengan di Papua, aktivitas bakar batu merupakan cara masyarakat untuk memasak makanan. Jika di Papua untuk memasak babi, di Desa Tumbur ini dipakai untuk memasak beberapa jenis makanan. Sebut saja Lele Kasbih, Keladi, dan Ubi. Dari ketiga jenis makanan tadi, saya menyukai Lele Kasbih. Lele Kasbih bukanlah ikan lele melainkan sebutan bagi makanan yang terbuat dari parutan singkong dan kelapa serta dicampur dengan gula merah.
Prosesi bakar batu biasanya memakan waktu yang agak lama. Hal ini dikarenakan adanya pemanasan batu terlebih dahulu oleh bakaran kayu. Batu yang dibakar harus sampai merah membara. Setelah batu membara, mulailah dimasukkan beberapa jenis makanan yang kemudian ditutup dengan daun dan ditimbun dengan tanah agar panas batu dapat mematangkan bahan makanan tersebut.
Mau merasakan aktivitas-aktivitas di atas? Nah langsung aja kunjungi tiket.com untuk mendapatkan informasi penerbangan langsung ke Saumlaki.
ADVERTISEMENT