Konten dari Pengguna

Beraspirasi di Negara Demokrasi

Joko Yuliyanto
Penggagas Komunitas Seniman NU. Penulis Buku dan Naskah Drama. Aktif menulis opini di media daring dan luring.
4 November 2021 14:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Joko Yuliyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: https://pixabay.com/photos/seehofer-csu-politician-opinion-2968677/
zoom-in-whitePerbesar
sumber: https://pixabay.com/photos/seehofer-csu-politician-opinion-2968677/
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara demokrasi dengan sistem yang menempatkan kekuasaan tertinggi di suatu negara berada di tangan rakyat. Hak konstitusi melegitimasi kekuasaan pemerintah berasal dari rakyat. Dalam praktiknya, rakyat memberikan mandat kekuasannya kepada wakil rakyat di lembaga legislatif dan pemerintahan di lembaga eksekutif yang dilakukan dengan proses pemilihan umum.
ADVERTISEMENT
Harapannya aspirasi rakyat Indonesia bisa terwakilkan dalam pengambilan kebijakan publik atas dasar keadilan dan kemakmuran bagi masyarakat dan negara. Sedangkan dalam sistem politik ketatanegaraan Indonesia menghendaki wakil rakyat harus berafiliasi dengan partai politik agar bisa mencalonkan diri dan dipilih sebagian besar rakyat untuk mewakili aspirasi mereka.
Dalam sistem perwakilan demokratis, terdapat tiga isu yang mengkaitkan hubungan antara DPR dan aspirasi rakyat. Pertama, berkenaan dengan metode atau cara bagaimana perwakilan politik menyerap dan mengolah aspirasi untuk diperjuangkan menjadi kebijakan publik. Kedua, substansi aspirasi rakyat tidak bersifat tunggal (homogen). Ketiga, power interplay yang berlangsung di antara perwakilan politik menggambarkan kenyataan kekuatan-kekuatan politik yang bersaing untuk mendapatkan hasil-hasil optimal. Perwakilan politik juga membawa bermacam kepentingan di dalam dirinya, sehingga pembuatan kebijakan publik di parlemen tidak pernah bersifat linear terhadap aspirasi rakyat.
ADVERTISEMENT

Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pesatnya perkembangan dunia teknologi turut mengubah budaya politik suatu negara. Arus informasi digital memudahkan setiap orang untuk menyampaikan gagasan atau opini di ruang publik, dalam hal ini media sosial. Salah satu kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat.
Jika sistem berjalan konsisten memegang amanah kedaulatan rakyat, seharusnya tidak muncul lagi kekecewaan secara masif terhadap kebijakan pemerintah. Apalagi memaksakan demonstrasi akibat ketidakterwakilan aspirasi di parlemen. Lalu apakah semua kebijakan pemerintah sudah mewakili kepentingan (aspirasi) rakyat?
Perlu analisis lebih dalam mengenai data kepuasan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Termasuk struktur masif buzzer dan sikap fanatisme tokoh atau kepartaian yang menghilangkan logika kemanusiaan dan keadilan yang menyeluruh. Sehingga esensi keadilan dan kesejahteraan rakyat perlu indikator yang bisa disampaikan melalui aspirasi digital di parlemen.
ADVERTISEMENT
Faktor lain yang menyebabkan konflik oposisi adalah ketidaktahuan penyampaian aspirasi. Sikap apatis terhadap politik yang dibuktikan dengan memilih golput juga menjadi alasan lemahnya peran rakyat sebagai variabel utama kekuasaan di negara demokrasi. Selainnya adalah faktor kepentingan politik para wakil rakyat yang tidak lagi mengindahkan etika publik. Menghiraukan nilai-nilai keadilan dan kepentingan rakyat.
DPR mencoba memfasilitasi aspirasi rakyat yang tidak terwakilkan oleh wakil rakyatnya di parlemen. Memanfaatkan kemajuan teknologi dengan budaya digital masyarakat modern. DPR menyediakan wadah pengaduan masyarakat dan aspirasi secara tertulis. Dalam peraturan DPR RI No. 2 Tahun 2018, bahwa DPR bertugas menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
Pengaduan yang dimaksud adalah ungkapan rasa tidak senang, ketidakpuasan atau keluhan yang disampaikan kepada DPR RI atas suatu permasalahan yang terkait dengan fungsi pengawasan dalam rangka pelaksanaan undang-undang, pelaksanaan keuangan negara, dan kebijakan pemerintah. Sedangkan aspirasi adalah keinginan kuat dari masyarakat yang disampaikan kepada DPR RI dalam bentuk pernyataan sikap, pendapat, harapan, kritikan, masukan dan saran terkait dengan tugas, fungsi dan kewenangan DPR RI.
ADVERTISEMENT
Untuk ketentuan dan tata cara pengaduan dan penyampian aspirasi lebih lanjut bisa mengunjungi website DPR RI yang bisa diakses secara terbuka oleh publik. Mengenai seberapa jauh pengaduan dan aspirasi ditindaklanjuti masih belum begitu jelas. Semoga tujuan menyediakan wadah bagi rakyat untuk beraspirasi bukan hanya kebijakan populis sebagai bentuk pengabdian DPR terhadap kedaulatan rakyat.
Selanjutnya keputusan ada di tangan para politikus di parlemen. Lebih mengutamakan kepentingan pribadi, partai, atau rakyat. Berdasarkan hasil survei lembaga Fixpoll Research and Strategic Consulting pada 16-27 Juli 2021, tingkat kepuasan responden terhadap kinerja Presiden Joko Widodo sekitar 32,7 persen. Sedangkan kepuasan terhadap kinerja DPR hanya 15,1 persen yang merasa puas dan sebanyak 39,8 persen tidak puas dengan kinerja wakil rakyat di Senayan.
ADVERTISEMENT
Ketidakpuasan mengindikasikan pengambilan kebijakan publik yang tidak berdasarkan aspirasi rakyat. Sebagian besar masyarakat merasa tidak mendapatkan keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran. Ada kegagalan sistem menampung aspirasi rakyat yang dilakukan oleh DPR RI. Kemungkinan lain, rakyat tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan sebagai konsekuensi keputusan politik untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.