Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Catatan Krisis Iklim, Transisi Energi dan Pembangunan Rendah Karbon di Indonesia
20 Agustus 2022 12:46 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Julian Ariza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penulis: Julian Ariza Perdana Putra
Kita semua telah mengetahui bahwa krisis iklim bukan lagi di depan mata, namun itu semua sudah terjadi di Indonesia. Kejadian siklon tropis di NTT pada tahun 2022, penyusutan gunung es di Puncak Jaya Wijaya pada Februari 2021 yang telah mencapai 23,46 m dan kenaikan suhu sebesar 1,1°C (global) dan 0,8°C (Indonesia) pada tahun 2020 menjadi rekor pengamatan tertinggi kedua sejak tahun 1850. Ini merupakan beberapa contoh kejadian nyata bahwa krisis iklim sudah benar-benar terjadi.
ADVERTISEMENT
Indonesia adalah salah satu negara yang berpotensi menjadi negara paling terdampak dari krisis iklim. Sebab, Indonesia merupakan salah satu kontributor terbesar dari emisi gas rumah kaca maupun karbon akibat beberapa model pembangunan yang saat ini belum ramah terhadap iklim.
Tercatat dalam beberapa dekade, Indonesia mengalami deforestasi dan kebakaran hutan yang walaupun saat ini sudah menurun tetapi emisi yang dilepaskan pada saat peristiwa tersebut terjadi masih tetap mempengaruhi kondisi pemanasan global. Kemudian, dari sisi penyediaan energi listrik masih sangat bergantung pada energi fosil terutama batubara, yaitu sekitar 60% dari seluruh penyediaan listrik.
Menurut laporan IPCC, diperkirakan dalam tahun-tahun kedepan dampak dari perubahan iklim akan meningkat intensitasnya, terjadi sangat cepat, serta memberikan dampak yang sangat luas dan bahkan jika saat ini kita menghentikan sama sekali emisi dari karbon, pada 30 hingga 40 tahun kedepan pemanasan global masih akan tetap terjadi.
ADVERTISEMENT
IPCC telah mengeluarkan kode merah tentang perubahan iklim kepada umat manusia, 5 tahun terakhir adalah suhu terpanas dalam sejarah sejak tahun 1850, tingkat kenaikan permukaan laut baru-baru ini nyaris 3 kali lipat bila dibandingkan dengan tahun 1901-1971, dan pengaruh manusia sangat mungkin (90%) menjadi alasan utama mencairnya gletser secara global dan penurunan jumlah es di Laut Arktik sejak tahun 1990-an.
Kemudian IPCC juga merilis Sixth Assessment Report pada Agustus 2021 yang menyatakan bahwa pemanasan bumi terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan dan kenaikan suhu permukaan bumi sebesar 1,5°C akan terjadi dalam satu dekade mendatang.
Berdasarkan data yang dilansir dari Bappenas pada tahun 2021, tantangan kedepan untuk masyarakat Indonesia akibat dari perubahan iklim yaitu sekitar 1.800 km garis pantai masuk dalam kategori sangat rentan, terjadi peningkatan suhu sebesar 0,45°C - 0,75°C, perubahan curah hujan ± 2,5 mm/hari, kenaikan muka laut setinggi 0,8 - 1,2 cm/tahun dan peningkatan gelombang ekstrem >1,5 m.
ADVERTISEMENT
Dampak perubahan iklim selain menyebabkan kerusakan lingkungan, juga kerugian ekonomi, dan sosial berkepanjangan dalam proses pemulihannya. Potensi kerugian akibat perubahan iklim terhadap PDB sebesar Rp 115 triliun (tanpa intervensi) & Rp 57 triliun (dengan intervensi).
Dunia telah bergerak, bagaimana dengan Indonesia? Negara-negara di dunia bergerak menuju pertumbuhan ekonomi hijau dengan menetapkan kebijakan pro lingkungan dan target ambisius. Pada Uni Eropa, kebijakan Carbon Border Tax dimulai pada tahun 2026 melalui penerapan pajak karbon lintas yurisdiksi dengan memonitor besi, baja, semen, pupuk, alumunium dan pembangkit listrik. Kemudian, UK menerapkan Due Diligence on Forest Risk Commodities sebagai syarat masuk sejumlah produk luar negeri yang mengharuskan produsen mencantumkan informasi tertentu.
Presiden Jokowi mengatakan bahwa hilirisasi, digitalisasi, dan ekonomi hijau sebagai strategi besar ekonomi Indonesia. Hal tersebut diupayakan dengan membangun ekonomi hijau melalui pembangunan kawasan industri hijau dimana kawasan industri tersebut nantinya didukung oleh sumber energi berbasis energi baru terbarukan, memperkuat perkembangan ekonomi berbasis inovasi dan teknologi khususnya ke arah ekonomi hijau dan ekonomi biru yang berkelanjutan serta akselerasi dengan ekonomi berbasis teknologi hijau.
ADVERTISEMENT
Namun, ada beberapa yang harus diperhatikan oleh pemerintah sebagai objektif dari pencapaian target perubahan iklim. Terdapat 3 fondasi, yaitu mitigasi, adaptasi dan komitmen finansial.
Disebutkan bahwa Bappenas telah memiliki skenario-skenario yang mengarah kepada Low Carbon Development Initiative dimana di dalam skenario tersebut komitmen Indonesia dalam penurunan emisi saat ini sebesar 29% hingga 41%, akan tetapi sebenarnya skenario tersebut masih mengarahkan kita kepada kondisi kenaikan temperatur global sekitar 3°C hingga 4°C, padahal IPCC mengatakan bahwa kenaikan temperatur tidak boleh dari 1,5°C.
Permasalahan tersebut harus kita upayakan bersama karena dampak terjadinya krisis iklim seperti kekeringan, siklon tropis, cuaca ekstrem, dan lain sebagainya telah dirasakan secara nyata oleh jutaan masyarakat Indonesia. Kemudian apa hal yang bisa dilakukan?
ADVERTISEMENT
Tentunya dari sektor energi kita perlu cukup ambisius untuk menggantikan model-model penyediaan energi berbasis bahan bakar fosil ke arah sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, kemudian kita juga perlu melakukan penurunan emisi dari sektor kehutanan, harus memperbanyak restorasi, penghutanan kembali, dan rehabilitasi kawasan-kawasan mangrove, serta mengubah pola produksi konsumsi yang memiliki jejak karbon rendah. Selain dengan upaya-upaya mitigasi yang mengarah kepada masa depan untuk pembangunan rendah karbon, diperlukan adanya upaya-upaya adaptasi yang dimulai dari unit pemerintahan terkecil, yaitu desa.
Ketahanan desa terhadap dampak-dampak perubahan iklim dan bagaimana mereka beradaptasi dari sisi ketersediaan pangan, air, dan energi menjadi salah satu kunci untuk secara nasional dapat memiliki ketahanan atau resiliensi terhadap dampak-dampak perubahan iklim. Hal yang perlu digarisbawahi yaitu Indonesia sebagai negara kepulauan yang artinya banyak sekali penduduk tinggal di daerah pesisir karena memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, maka resiko dari kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal di daerah pesisir semakin besar, oleh karena itu saat ini penting bagi kita semua terutama pada pemerintah untuk melakukan model pembangunan rendah karbon pada daerah pesisir.
ADVERTISEMENT
Pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim merupakan kebijakan, rencana, program, dan pelaksanaan pembangunan yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi rendah emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak perubahan iklim, perbaikan kualitas lingkungan, dan mengurangi potensi kerugian akibat dampak perubahan iklim, serta dapat meminimalisir trade-off antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan yang dilakukan dengan pendekatan holistik, integratif, tematik, dan spasial.
Selain itu, membangun kesadaran dan keterlibatan masyarakat terkait ancaman perubahan iklim juga sangat penting untuk dilakukan, karena manusia menjadi penyebab perubahan iklim yang sudah sangat mengkhawatirkan. Dibuktikan oleh hasil survei milik YouGov pada tahun 2020 yang mengatakan bahwa justru sebanyak 21% masyarakat Indonesia tidak mempercayai aktivitas manusia yang menjadi penyebab perubahan iklim, padahal dampak dari adanya krisis iklim sudah nyata terpampang di depan mata, oleh karena itu mari kita bersama menyadari dan membangun kepedulian pada krisis iklim yang sedang terjadi serta mendukung peran pemerintah dalam melakukan transisi energi dan pembangunan rendah karbon di Indonesia.
ADVERTISEMENT