Konten dari Pengguna

Tradisi Breast Ironing di Nigeria: Dilema antara Relativisme Budaya dan HAM

Julya Angelica
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia
24 Oktober 2024 17:02 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Julya Angelica tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perlindungan Kesehatan Perempuan. Sumber : Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Perlindungan Kesehatan Perempuan. Sumber : Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Breast ironing, atau "penyetrikaan payudara," adalah praktik yang melibatkan penekanan atau perataan payudara perempuan muda dengan alat panas untuk memperlambat pertumbuhan mereka. Di Nigeria, praktik ini dilakukan oleh ibu-ibu yang percaya bahwa dengan mencegah perkembangan payudara putri mereka, mereka akan terlindungi dari pelecehan seksual, kehamilan dini, dan pernikahan anak. Meski dianggap sebagai upaya protektif dalam konteks sosial budaya setempat, breast ironing telah menimbulkan kontroversi besar karena dianggap sebagai bentuk kekerasan berbasis gender dan pelanggaran hak asasi manusia oleh komunitas internasional.
ADVERTISEMENT
Breast Ironing sebagai Tradisi Sosial
Breast ironing sebagian besar dipraktikkan di wilayah barat dan tengah Afrika, terutama di Kamerun, namun juga ditemukan di beberapa bagian Nigeria. Menurut laporan PBB, sekitar 3,8 juta perempuan di Afrika diperkirakan telah mengalami prosedur ini. Masyarakat yang mempraktikkannya percaya bahwa dengan menunda tanda-tanda pubertas, perempuan muda akan terhindar dari perhatian laki-laki yang tidak diinginkan, memperpanjang masa kanak-kanak mereka, dan menghindari risiko sosial yang lebih besar seperti pelecehan seksual atau pemaksaan pernikahan.
Alat setrika. Sumber : Pixabay.com
Namun, breast ironing sering kali dilakukan tanpa mempertimbangkan risiko kesehatan. Tekanan berulang pada payudara menggunakan alat seperti batu panas, palu, atau spatula kayu dapat menyebabkan cedera fisik serius, termasuk infeksi, kista, kerusakan jaringan, dan bahkan trauma psikologis jangka panjang. Menurut laporan WHO, breast ironing digolongkan sebagai salah satu bentuk harmful traditional practices (praktik tradisional yang berbahaya), di mana anak perempuan dan perempuan dewasa dipaksa menjalani prosedur yang tidak memiliki dasar medis yang kuat dan berdampak buruk pada kesehatan fisik serta emosional mereka. WHO telah menyerukan tindakan lebih lanjut untuk menghentikan praktik ini, mengingat dampaknya terhadap kesehatan perempuan.
ADVERTISEMENT
Sejauh Mana Kita Dapat Melindungi Individu Tanpa Menghilangkan Kebebasan Mereka untuk Memilih?
Pertanyaan ini sangat penting dalam memahami dilema yang muncul antara menjaga hak asasi manusia dan menghormati kebebasan memilih individu di dalam konteks tradisi yang berbahaya, seperti breast ironing. Secara mendasar, dilema ini menyoroti dua konsep yang saling bertentangan, yakni perlindungan hak-hak individu dan kebebasan budaya serta pilihan personal. Dalam kasus breast ironing, perempuan muda sering kali tidak memiliki kebebasan penuh untuk memilih, karena tradisi ini sering dipaksakan oleh tekanan sosial atau keluarga.
1. Kebebasan Memilih: Realitas atau Ilusi?
Dalam konteks breast ironing, kebebasan memilih sering kali menjadi konsep yang dipertanyakan. Banyak gadis muda yang menjadi korban praktik ini tidak sepenuhnya memahami atau menyetujui proses yang dilakukan pada tubuh mereka. Apakah mereka benar-benar memiliki kebebasan untuk memilih, atau apakah mereka berada dalam situasi di mana mereka merasa terpaksa menyesuaikan diri dengan harapan sosial? Di banyak komunitas di Nigeria, norma-norma sosial yang mengatur perilaku perempuan sangat kuat, sehingga anak perempuan yang mengalami breast ironing mungkin merasa bahwa mereka tidak punya pilihan lain.
ADVERTISEMENT
Jean-Paul Sartre dalam filsafat eksistensialisme menyatakan bahwa kebebasan memilih harus didasarkan pada kesadaran penuh atas konsekuensi dari pilihan tersebut. Namun dalam situasi seperti breast ironing, gadis-gadis muda mungkin tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang konsekuensi fisik dan mental dari prosedur ini. Ini berarti bahwa kebebasan yang mereka miliki hanyalah "ilusi kebebasan," karena keputusan mereka telah dipengaruhi oleh norma sosial yang kuat dan kurangnya kesadaran akan hak-hak mereka.
2. Perlindungan Negara dan Tanggung Jawab Moral
Negara memiliki peran penting dalam melindungi individu dari praktik-praktik yang merugikan, meskipun hal tersebut dianggap sebagai tradisi. Namun, sejauh mana negara dapat melindungi individu tanpa melanggar kebebasan mereka? Pertanyaan ini mengundang diskusi tentang peran pemerintah dalam memastikan hak asasi manusia dihormati, terutama ketika berhadapan dengan norma-norma tradisional.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks breast ironing, intervensi negara diperlukan untuk memastikan bahwa hak-hak anak perempuan dilindungi dari praktik berbahaya. Namun, intervensi ini harus disertai dengan pendekatan yang tidak semata-mata berbentuk paksaan atau sanksi, tetapi juga memberikan pendidikan dan kesadaran kepada masyarakat mengenai bahaya dari praktik ini. Program kampanye edukasi publik yang dilakukan oleh organisasi internasional seperti WHO dan UNICEF, yang berfokus pada hak-hak perempuan, kesehatan reproduksi, dan dampak negatif dari breast ironing, dapat membantu mendorong perubahan sosial tanpa menghilangkan hak masyarakat untuk terlibat dalam budaya mereka.
Namun, intervensi negara juga memiliki batas. Apakah negara harus menghukum individu yang tetap melakukan breast ironing? Meskipun ada argumen kuat bahwa negara perlu melarang praktik ini untuk melindungi individu, pendekatan represif dapat memicu resistensi budaya dan memperdalam jurang pemisah antara norma-norma lokal dan standar hak asasi manusia internasional. Bagaimana jika larangan ini dipandang sebagai serangan terhadap identitas budaya?
ADVERTISEMENT
3. Kebebasan Berbasis Informed Choice
Salah satu solusi yang mungkin menjembatani perlindungan individu dan kebebasan memilih adalah konsep informed choice. Kebebasan untuk memilih hanya berarti jika pilihan tersebut didasarkan pada pengetahuan dan pemahaman yang lengkap tentang alternatif yang ada serta konsekuensinya. Dalam konteks breast ironing, gadis-gadis muda seringkali tidak diberikan kesempatan untuk membuat pilihan yang sadar.
Untuk memastikan bahwa kebebasan mereka dihormati, pendidikan kesehatan reproduksi dan hak asasi manusia harus diberikan kepada mereka sejak dini. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang risiko yang terlibat, mereka mungkin bisa membuat keputusan yang lebih berdasarkan informasi. Dengan demikian, masyarakat dapat bergerak menuju penghapusan praktik ini secara sukarela, tanpa merasa bahwa budaya mereka diserang oleh nilai-nilai asing.
ADVERTISEMENT
4. Tanggapan Komunitas Internasional: Antara Intervensi dan Penghormatan Budaya
Organisasi internasional, seperti PBB dan WHO, memiliki tanggung jawab dalam menegakkan standar hak asasi manusia global, namun mereka juga harus berhati-hati agar tidak dipandang sebagai pihak yang mendikte atau menyinggung budaya lokal. Dalam kasus breast ironing, komunitas internasional harus menyeimbangkan antara intervensi untuk menghentikan pelanggaran hak asasi manusia dan menghormati kedaulatan budaya.
Pendekatan yang telah terbukti berhasil di beberapa negara Afrika adalah mengintegrasikan pendidikan dan kampanye kesadaran ke dalam struktur sosial yang ada, melibatkan pemimpin adat, tokoh agama, dan figur otoritas setempat. Dengan membentuk dialog dua arah antara masyarakat lokal dan organisasi internasional, pendekatan ini dapat membantu mengubah persepsi masyarakat mengenai breast ironing secara perlahan, tanpa harus merusak identitas budaya mereka.
ADVERTISEMENT
5. Rekomendasi Kebijakan: Perlindungan Melalui Pendidikan dan Dialog
Sebagai langkah ke depan, rekomendasi kebijakan yang dapat diambil untuk menangani dilema ini mencakup:
• Pendidikan Multisektor. Pemerintah Nigeria dapat bekerja sama dengan LSM dan organisasi internasional untuk menciptakan program pendidikan yang berfokus pada bahaya breast ironing, dengan mengutamakan pendekatan yang berakar pada tradisi lokal. Edukasi harus menekankan pentingnya hak asasi manusia dan kesehatan perempuan, namun disampaikan dengan cara yang tidak konfrontatif.
• Dialog Komunitas. Pemimpin lokal, tokoh agama, dan figur masyarakat perlu dilibatkan dalam dialog yang lebih luas mengenai breast ironing. Dengan cara ini, norma-norma sosial dapat berubah secara bertahap dari dalam komunitas, yang akan lebih berkelanjutan daripada intervensi eksternal semata.
ADVERTISEMENT
• Penguatan Layanan Kesehatan dan Psikologis. Layanan kesehatan harus lebih tersedia untuk perempuan yang telah menjadi korban breast ironing, termasuk dukungan psikologis dan pengobatan medis yang memadai.
• Kebijakan Nasional yang Berorientasi pada Hak Asasi Manusia. Pemerintah harus mempertimbangkan untuk mengesahkan undang-undang yang melarang praktik-praktik berbahaya seperti breast ironing, namun dengan fokus pada rehabilitasi dan pemulihan korban daripada hukuman semata.
Breast ironing di Nigeria bukan hanya masalah budaya atau kesehatan, tetapi juga mencerminkan dilema global antara hak asasi manusia dan penghormatan terhadap tradisi lokal. Kebebasan memilih yang sejati hanya dapat tercapai ketika individu memiliki akses pada pengetahuan yang tepat dan bebas dari tekanan sosial yang merugikan. Dengan pendekatan berbasis dialog, pendidikan, dan penghormatan terhadap kedaulatan budaya, solusi yang lebih adil dan berkelanjutan dapat dicapai.
ADVERTISEMENT