Konten dari Pengguna

Lagu Bukan Lawan Jenis, Kompleks Mesias dan Persoalan LGBT dari Efek Rumah Kaca

Junanda Amriansyah
Junanda Amriansyah merupakan seorang mahasiswa Universitas Airlangga jurusan Bahasa dan Sastra Inggris. Junanda rutin menulis di LPM SITUS di tahun 2020. Sekarang dia memiliki fokus terhadap kesehatan mental, video game dan literatur.
22 Februari 2022 17:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Junanda Amriansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penampilan grup musik Efek Rumah Kaca saat berkunjung ke kantor kumparan, Senin (24/2). Foto: Faisal Rahman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penampilan grup musik Efek Rumah Kaca saat berkunjung ke kantor kumparan, Senin (24/2). Foto: Faisal Rahman/kumparan
ADVERTISEMENT
Sejatinya, penulis adalah seorang "Eleniak" (sebutan untuk penggemar Efek Rumah Kaca). Penulis sudah mendengarkan seluruh album maupun single dari Efek Rumah Kaca (ERK). Dan jujur, penulis sangat ingin membeli merchandise dari ERK berupa kaos oblong apabila uang ada di kantong.
ADVERTISEMENT
Penulis sendiri senang mendengarkan kritikan-kritikan implisit maupun lagu-lagu berbumbu alegori yang diberikan oleh ERK. Bahkan penulis sedang mendengarkan EP terbaru dari ERK, yaitu Jalan Enam Tiga. Jelas ERK bukanlah band biasa. Meskipun begitu, ada salah satu lirik lagu di album favorit penulis yang menurut penulis cukup problematik.

Antara Homophobia dan Kompleks Mesias

Aku bertemu kamu dalam gelap
Aku menuntunmu menuju terang
Menuju terang dari gelap malam
Aku takut kamu suka pada diriku
Karena memang aku bukan lawan jenismu
Lirik lagu di atas yang problematik tersebut berada pada lagu Bukan Lawan Jenis pada album berjudul nama band sendiri dan merupakan album perdana dari ERK. Lagu dengan nada melodramatis dan sendu ini bercerita tentang seorang heteroseksual yang takut terhadap temannya yang homoseksual.
ADVERTISEMENT
Dan kemudian, si takut mencoba menuntun yang menakuti untuk menjadi benar kembali, yaitu heteroseksual. Menuntun dalam artian ini adalah memperbaiki sang homoseksual, sesuai lirik lagu berupa menuntunmu menuju terang.
Konteks ini menyebabkan beberapa hal problematik. Pertama, ERK sejatinya membuat lagu-lagu yang mengkritik mayoritas maupun pasar yang sudah umum, namun di lagu kali ini justru menciptakan lagu yang mengucilkan kaum minoritas dan memposisikan mereka sebagai yang salah secara normatif, yaitu kaum homoseksual atau yang secara pragmatis dikenal dengan komunitas LGBT. Metafora bahwa sang homoseksual sedang di posisi gelap dan dituntun menuju terang semakin menambah cabikan stigma terhadap komunitas LGBT. Komunitas tersebut diandaikan di posisi gelap, dan band ini sebagai juru selamat yang menggiring jauh mereka dari kegelapan.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, rasa takut si hetero apabila si homoseksual menyukainya juga menstigmatisasi kaum LGBT. Seakan dapat terjadi implikasi negatif jika sang hetero disukai dengan sang homoseksual. Padahal, apapun bentuknya, hubungan terjadi karena adanya consent. Ini semakin menjerumuskan pandangan bahwa LGBT memiliki kecenderungan rapist, yang tentu saja salah besar, karena kunci utamanya adalah consent.
Selanjutnya, dengan menganggap bahwa homoseksualitas merupakan penyimpangan, sesuai lirik lagu bahwa sosok homoseksual harus diselamatkan, ERK seakan-akan memposisikan dirinya sebagai band penyelamat ataupun sang Mesias, dari terminologi yang datang dari nabi Isa ataupun Yesus Kristus.
Dengan menuntun yang ERK anggap sebagai liyan dan dianggap lebih rendah, lagu ini menyebabkan ERK mengidap Kompleks Mesias atau Messiah Complex. Sebuah kompleksitas dimana seseorang ataupun sekelompok merasa mereka ditakdirkan untuk menyelamatkan dan menjadi seorang penyelamat atau savior dalam kaidah bahasa Inggris. Karena sejatinya sendiri, kaum LGBT tidak perlu diselamatkan, tidak ada bahaya yang akan muncul maupun dimunculkan dari sang homoseksualitas di lirik cerita tersebut.
ADVERTISEMENT
Mungkin pada era itu, 2007, Indonesia sendiri memang masih belum progresif dibanding sekarang apabila ada isu soal LGBT. Yang mengenaskan dan agak ironis, sedikit komedik juga menurut penulis adalah ERK sebagai band yang diagungkan progresif dan revolusioner, justru pada salah satu albumnya mengandung konten yang sangat konservatif dan implikasi pengucilan kaum minoritas.
Meskipun begitu, ERK adalah band yang sungguh legendaris bagi penulis. ERK diharapkan terus menciptakan lagu yang progresif dan memiliki pesan moral tanpa mengucilkan satu komunitas pun. Dengan begitu, mungkin ERK dapat memperbaiki diri dari blunder satu lagu ini. Tetap, penulis akan selalu mendengarkan ERK di kala senja sambil menyeruput secangkir kopi sesuai stereotipe remaja ke pre-dewasa masa kini.
ADVERTISEMENT