Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Penghapusan Batas Usia Pelamar Kerja dalam Perspektif Hukum Tata Negara
2 Juni 2024 11:33 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Jundi Fathi Rizky tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pekerjaan Sudah menjadi kebutuhan fundamental bagi manusia untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Ketika seseorang bekerja maka ia berusaha untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Selain memenuhi kebutuhan dirinya, kebanyakan orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan anak, istri dan keluarga. Namun di Tengah persaingan industri yang semakin massif, di tambah dengan dukungan pemerintah untuk membuka keran lapangan pekerjaan seluas luasnya melalui Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) ternyata angka pengangguran di indonesia masih terbilang sangat tinggi. Menurut bureau of labor statistcs, pengangguran di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 6,1 juta jiwa. Jika melihat kebelakang tepatnya tahun 2020, indonesia mengalami guncangan besar Pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Guncangan ini menyebabkan ketidakstabilan pada beberapa sektor salah satunya faktor ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) ada sekitar 368.000 pekerja di atas usia 40 tahun yang di PHK akibat pandemi covid-19. Badai PHK ini kemudian menjadi efek Domino dan berimplikasi pada bertambahnya angka pengangguran di indonesia.
Batas usia pelamar menjadi faktor bertambahnya pengangguran dan menjadi "momok menakutkan" bagi para Jobseekers yang berumur di atas 40 tahun. Pasalnya, diskriminasi usia kerja menjadi fenomena yang lazim di temui di Lapangan. Banyak Perusahaan yang mensyaratkan maksimal usia 35-40 tahun atau bahkan maksimal usia 25 tahun sebagai persyaratan pekerjaan.Akibatnya, pekerja yang kompeten dan memiliki kapabilitas pun harus berhadapan dengan diskriminasi usia.
ADVERTISEMENT
Hal ini berbanding terbalik dengan ukuran usia produktif menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan bahwa, "Kriteria Usia produktif menurut BPS adalah 15-64 Tahun". Angka ini mengacu pada standar organisasi Kesehatan dunia (WHO) yang juga menggunakan usia 15-64 tahun sebagai usia produktif dengan pertimbangan psikologis dan mortalitas.
Secara yuridis Indonesia telah mengatur tentang diskriminasi pekerja ini. Hal ini tertuang dalam UU 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan menyebut “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk mendapatkan pekerjaan Maka sudah semestinya negara turun tangan untuk mengatasi hal ini, karena selain hal ini merugikan pada sendi kehidupan Masyarakat, Diskriminasi usia pekerja juga berlawanan dengan Nilai ketatanegaraan Fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebagaimna yang kita ketahui Bersama, Acuan ketatanegaran negara Indonesia tertuang dalam Undang undang dasar 1945. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan", selain itu Pasal 28I ayat (2) UUD RI 1945 menentukan bahwa setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapat perlindungan atas perlakuan yang bersifat diskriminatif.
Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ini membuka pintu bagi potensi diskriminasi karena pemberi kerja dapat memilih tenaga kerja berdasarkan kriteria yang tidak relevan dan diskriminatif seperti usia, jenis kelamin, atau etnis.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang memberikan judul tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,32 persen dan rata-rata upah buruh sebesar 3,18 juta rupiah per bulan. Selain itu, Pemerintah masih membiarkan praktik-praktik syarat lowongan kerja yang diskriminasi dan tidak melaksanakan konvensi ILO Tahun 1958 (Nomor 111) mengenai diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan. Secara umum, pasal dalam konvensi ILO memberikan tanggung jawab bagi negara untuk memastikan tidak ada diskriminasi dalam proses rekrutmen hingga pelaksanaan hubungan kerja.
Pengamat Ketenagakerjaan, Timbul Siregar mengatakan bahwasan nya pekerja usia di atas 40 tahun rentan mengalami diskriminasi usia, diskriminasi tersebut dilakukan secara halus, yaitu dengan menganggap usia di atas 40 tahun bukanlah usia produktif, Timbul juga menambahkan, alasan Perusahaan lebih ingin mengambil pekerja yang muda di dasari pada faktor cost. Pekerja yang lebih muda di anggap lebih produktif dan memiliki cost lebih rendah ketimbang pekerja dengan usia yang lebih tuu dan matang.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Timbul Siregar , Praktisi HR Yunus Triyonggo menyebut bahwa telah terjadi stereotype terhadap pekerja lanjut usia, pekerja lanjut usia di anggap sudah tidak produktif dan tidak berkompeten lagi. Padahal Menurutnya, seiring bertambahnya usia akan semakin menguat juga level dan kompeten seseorang. Oleh karena itu, Yunus menuturkan bahwa mencari kompetensi berdasar usia tidaklah sepenuhnya benar. HRD semestinya berfokus pada penilain kompetensi tanpa harus melabeli faktor usia. Menanggapi diskriminasi usia ini, Wakil Menteri ketenaga kerjaan Afriyansyah Noor berpendapat bahwasannya fenomena diskriminasi usia ini tidak lah harus terjadi, karena usia 40-60 tahun merupakan usia yang masih tergolong produkti. Namun di sisi lain belum ada sanksi resmi yang di berlakukan bagi pihak yang membatasi usia.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, praktik diskriminasi usia atau Ageism ini sangatlah merugikan pelamar kerja diatas usia 40 tahun. Apalagi pelamar kerta usia diatas 40 tahun yang di PHK karena pandemi akan kesulitan mencari ladang penghasilan. Padahal dilain sisi, mereka mempunyai tanggungan keluarga dan harus menghidupinya. Maka seharusnya pemerintah hadir untuk memberikan solusi cepat dan tepat dalam menangani perkara ini dengan cara penghapusan batas usia maksimal pelamar kerja seperti yang sudah dilakukan di negara-negara maju semacam Jerman.