Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Mengenal Tradisi Ruwatan dari Pengertian hingga Tata Cara Pelaksanaannya
2 Agustus 2023 14:09 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ruwatan merupakan salah satu tradisi yang dirayakan secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa. Biasanya, tradisi ini dilakukan untuk mencegah kesialan dan bala bencana.
ADVERTISEMENT
Di Yogyakarta, tradisi ruwatan biasa dirayakan dengan khidmat. Masyarakat setempat percaya bahwa tradisi ini merupakan ritual untuk mengusir dewa jahat bernama Bathara Kala.
Mereka menganggap bahwa tradisi ini dapat melestarikan budaya leluhur. Mengutip Etnologi Jawa karya Prof. Dr. Suwardi Endraswara (2015), tradisi ini juga bisa menjadi media untuk menyelaraskan energi positif dan negatif.
Oleh karena itu, tradisi ruwatan seringkali diisi dengan prosesi selamatan dan pembacaan doa. Bagaimana tata cara pelaksanaannya?
Tradisi Ruwatan dan Perayaannya
Mengutip buku Dari Kearifan Lokal Digapai Kekuatan Nusantara susunan Atiqa Sabardila, dkk., tradisi ruwatan dibagi menjadi tiga jenis, yakni ruwat untuk diri sendiri, lingkungan, dan desa atau wilayah. Tujuan ketiganya untuk penyucian dari segala energi negatif yang ada.
ADVERTISEMENT
Dalam pelaksaannya, tradisi ruwatan membutuhkan persyaratan khusus berupa sajen. Sajen tersebut terbuat dari makanan dan benda-benda yang digunakan sebagai sarana komunikasi dan interaksi dengan makhluk tak kasat mata.
Masyarakat Jawa juga kerap mempersembahkan sajen kepada arwah leluhur atau nenek moyang mereka. Penyajian sajen bersifat wajib, namun ada juga yang menganggapnya sebagai syarat semata.
Ada beberapa jenis sajen yang dibutuhkan saat prosesi ruwatan. Contohnya yaitu kemenyan wangi (ratus), kain mori putih, kain batik, padi segedeng, beragam nasi, jenang, jajan pasar, lawe, aneka rujak, air tujuh sumber, dan bunga setaman.
Di Mojokerto, ada tradisi ruwatan khusus yang dinamakan Ruwat Jolotundo. Sesuai dengan namanya, tradisi ini diselenggarakan di Candi Jolotundo yang dikenal sebagai wisata religi Mojokerto.
ADVERTISEMENT
Tradisi Ruwat Jolotundo mengandung nilai syukur, kesadaran melestarikan alam, kesadaran melestarikan warisan leluhur, hidup berdampingan, dan lainnya. Nilai-nilai tersebut dianggap mampu meningkatkan level hidup masyarakat dalam berbagai aspek.
Prosesi Ruwat Jolotundo terdiri dari tiga tahapan, di antaranya persiapan, pelaksanaan, dan penutup. Dikutip dari buku Potensi Geohistoris Gunung Penanggungan susunan Nuansa Bayu Segara (2019), berikut penjelasannya:
1. Persiapan
Langkah pertama adalah membentuk kepanitiaan untuk acara ruwatan. Panitia khusus bertugas untuk menyiapkan acara inti seperti penentuan tanggal, perlengkapan acara, sajen, daftar donatur, konsep acara, dan lainnya.
2. Pelaksanaan
Acara ruwatan biasanya akan menampilkan berbagai macam kesenian seperti jaranan, bantengan, ujung, dan wayangan. Kemudian, ada juga sumaninggah yang dilakukan dengan memohon izin kepada Tuhan Yang Maha Esa dan leluhur.
ADVERTISEMENT
Acara dilanjutkan dengan kirab agung di Petirtaan Candi Jolotundo. Kemudian, ada juga pelepasan burung dan penanaman pohon sebagai simbol pelestarian alam.
3. Penutup
Acara ruwatan biasanya ditutup dengan pembacaan doa dan selamatan. Ini ditujukan sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan, sekaligus permohonan agar Dia melimpahkan berkah-Nya kepada umat.
(MSD)