Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Keberatan ditolak, Sari Roti wajib bayar denda Rp 2,8M, kenapa?
12 Maret 2019 13:27 WIB
Diperbarui 20 Maret 2019 20:07 WIB
ADVERTISEMENT
SURABAYA, kabarbisnis.com: Pengadilan Negeri (PN) Cikarang menguatkan Putusan KPPU terkait Keterlambatan Pemberitahuan dalam Pengambilalihan Saham Perusahaan PT. Prima Top Boga (PTB) oleh PT. Nippon Indosari Corpindo, Tbk (Sari Roti).
ADVERTISEMENT
Atas dasar tersebut, Majelis Hakim memutuskan untuk menolak permohonan Sari Roti atas keberatan secara keseluruhan dan menghukum Sari Roti untuk membayar biaya perkara. Dan atas putusan tersebut, maka Sari Roti juga wajib membayar denda atas keterlambatan pelaporan akuisisi saham BTP sebesar Rpb2,8 miliar.
“Sebelumnya KPPU telah memutuskan atas pelanggaran yang dilakukan Sari Roti dan mewajibkan mereka untuk membayar denda, tetapi PT. Nippon Indosari Corpindo, Tbk tidak menerima Putusan KPPU No. 07/KPPUM/2018 tersebut dan mengajukan keberatan ke PN Cikarang” terang Ketua Majelis Hakim Decky Christian dalam siaran pers yang diterima kabarbisnis.com, Surabaya, Senin (11/3/2019).
Dalam pemeriksaan yang dilakukan PN menunjukkan bahwa materi keberatan yang diajukan oleh Sari Roti pada pokoknya tidak sependapat dengan pertimbangan Majelis Komisi KPPU. Beberapa materi tersebut antara lain adalah penentuan tanggal efektif yuridis, dan pertimbangan pemberat dalam pengenaan denda yang dibuat oleh KPPU kepada Sari Roti tidak relevan dan sangat mengada-ada.
ADVERTISEMENT
“Terhadap keberatan yang diajukan oleh PT. Nippon Indosari Corpindo, Tbk atau Sari Roti selaku Pemohon Keberatan, Majelis Hakim dalam pertimbangannya, sependapat dengan KPPU bahwa tanggal efektif yuridis pengambilalihan saham yang dilakukan oleh Pemohon Keberatan terhadap PTB adalah terhitung sejak mendapatkan keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU 0003152.AH.01.02 tanggal 9 Februari 2018,” terangnya.
Lebih jelas ia menjelaskan bahwa pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan Perkara a quo bermula dari adanya Laporan Penyelidikan yang diidentifikasi dari keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 jo. Pasal 5 PP No. 57 Tahun 2010 dalam Pengambilalihan Saham (Akuisisi) berkaitan dengan keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham PTB oleh PT. Nippon Indosari Corpindo, Tbk selaku Pemohon Keberatan.
ADVERTISEMENT
Majelis Komisi perkara tersebut menemukan fakta-fakta dalam persidangan antara lain nilai penjumlahan aset PT. Nippon Indosari Corpindo, Tbk dan PTB mencapai sekitar Rp. 3,418 triliun. Nilai aset tersebut dihitung berdasarkan penjumlahan nilai aset dari Badan Usaha yang mengambilalih saham perusahaan lain dan Badan Usaha yang diambilalih serta Badan Usaha yang secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau dikendalikan oleh Badan yang mengambilalih saham perusahaan lain dan Badan Usaha yang diambilalih.
Dengan demikian, jumlah aset Rp 3,418 triliun tersebut sudah melebihi nilai ambang batas sebesar Rp 2,5 triliun dan tidak ada hubungan afiliasi antara PT. Nippon Indosari Corpindo, Tbk dengan PTB, sehingga wajib diberitahukan kepada Komisi selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal efektif yuridis pengambilalihan saham tersebut.
ADVERTISEMENT
“Tanggal efektif yuridis pengambilalihan saham PTB tanggal 9 Februari 2018 berdasarkan SK perubahan anggaran dasar PT. Prima Top Boga Nomor AHU./AH.01.03-0061708 yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM sehingga batas akhir pemberitahuan jatuh pada tanggal 23 Maret 2018. Sementara pemberitahuan resmi pengambilalihan saham disampaikan ke KPPU pada tanggal 29 Maret 2018, sehingga terdapat keterlambatan empat hari kerja,” ujarnya.
Atas dasar tersebut, Majelis Komisi Perkara No. 07/KPPU-M/2018 menyatakan bahwa Sari Roti terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 jo. Pasal 5 PP No. 57 Tahun 2010 dan menghukumnya dengan membayar membayar denda sebesar Rp 2,8 miliar yang harus disetor secara langsung ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran.
ADVERTISEMENT