Konten Media Partner

Tradisi Mekotek dari Bali Masuk dalam Rangkaian Ruwatan Nusantara

19 Juni 2022 16:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tradisi Mekotek di Desa Munggu, Badung, Bai - IST
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi Mekotek di Desa Munggu, Badung, Bai - IST
ADVERTISEMENT
BADUNG, kanalbali.com - Jelang Ruwatan Bumi yang akan dilaksanakan pada pertemuan tingkat Menteri Kebudayaan negara G20 di Kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, rangkaian ruwatan dilaksanakan di berbagai daerah.
ADVERTISEMENT
Salah-satunya di Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung yang melakukan ritual Mekotek. Tradisi Mekotek dilaksanakan secara rutin setiap Hari Raya Kuningan dan dipercaya sebagai simbol kemenangan juga upaya untuk menolak bala.
Narasi yang coba dibangun dalam kegiatan upacara Ruwatan Bumi ini, menurut Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid adalah untuk memperlihatkan bahwa upacara adat bisa dipakai sebagai kontrol sosial, interaksi dan komunikasi antar warga masyarakat.
"Bahkan warga dunia yang pada akhirnya dapat mempererat hubungan masyarakat bahkan hubungan antar negara," katanya dalam rilis yang diterima Minggu (19/6/2022).
“Dan terpenting sesuai dengan tema G20 ‘Recover Together, Recover Stronger’ tradisi mekotek turut mendoakan agar bumi dan masyarakatnya kembali bersih dan pulih. Tradisi ini juga menjadi sebuah aksi nyata dimana kita perlihatkan semangat gotong royong yang ditonjolkan dalam rangkaian ruwatan bumi ini,” tutur Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat Sjamsul Hadi.
ADVERTISEMENT
Mengenai tradisi Mekotek, Jero Bendesa Adat Munggu Rai Sujana mengatakan, kepercayaan ini muncul karena saat tradisi mekotek ditiadakan karena dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda, terjadi wabah penyakit dan banyak yang meninggal dunia.
" Akhirnya kembali diizinkan tapi yang awalnya menggunakan tombak harus diganti dengan kayu”, jelas Jero Bendesa Adat Munggu Rai Sujana.
Tradisi Mekotek di Desa Munggu, Badung, Bai - IST
Kayu pulet yang sudah dikupas kulitnya digunakan sebagai pengganti tombak. Kayu dengan panjang 2 hingga 3,5 meter ini dibawa oleh tiap peserta untuk kemudian diadu satu sama lain sehingga menimbulkan bunyi “tek tek”.
Prosesi ini dimulai dengan persembahyangan di Pura Dalem Munggu dan pawai menuju titik akhir di sumber air Desa Munggu. Di setiap pertigaan dan perempatan jalan, tongkat kayu diadu di udara membentuk piramida atau kerucut lalu peserta berputar dan berjingkrak dengan iringan gamelan. Sampai di sumber air, semua perangkat upacara yang dibawa dari Pura Dalem diberi tirta suci untuk dibersihkan. (kanalbali/RLS/RFH)
ADVERTISEMENT