Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Makanan Fermentasi Lokal: Tren Sehat yang Makin Mendunia
15 Desember 2024 12:35 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Karina Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun terakhir, makanan fermentasi lokal Indonesia semakin mendapat perhatian, tidak hanya di pasar domestik tetapi juga di kancah internasional. Produk seperti tempe, tape, oncom, dan bahkan kombucha buatan lokal kini menjadi pilihan utama masyarakat yang mencari makanan sehat sekaligus berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini tidak lepas dari meningkatnya kesadaran terhadap manfaat kesehatan makanan fermentasi. Kaya akan probiotik dan enzim alami, makanan fermentasi dikenal mampu menjaga kesehatan pencernaan, meningkatkan daya tahan tubuh, hingga membantu metabolisme. Tak heran jika banyak orang kini beralih dari makanan olahan tinggi ke makanan fermentasi yang lebih alami.
Menurut data Asosiasi Kuliner Nusantara, permintaan makanan fermentasi di Indonesia meningkat hingga 25% pada tahun 2024. "Ini tren yang menggembirakan. Generasi muda kini mulai menghargai makanan tradisional yang sebelumnya dianggap kuno. Produk seperti tempe dan tape kini dipandang sebagai superfood lokal yang sangat bermanfaat," ujar Dimas Ariawan, Ketua Asosiasi tersebut.
Inovasi Kuliner Fermentasi
Restoran dan kafe di berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta mulai mengkreasikan makanan fermentasi menjadi sajian modern. Beberapa di antaranya menghidangkan pizza dengan topping tape keju, tempe goreng ala Jepang, hingga smoothies dengan campuran kombucha rasa stroberi.
ADVERTISEMENT
"Awalnya, saya hanya menjual kombucha untuk komunitas kecil. Namun setelah dikembangkan dengan berbagai rasa buah tropis seperti mangga dan nanas, produk ini mulai diminati oleh masyarakat luas," ungkap Rizky Mahendra, seorang pengusaha kombucha di Bali yang kini mengekspor produknya ke Singapura dan Australia.
Selain itu, tempe—ikon makanan fermentasi Indonesia—kini telah mendapat pengakuan internasional sebagai sumber protein nabati yang ramah lingkungan. Sejumlah startup kuliner di Eropa bahkan menjadikan tempe sebagai bahan utama produk alternatif daging.
Tantangan dan Peluang
Meski demikian, pelaku industri makanan fermentasi di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, mulai dari edukasi konsumen hingga menjaga kualitas produk. "Banyak orang yang belum memahami cara mengonsumsi makanan fermentasi dengan benar. Misalnya, mereka mengira tempe hanya cocok untuk digoreng, padahal bisa diolah menjadi berbagai hidangan lezat dan sehat," jelas Diah Ayu, seorang chef yang fokus pada masakan berbasis makanan fermentasi.
ADVERTISEMENT
Dr. Hendra Putra, seorang ahli gizi, juga mengingatkan bahwa meskipun makanan fermentasi sangat bermanfaat, konsumsinya harus seimbang. "Jika terlalu banyak, makanan ini dapat menyebabkan gangguan pencernaan karena kandungan asamnya. Jadi, kuncinya adalah moderasi," katanya.
Menuju Ekspor Lebih Luas
Kementerian Perindustrian dan Perdagangan saat ini juga mendorong ekspor produk makanan fermentasi lokal. Program "Go Tempe Global" yang diluncurkan tahun ini bertujuan untuk mempromosikan tempe sebagai warisan budaya sekaligus komoditas andalan.
"Selain memberikan manfaat ekonomi, ekspor makanan fermentasi juga bisa memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia internasional. Kami ingin tempe menjadi simbol makanan sehat dan ramah lingkungan," ungkap Menteri Perdagangan dalam sebuah konferensi pers.
Melihat perkembangan ini, banyak pihak optimistis bahwa makanan fermentasi tidak hanya menjadi bagian dari tren sehat, tetapi juga menjadi pilar penting dalam kuliner berkelanjutan. Dengan dukungan inovasi dan promosi yang tepat, makanan fermentasi lokal Indonesia berpotensi untuk terus berkembang, baik di dalam negeri maupun di pasar global.
ADVERTISEMENT