Konten Media Partner

Mengenal Apa Itu Kuret, Prosedur, dan Efek Sampingnya

14 November 2022 16:02 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pelaksanaan prosedur medis kuretase. Foto: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelaksanaan prosedur medis kuretase. Foto: Pexels.com
ADVERTISEMENT
Kuretase atau yang biasa disebut kuret adalah prosedur medis yang biasanya dilakukan pada pasien wanita. Lantas, apa itu kuret?
ADVERTISEMENT
Kuret adalah prosedur medis yang dilakukan untuk keperluan diagnosis atau menangani kondisi kesehatan tertentu. Prosedur ini sering mengatasi masalah pada rahim.
Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai prosedur kuret. Pahami apa itu kuret melalui penjelasan di bawah ini.

Apa Itu Kuret?

Kuret atau kuretase merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk mengangkat jaringan dari dalam rahim. Mengutip dari ulasan Dilation and Curettage oleh Danielle B. Cooper dan Gary W. Menefee, kuret biasanya diawali dengan prosedur dilatasi. Dilatasi adalah prosedur yang dilakukan untuk melebarkan atau membuka serviks.
Serviks merupakan leher rahim yang terhubung dengan vagina. Setelah melebarkan serviks, dokter akan menggunakan alat yang berbentuk sendok untuk mengangkat jaringan dari lapisan dalam rahim. Kuret sebenarnya adalah nama alat yang berbentuk sendok tersebut.
ADVERTISEMENT
Proses pelebaran dan pengangkatan jaringan rahim sendiri disebut dilatasi dan kuretase (dilation & curettage). Dilatasi dan kuretase dilakukan untuk:

Bagaimana Prosedur Kuret Dilakukan?

Prosedur kuretase diawali dengan dilatasi untuk membuka leher rahim sebelum memasukan kuret. Foto: Pexels.com
Sebelum melakukan prosedur dilatasi dan kuretase, tenaga medis akan memberikan obat anestesi untuk membius. Setelah itu, dokter akan melakukan proses dilatasi terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan kuretase. Secara umum, berikut prosedur dilatasi dan kuretase dilakukan:
ADVERTISEMENT
Setelah prosedur dilatasi dan kuretase dilakukan, pasien mungkin akan merasakan kram, mual, dan muntah karena efek samping dari pemberian obat bius.
Pada umumnya, pasien akan kembali beraktivitas normal dalam satu atau dua hari. Selain itu, pasien perlu menghindari beberapa aktivitas agar tidak memperburuk kondisi.
ADVERTISEMENT

Apakah Kuret Berbahaya?

Kuret memiliki berbagai macam risiko komplikasi yang menyerang bagian rahim. Foto: Pexels.com
Prosedur kuret termasuk prosedur yang aman dilakukan. Akan tetapi, beda dengan prosedur medis lainnya, kuret memiliki berbagai macam risiko komplikasi seperti:

Apakah Bisa Hamil Setelah Kuret?

Para ahli percaya bahwa proses dilatasi dan kuretase harusnya tidak mempengaruhi kemampuan seseorang untuk hamil karena sejatinya, tubuh akan melakukan proses penyembuhan diri secara alami. Jika menerima prosedur kuretase setelah keguguran, seorang wanita bisa kembali hamil setelah hormon hCG dibersihkan dari aliran darah.
ADVERTISEMENT
Meskipun dilatasi dan kuretase tidak mempengaruhi kemampuan seseorang untuk hamil, beberapa studi menyebutkan bahwa dilatasi dan kuretase akan mempengaruhi proses persalinan.
Mengutip dari studi Dilatation and Curettage Increases the Risk of Subsequent Preterm Birth: a Systematic Review and Meta-Analysis oleh M. Lemmer, seseorang yang pernah melakukan prosedur dilatasi dan kuretase akan memiliki risiko mengalami persalinan prematur di kehamilan berikutnya.
Untuk menghindari hal ini, cobalah untuk mempertimbangkan efek samping dan risiko yang muncul setelah kuret. Selain itu, diskusikan dengan dokter terkait pilihan penanganan medis lainnya yang bisa dipilih sebagai alternatif dari prosedur kuretase.

Kapan ke Harus ke Dokter?

Pasien yang telah melakukan prosedur kuret harus menghubungi tenaga medis atau dokter secepatnya apabila:
ADVERTISEMENT
Gejala di atas perlu diwaspadai karena gejala-gejala tersebut bisa menandakan adanya infeksi setelah kuret atau komplikasi yang lebih parah. Maka dari itu, pasien perlu segera mendapatkan penanganan medis untuk mencegah munculnya gangguan kesehatan yang membahayakan.
Artikel ini telah direview oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
(SAI)