Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Obsesi Wanita Terhadap Bentuk Tubuh "Sempurna"
4 Desember 2024 14:20 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Kayla Tabitha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Banyak orang yang berpendapat bahwa bentuk tubuh merupakan sesuatu yang bisa menggambarkan nilai bahkan moral seseorang. Dan pandangan tersebut tentu saja ditujukan pada para Wanita. Mengapa? Karena saat membicarakan tentang bentuk tubuh, pasti akan mengacu pada Wanita. Walau tidak semua, namun pada pada kenyataannya begitu. Banyak sekali tokoh tokoh yang dijadikan idola karena memiliki tubuh yang dibilang ‘sempurna’. Contohnya adalah Marilyn Monroe dan Madonna. Mereka memiliki tubuh yang langsing, ramping, dan kencang. Dan untuk mencapai tubuh yang didambakan oleh banyak orang adalah dengan melalui diet ketat. Diet sendiri adalah sebuah sistem yang digunakan untuk mengontrol pola makan dan olahraga yang menjadi lebih intensif.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dikatakan Bordo, diet dapat dilakukan jika kita memiliki keinginan untuk menahan nafsu makan kita sendiri maupun bisa juga karena alasan keagamaan. Dan pemikiran itu terus tertanam pada sebagian Wanita, sehingga pada Era Victoria yang tadinya banyak kaum yang bisa memakan makanan mewah apapun yang mereka inginkan namun mereka tertahan demi untuk mencapai tubuh ‘ideal’ mereka.
Bordo juga berpendapat, bahwa tubuh juga dapat menentukan moralitas, serta kepemilikan tubuh dapat menandakan kehidupan seseorang. Contohnya jika ia memiliki tubuh langsing itu artinya dia disiplin terhadap apa yang ia konsumsikan setiap hari nya beserta kehidupannya. Sebab, untuk mendapatkan tubuh yang ‘sempurna’ itu membutuhkan banyak waktu dan pengorbanan dan kebebasan. Sebab pasti banyak aturan aturan yang harus dipatui jika ingin memiliki tubuh yang ‘ideal’ itu.
ADVERTISEMENT
Secara sosiologis, narasi tubuh Wanita dibagi dalam tiga bentuk, pertama tubuh wanita merupakan simbol atau identitas diri dalam dunia sosial, hal ini berhubungan dengan harga diri dan martabak wanita sebagai bentuk citra wanita, sehingga berimbas pada bentuk konstruktivisme gender laki-laki dan perempuan dalam realitas sosialnya (Muhmad Pirus & Nurahmawati, 2020). Kedua, tubuh wanita menjadi kajian menarik yang berkaitan dengan dunia dunis medis, seperti orientasi seksual dan fungsi reproduksi (Foster, 1994). Terakhir tubuh wanita berhubungan dengan seksualitas yang mengerucut pada bentuk persoalan gender (Tabahi, 2020).
Tuntunan tubuh ideal dalam kehidupan masyarakat menjadi dorongan bagi para perempuan untuk memodifikasi tubuhnya. Kemudian muncullah kriteria tubuh ideal yang diasosiasikan ke dalam bentuk pemahaman ‘tubuh ideal’, seperti langsing, putih, glowing, tinggi, hidung mancung, dan sebagainya hal ini merupakan hasil dari kondisi yang menjadi tolak ukur idealis atas tubuh perempuan saat ini (Taniguchi & Ebesu Hubbard, 2020).
ADVERTISEMENT
Keindahan bentuk tubuh yang sudah ditanamkan dalam pemikiran perempuan seperti tadi saat ini telah menjelma menjadi ibjek konsumerisme public yang tak dapat terelakan. Alhasil paradigma pemikiran tentang tubuh wanita dalam realitas masyarakat yang luas menjadi objek keindahan yang dinikmati oleh laki-laki. Apalagi saat ini para wanita dilekatkan pada objek lain seperti fashion yang pada akhirnya tubuh wanita pendandi pertanda (Calefato, 2021).
Tubuh wanita mennjadi semakin tidak Merdeka akibat dampak dari fashion yang seakan-akan menjadi tuntutan dalam dunia industrialisasi konsumtif. Pada akhirnya, tubuh menjadi satu rangkaian kuasa masyarakat yang selalu dinarasikan dengan melihat parameter ‘ke-ideal-an’ dari bentuk tubuh itu sendiri. Wacana mengenai tubuh perempuan menjadi sebuah narasi besar yang pada akhirnya membawa pada pergeseran yang tidak menentu dari narasi tubuh sebagai organ biologis ke narasi tubuh konsumen di dunia industri.
ADVERTISEMENT
Hal ini terjadi karena tubuh di ruang publik diasosiasikan dengan simbol-simbol konsumerisme seperti dunia fashion, sehingga membawa konsekuensi terhadap nilai tubuh perempuan di luar batas nilai dan standar. Pada akhirnya, tubuh menjadi sebuah bentuk imajiner yang mengharuskan semua orang yang melihatnya untuk menyesuaikan diri dengan realitas budaya yang diobjektifkan. Tubuh tidak hanya mengikuti konsep dirinya saja, tetapi tubuh juga menjadi bermakna melalui berbagai bentuk penafsiran.
Iklan mobil, produk kecantikan dan cover majalah merupakan wujud nyata fantasi terhadap tubuh perempuan, perdebatan norma menjadi arena konsumerisme tidak hanya dalam dunia barang dan jasa tetapi juga dalam bentuk lain seperti hasrat seksual. Pada akhirnya, wujud material yang diasosiasikan dengan perempuan menjadi konsep baru tentang diri perempuan, yang menurutnya perempuan selalu berada dalam lingkaran kemewahan.
ADVERTISEMENT
Keindahan dalam berpenampilan menjadikan arena fantastik, karena tubuh berada di ruang domestik yang tujuannya adalah untuk memamerkan sedemikian rupa. Alhasil, tubuh diatur oleh dinasti terbesar dalam dunia industrialisasi guna mendapatkan hasil capital yang berlipat ganda. Namun, mereka tidak sadar bahwa nilai dari tubuhnya lebih berharga dibanding dengan hasil yang ia capai. Gejolak kebebasan dan hingar-bingar budaya konsumerisme tubuh menjadi hal yang wajar untuk diperdagangkan, sehingga tubuh mengalami pergeseran makna yang mengikuti alur pikiran dan konteks yang sedang muncul pada waktu itu.
ADVERTISEMENT
Tubuh, tidak lagi sekedar organ biologis namun tubuh menjadi konsumsi di ruang publik, sehingga berindikasi pada pemaknaan atas tubuh perempuan yang semakin universal. Pemikiran tentang tubuh baik itu perempuan maupun laki-laki dalam dunia industrialisasi menjadi hal yang memaksa dalam membentuk citra seseorang dengan basis komersialisasi, padahal tubuh manusia bukanlah sebuat bentuk melainkan sebuah tatanan nilai dalam dunia sosial. Serta, tubuh merupakan atribut yang memiliki ruang dan tempat sebagai satu identitas dari dirinya. Kata ‘cantik’ atau ‘ganteng’ menjadi tolak ukur dengan berbagai komposisi yang harus ada di dalamnya, seperti putih, glowing, putih, tinggi, berotot, kurus, dan mulus menjadi satu-satunya komposisi konstruktivis modal sosial tubuh manusia dalam dunia kapitalis.