Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kurikulum Merdeka Sebagai Bentuk Ambisi Negara yang Berlebihan
15 Desember 2024 13:36 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Kaysa Ramadhani Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kurikulum merdeka ini merupakan kurikulum yang diterapkan pada masa kabinet presiden Joko Widodo melalui Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbud Ristek, Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A. Beliau mengatakan bahwa kurikulum ini dibuat untuk menjadi solusi dalam mengatasi krisis pembelajaran di Indonesia yang tidak ada perkembangan atau stagnan dari tahun ke tahun, hingga diperparah oleh bencana yang melanda seluruh dunia yaitu Covid-19, berdasarkan blog kementrian pendidikan dan kebudayaan mengenai kurikulum merdeka.
ADVERTISEMENT
Kurikulum prototype ini mulai dilaksanakan sejak 2022 hingga saat ini 2024. Sesuai dengan namanya kurikulum ini dipercaya dapat memberikan kebebasan kepada guru dalam menerapkan pembelajaran dan kepada siswa dalam menentukan potensi mereka. Kurikulum merdeka menjamin bahwa dengan memberikan kebebasan terhadap guru dalam mengembangkan kurikulum ini sesuai dengan sistem yang ada, lalu dengan siswa dibebaskan memilih mata pelajaran yang diminati dengan harapan siswa dapat menentukan minatnya sendiri dan menyesuaikan dengan pelajaran yang ia akan ambil. Namun, apakah kurikulum ini benar menjadi jawaban dalam mengatasi kondisi pendidikan Indonesia yang berada di urutan ke-67 dari 209 negara? Apakah kebebasan menjamin kualitas?
Para pembaca bisa melihat dalam blog kementrian pendidikan dan budaya yang berjudul, “Kurikulum Merdeka Jadi Jawaban untuk Atasi Krisis Pembelajaran”. Bisa dilihat bahwa terdapat poin yang menjadi highlight atau topik garis besar dimana menunjukkan respon dari guru-guru yang antusias terhadap kurikulum merdeka ini. Namun, mengapa hanya guru yang digambarkan sekana menjadi fokus? Banyak artikel lain yang berpendapat sama bahwa guru-guru merasa adanya perkembangan dalam siswa, dan penerapan yang lebih efisien. Namun, saya sebagai murid di salah satu sekolah SMA yang menerapkan kurikulum ini, melihat jalannya proses kurikulum ini dari saya kelas 10 hingga 12. Dalam sudut pandang siswa seperti saya, melihat bahwa kurikulum ini malah merusak atau bisa dikatakan memperparah situasi pendidikan Indonesia. Untung, bagi sekolah-sekolah yang masih memiliki pondasi kuat dalam sistem pendidikannya sendiri dan hanya tinggal mengembangkan kurikulum yang diberikan. Tetapi bagi sekolah lain yang hanya bermodalkan apa yang diberikan pemerintah, maka kebebasan yang diberikan kurikulum ini malah merusak lebih dalam pendidikan siswanya.
ADVERTISEMENT
Penerapan secara langsung dalam mengatasi permasalahan nasional atau internasional memang membuat siswa lebih sadar terhadap lingkungan sekitar dan dalam menyelesaikan isu tersebut dapat melatih cara berfikir yang logis. Namun, penerapan justru membuat siswa tidak paham tentang konsep dasar atau teori dasar dari apa yang ia pelajari. Karena SMA seharusnya tingkat dimana siswa mempelajari secara dalam mengenai teori dan perkembangannya untuk nanti dikembangkan dan menjadi bekal untuk tahap selanjutnya yaitu kuliah. Jika anak SMA diberikan tugas praktek lebih banyak, maka apa bedanya dengan mereka yang di SMK? Dan jika mereka kekurangan teori dan bekal yang mereka butuhkan untuk pengembangan lanjut, bukankah lebih memperparah situasi pendidikan Indonesia.
2045, menjadi tahun yang ditunggu negara Indonesia untuk menjadi negara maju, untuk bersaing dengan negara lain. Kita tidak bisa melihat Indonesia dan membandingkannya dengan negara maju yang ada di luar sana. Indonesia adalah negara berkembang yang nilai luhur dan mental yang belum cukup untuk bersaing masih ada. Kemalasan, korupsi, nepotisme, dan masih ada lagi nilai-nilai yang tidak baik tertanam di masyarakat Indonesia. Negara ini belum mampu diberikan tanggung jawab untuk bebas, masih butuh sistem yang bentuknya memaksa untuk menjamin kualitas bangsa ini.
ADVERTISEMENT