Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Tradisi Kabuenga, Ritual Adat Masyarakat Wakatobi untuk Mencari Jodoh
18 November 2022 15:28 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Masyarakat Kecamatan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi , Sulawesi Tenggara (Sultra) memiliki satu tradisi yang cukup unik untuk mencari jodoh. Tradisi mempertemukan antara pria dan wanita itu dinamakan Kabuenga.
Kabuenga sendiri dalam bahasa masyarakat adat setempat bermakna ayunan. Tokoh adat akan membuatkan sebuah ayunan dengan ukuran yang cukup besar dan tinggi, setidaknya dalam ayunan itu bisa duduk dua anak manusia yang hendak dijodohkan.
Beragam rangkaian dalam melangsungkan tradisi Kabuenga ini mulai dari melantunkan syair Kadandio lebih dulu. Syair itu akan diiringi dengan tabuhan gendang yang berirama tenang dan damai. Syair Kadandio memiliki makna tentang petuah dan nasihat bagi para kaum muda-mudi yang sudah menginjak dewasa dalam merangkai bahtera rumah tangga nantinya.
Kemudian para gadis-gadis yang sudah dewasa akan merias diri sesuai keinginan masing-masing dan menggunakan pakaian adat Wakatobi. Mereka akan tampil cantik dan natural sebagai daya tarik pada kaum Adam yang hadir. Kemudian, para gadis akan membawa nampan yang berisi makanan-makan tradisional dengan berbagai jenis.
Para gadis akan diajak memutar altar ayunan Kabuenga tersebut sebanyak tujuh kali sambil melantunkan syair Kadandio yang dipimpin oleh para tokoh-tokoh adat.
"Gadis-gadis ini akan menawarkan makanan tradisional yang dibawa kepada para pemuda yang hadir dalam kegiatan tersebut," kata Tokoh Adat Wangi-wangi Sariono kepada kendarinesia, pada Jumat (18/11).
Sampai saat ini, tradisi tersebut masih terus dilestarikan. Ritual adat mencari jodoh ini seyogyanya hanya dilakukan usai perayaan hari-hari besar Islam saja. Para ketua adat memilih perayaan hari Raya Idul Fitri sebagai momentum paling tepat menggelar tradisi Kabuenga karena pada hari besar umat Islam itu, masyarakat Wakatobi yang merantau di berbagai daerah di Indonesia, bahkan di luar negeri, pulang kampung atau mudik lebaran.
ADVERTISEMENT
Namun saat ini, waktu hanya sebagai simbolis. Pemerintah setempat sudah memasukkan tradisi itu sebagai tradisi yang digelar tahunan sebagai ajang promosi pariwisata di Kabupaten Wakatobi. Sehingga tradisi ini selain melestarikan budaya juga sebagai atraksi pariwisata.
Siapa pun boleh mengikuti tradisi ini. Mereka yang sudah memiliki pasangan hidup dan ingin melangsungkan pernikahan menggunakan adat Kabuenga dipersilakan. Bahkan, tokoh adat sebagai penyelenggara akan membuatkan tempat khusus bagi mereka.
"Siapa yang mau menikah bisa menggunakan tradisi ini, bahkan dalam tradisi ini ada lokasi khusus untuk mereka yang sudah tunangan. Tradisi untuk mereka yang sudah memiliki pasangan akan berbeda. Alasannya agar tidak dipilih oleh orang lain," ungkapnya.
Dalam proses rangkaiannya akan berbeda karena saat itu si pria dan keluarganya akan membawa sekaligus persyaratan untuk melangsungkan pernikahan yang berbeda dengan para muda-mudi lainnya. Keluarga akan membawa seserahan seperti makanan tradisional, mahar hingga uang tunai sebagai syarat pernikahan.
ADVERTISEMENT
Tradisi ini boleh diikuti oleh para gadis hingga janda-janda yang ingin mencari pasangan hidup dalam biduk rumah tangga. Ia berharap agar tradisi ini bisa terus dilestarikan dan tidak hilang dimakan waktu. Ia juga meminta agar para penyelenggara untuk selalu meminta petunjuk dengan berkoordinasi bersama tokoh ada setempat jika ingin menggelar kegiatan itu.