Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Hakikat dan Pandangan Pernikahan Sejenis dalam Hukum dan Norma Agama
18 Desember 2024 18:26 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari khadafiahmad2455 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernikahan sejenis, yang sering dikaitkan dengan isu hak asasi manusia (HAM), menjadi topik yang memicu perdebatan panjang di berbagai kalangan. Pasal 28B UUD 1945 menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.” Kalimat ini sering dijadikan dasar oleh pihak yang mendukung pengakuan atas perkawinan sejenis, dengan alasan bahwa setiap individu memiliki hak yang sama untuk membentuk keluarga.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam konteks hukum dan norma yang berlaku di Indonesia, pernikahan mempunyai pengertian dan kerangka yang lebih mendalam. Pernikahan bukan sekadar kontrak formal yang mengikat dua insan secara lahiriah. Akan tetapi pernikahan merupakan ikatan jasmani dan rohani yang mempersatukan dua insan baik lahir maupun batin serta membangun sebuah keluarga yang kokoh. Proses ini tidak hanya dimulai dengan komitmen, tetapi juga dengan akad, yang dalam hukum Islam memiliki persyaratan tertentu yang tidak dapat diabaikan.
Dari sudut pandang agama, pernikahan sejenis kerap dinilai bertentangan dengan ajaran yang mengatur tentang keharmonisan hidup manusia. Sebagian besar agama mengajarkan bahwa tujuan utama pernikahan adalah melanjutkan keturunan dan membangun keluarga yang sesuai dengan nilai-nilai luhur. Hal ini memperkuat pandangan bahwa pernikahan sejenis tidak sejalan dengan prinsip-prinsip agama maupun tujuan pernikahan sebagaimana diatur dalam norma hukum.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, perdebatan tentang HAM tetap relevan karena beberapa pihak menilai bahwa hak untuk mencintai dan membangun rumah tangga adalah bagian dari kebebasan individu. Namun, di Indonesia, pengaturan mengenai pernikahan secara tegas didasarkan pada hukum positif dan norma agama, yang memberikan batasan jelas mengenai konsep keluarga dan pernikahan yang sah.
Dengan demikian, persoalan pernikahan sejenis bukan hanya tentang hak individu, tetapi juga menyangkut pemahaman mendalam mengenai makna pernikahan dalam konteks hukum, agama, dan budaya yang berlaku. Diskusi ini akan terus berkembang seiring dengan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
Ahmad Khadafi Ubaidillah Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Hukum Keluarga.