Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Generational Trauma Healer : Siapkah Kamu Memutus Siklus Trauma Keluargamu?
27 November 2024 17:00 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Khalishah Izzati Andieni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Terkadang keluarga tidak lagi terasa menjadi ‘rumah’ yang sebenarnya. Setiap keluarga memiliki ceritanya masing-masing. Masa kecil seseorang pun tidak selalu meninggalkan memori bahagia. Beberapa orang menganggap masa kecil adalah masa lalu suram yang sangat ingin mereka tinggalkan. Hal ini menimbulkan trauma mendalam dan sebagian besar dari mereka memilih untuk tidak membangun sebuah keluarga baru karena khawatir anak mereka akan merasakan hal yang sama.
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan data dari BPS, angka pernikahan di Indonesia tahun 2023 sebanyak 1,57 juta mengalami penurunan daripada tahun sebelumnya yang berjumlah sebanyak 1,7 juta. Kemudian, dikutip dari laman web Deustche Well (DW), BPS juga merilis data survey bahwa terdapat 71 ribu perempuan Indonesia dengan rentang usia 15 sampai 49 tahun yang memilih untuk childfree. Tidak mengherankan kasus ini dapat terjadi apabila trauma antargenerasi masih subur di kalangan masyarakat Indonesia.
Trauma antargenerasi atau generational trauma menurut APA (American Psychological Assosiation) Dictionary of Psychology (2023) adalah fenomena seseorang yang mengalami pengalaman traumatis kemudian rasa trauma itu diturunkan ke generasi selanjutnya. Contohnya, trauma seseorang yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga dapat menular pada anaknya nanti. Reaksi trauma itu akan berbeda-beda pada setiap orang, ada yang mengalami gangguan kecemasan berlebihan, kecanduan obat, atau bahkan menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga pada keluarganya yang baru.
ADVERTISEMENT
Nah, bagaimana sih agar trauma antargenerasi ini tidak berlanjut dan cukup sampai di sini saja? Tentu ada beberapa hal yang perlu kamu persiapkan untuk menjadi sebuah pemutus siklus trauma antargenerasi ini. Yuk, simak penjelasan selengkapnya di sini!
1. Ketahui Trauma Apa yang Dialami Keluargamu
Hal pertama yang harus dilakukan untuk menjadi pemutus siklus trauma anta generasi di keluargamu adalah dengan bertanya mengenai sejarah/latar belakang keluargamu, salah satunya seperti cara keluargamu berinteraksi dan lingkungan sekitar mereka. Lebih spesifiknya, kamu bisa menanyakan bagaimana masa kecil orang tuamu dulu. Terkadang trauma juga dapat diperparah, disebabkan ada banyak hal yang belum terselesaikan karena tidak dikomunikasikan secara langsung. Jadi, kalau ada suatu masalah yang terkait dengan keluargamu, sebaiknya dibicarakan dahulu dengan mereka, ya!
ADVERTISEMENT
2. Jangan Takut untuk Menjadi Berbeda dan Siap Merasa Terasingkan
Menurut Bray (2023), banyak dari mereka yang terkena trauma antar generasi ini merasa bahwa hal tersebut merupakan tradisi yang sudah turun-temurun dan harus dilestarikan hingga keturunan berikutnya. Padahal, secara tidak sadar mereka malah menurunkan trauma bukan nilai tradisi budaya keluarga yang sesungguhnya. Di tahap ini, kamu harus siap merasa terasingkan karena dianggap menolak tradisi tersebut dan dianggap berbeda oleh keluargamu. Pada saat ini juga, kamu harus bisa menerima kekurangan yang ada di dalam keluargamu apa adanya.
3. Tingkatkan Self-Awareness bukan Self-Diagnosis!
Bedakan kondisi kesadaran diri dengan mendiagnosis diri sendiri. Kondisi kesadaran diri (self-awareness ) adalah saat kamu dapat memahami diri kamu sendiri, menyadari emosi yang kamu rasakan, dan menyadari apakah kamu terkena dampak dari trauma antar generasi keluargamu.
ADVERTISEMENT
Sedangkan self-diagnosis adalah kondisi saat kamu secara tidak sadar mendiagnosis diri kamu sendiri kalau kamu terkena sebuah penyakit psikis/fisik dengan bermodalkan informasi dari internet, buku, dan lain-lain tanpa diagnosis langsung dari ahlinya. Cukup sampai kamu menyadari keadaan diri dan keluargamu saja setelah itu meminta bantuan professional seperti psikolog adalah langkah yang tepat.
4. Lebih Memilih Menyembuhkan daripada Melampiaskan
Menjadi pemutus siklus trauma antar generasi keluargamu memang merupakan pilihan.
Newberry (2023) mengatakan, trauma antar generasi ini memang terlihat seperti sebuah beban yang tidak dapat dihancurkan dan mustahil disembuhkan.
Namun, apakah dengan membiarkan trauma itu berlanjut ke generasi berikutnya akan menyelesaikan masalah? Belum tentu trauma itu akan pudar sendirinya. Bahkan, kemungkinan kecil bahwa akan ada anggota keluarga yang menyadarinya. Mungkin kita-lah generasi pertama yang menyadari hal tersebut dan memutus rantai trauma keluarga ini.
ADVERTISEMENT
***
Serupa dengan pepatah “hurt people will hurt other people” yang berarti orang yang tersakiti tanpa sadar akan menyakiti orang lain juga. Jika trauma ini masih berlanjut, secara tidak langsung juga kita bisa saja melampiaskan hal tersebut ke anggota keluarga lainnya. Menjadikan kita pelaku selanjutnya yang meninggalkan bekas luka pada anggota keluarga lainnya. Maka, dengan memilih untuk menyembuhkan sekaligus memutus siklus trauma antar generasi akan lebih baik daripada ikut melampiaskannya.
Nah, apakah kamu sudah siap untuk menjadi generasi terakhir yang terkena dampak trauma antargenerasi ini? Walaupun begitu, jangan lupa untuk tetap menghubungi orang yang professional seperti psikolog dalam menangani masalah ini. Lakukan dengan perlahan karena hal ini tidak hanya melibatkan dirimu sendiri saja, tetapi seluruh anggota keluargamu juga.
ADVERTISEMENT
Referensi
Bray, B. (2023). GENERATIONAL TRAUMA: UNCOVERING AND INTERRUPTING THE CYCLE. In COUNSeliNg tOday (Vols. 24–26, Issue February 2023).
Newberry, L. (2023, December 12). How we can break the cycle of intergenerational trauma - Los Angeles Times. Los Angeles Times. https://www.latimes.com/lifestyle/newsletter/2023-12-12/how-we-can-break-the-cycle-of-intergenerational-trauma-group-therapy
Tadjine, L., & Swords, L. (2024). “I Just Wouldn’t Like Him to go Through What I Went Through as a Kid”: A Qualitative Study on the Mitigating Effects of Positive Childhood Experiences in Mothers with a History of Adverse Childhood Experiences in an Irish Population. Community Mental Health Journal. https://doi.org/10.1007/s10597-024-01353-9