Konten dari Pengguna

Dunia Kerja Dokter: Realita di Balik Idealisme dari Sudut Pandang Mahasiswa Baru

Kharisma Intania Az Zahra
Mahasiswa Kedokteran Universitas Airlangga
23 Desember 2024 10:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kharisma Intania Az Zahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : canva
zoom-in-whitePerbesar
sumber : canva
ADVERTISEMENT
Profesi dokter selalu dianggap sebagai simbol kemuliaan, di mana pengabdian untuk menyembuhkan dan melayani masyarakat menjadi tugas utama. Namun, dari sudut pandang mahasiswa kedokteran semester awal, gambaran dunia kerja dokter tidak hanya tentang idealisme menyelamatkan nyawa, tetapi juga penuh tantangan dan realita yang harus dihadapi.   
ADVERTISEMENT
Sebagai mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran, kami memulai perjalanan ini dengan semangat besar dan cita-cita tinggi. Idealisme menjadi dokter yang mengabdikan hidup untuk masyarakat tanpa batasan waktu dan tenaga selalu tertanam sejak awal. Namun, seiring berjalannya waktu, cerita dari dosen, mahasiswa senior, hingga pengalaman volunteer mulai membuka mata kami tentang realita dunia medis.   
Antara Ekspektasi dan Kenyataan
Di awal perkuliahan, kami diajarkan nilai-nilai luhur seorang dokter. Dedikasi terhadap pasien, empati tanpa memandang latar belakang, hingga penguasaan ilmu medis yang mumpuni menjadi tujuan utama. Namun, cerita dari lapangan menunjukkan bahwa dunia kerja dokter sering kali jauh dari ekspektasi ini.   Salah satu tantangan yang sering disampaikan adalah jam kerja yang panjang dan tekanan fisik maupun mental. Beberapa dokter kerap bekerja lebih dari 12 jam sehari. Kondisi ini tidak jarang menyebabkan kelelahan yang memengaruhi kinerja.   
ADVERTISEMENT
Selain itu, keterbatasan fasilitas kesehatan di daerah terpencil menjadi kenyataan pahit yang harus dihadapi. Dalam seminar tentang pengabdian masyarakat, kami mendengar cerita tentang dokter yang harus membuat keputusan besar dengan alat seadanya. “Terkadang, kita harus memilih mana pasien yang bisa ditangani terlebih dahulu karena keterbatasan alat dan obat. Ini realita yang harus diterima,” ungkap seorang dokter senior dalam seminar tersebut.   
Tekanan lain yang muncul adalah ekspektasi masyarakat yang tinggi. Dokter sering dianggap sebagai penyelamat tanpa cela. Ketika hasil pengobatan tidak sesuai harapan, kritik atau bahkan tuntutan hukum sering kali diarahkan kepada dokter, meskipun mereka telah berusaha maksimal.   
Pelajaran yang Dipetik di Semester Awal 
ADVERTISEMENT
Sebagai mahasiswa semester satu, kami memang belum merasakan langsung dunia klinis. Namun, cerita-cerita ini memberikan banyak pelajaran berharga. Kami mulai menyadari pentingnya membekali diri tidak hanya dengan ilmu medis, tetapi juga dengan mental yang tangguh dan kemampuan beradaptasi.   
Pelatihan mental menjadi salah satu fokus di semester awal. Dalam mata kuliah seperti etika kedokteran, kami diajarkan untuk menghadapi dilema-dilema moral yang mungkin muncul, seperti keputusan darurat di ruang gawat atau menangani pasien dengan keterbatasan biaya.   
Selain itu, kegiatan volunteer yang kami ikuti turut memberikan gambaran tentang kondisi lapangan. Dalam sebuah program sosialisasi kesehatan di daerah pinggiran Surabaya, kami melihat langsung bagaimana keterbatasan akses informasi dan fasilitas medis dapat memengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Pengalaman ini mengajarkan kami untuk lebih berempati dan memahami kondisi pasien yang beragam.   
ADVERTISEMENT
Menggenggam Idealisme di Tengah Realita
Meski tantangan dunia kerja dokter terlihat begitu besar, semangat idealisme tetap menjadi bahan bakar utama bagi kami. Harapan untuk menjadi agen perubahan di dunia kesehatan tidak pernah pudar, meskipun kami sadar bahwa perjalanan ini akan penuh rintangan. “Kami tahu menjadi dokter bukan hal yang mudah. Tapi kami percaya, di tengah segala keterbatasan, kami bisa tetap membawa manfaat bagi masyarakat,” ujar seorang mahasiswa baru setelah mengikuti seminar tentang sistem kesehatan di Indonesia.   
Sebagai mahasiswa baru, kami juga belajar untuk tidak mengabaikan pentingnya keseimbangan antara idealisme dan pragmatisme. Melalui cerita para senior, kami mulai memahami bahwa menjadi dokter adalah tentang mengambil keputusan terbaik di tengah kondisi yang mungkin tidak ideal.   
ADVERTISEMENT
Harapan di Masa Depan Dunia
kerja dokter memang tidak sempurna. Namun, kami percaya bahwa profesi ini tetaplah panggilan hidup yang mulia. Dengan persiapan mental, keterampilan yang terus diasah, dan empati yang selalu dijaga, kami berharap dapat menjadi dokter yang mampu menjembatani kesenjangan antara idealitas dan realita.   
Bagi kami, menjadi dokter bukan hanya tentang ilmu dan keterampilan medis, tetapi juga tentang pengabdian, ketangguhan, dan keikhlasan. Meskipun bayangan tantangan semakin jelas, semangat untuk melayani dan membantu tetap menjadi prioritas utama. Dunia kerja dokter mungkin penuh dinamika, tetapi idealisme untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat akan selalu menjadi kompas dalam perjalanan kami.