Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
ARTJOG 2024: Ramalan Apa?
13 Oktober 2024 13:21 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Kinanthi Citra Trapsilasiwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pameran seni yang diselenggarakan setahun sekali ini datang kembali ditahun 2024. Jika pada tahun sebelumnya mereka menyajikan tema lamaran maka pada tahun ini mereka menyajikan tema motif ramalan. Lebih dari 48 seniman lintas negara yang menghasilkan karya istimewa berupa lukisan, patung, foto, instalasi, performance art hingga audio visual yang dapat dinikmati pengunjung. Pameran ini diadakan pada bulan Juni hingga September 2024 dan berlokasi di Jogja National Museum tepatnya di Jalan Prof. DR. Ki Amri Yahya No.1, Pakuncen, Wirobrajan, Kota Yogyakarta. Tiket untuk masuk pameran dapat dibeli secara online maupun offline dengan harga Rp75.000,00 untuk dewasa dan anak-anak dikenakan biaya Rp50.000,00.
ADVERTISEMENT
Ketika masuk ke ruang pertama pameran kita akan disuguhi dengan berbagai macam gabah atau padi yang belum digiling, bersamaan dengan itu kita akan mendengar suara-suara yang dihasilkan oleh ruangan-ruangan pameran yang memiliki suara berbeda sehingga menggema menjadi satu di lorong. Satu tiang di tengah-tengah ruangan cukup menarik mata, yaitu sebuah tiang dengan tiga buah miniatur telinga berwarna emas. Berjalan sedikit kita akan me masuki ruangan-ruangan dengan miniatur telinga yang beragam, seperti di dalam lemari, tertempel ditembok atau hanya telinga saja. Setiap ruangan memiliki suara masing-masing sehingga kita diharuskan masuk agar dapat mendengar jelas audio yang diputar. Lanjut berjalan dilorong itu, kita akan melihat tumbuhan hijau yang tertanam pada media tanah. Ketika kita dekati barulah kita mengetahui bahwa tanaman tersebut adalah padi. Menariknya padi yang ditanam berdasarkan hari lalu setiap tingkatan tersebut memiliki perbedaan warna pada padi dikarenakan perbedaan cahaya yang diserap setiap padi dan asupan kelembapan tanah, hal tersebut berpengaruh bisa atau tidaknya padi bertahan.
Berjalan ke lorong menuju ruang selanjutnya kita akan menemukan ruangan yang dipenuhi lukisan. Hal yang menarik mata untuk kita berjalan ke sebuah karya seni milik seniman bernama Zeta Ranniry Abidin berjudul Countless Possibilities, kelima lukisannya cukup menarik untuk dijadikan spot foto estetik ala Gen Z, konsep lukisan satu tema namun berbeda ini cukup memanjakan mata.
Selanjutnya kita akan melihat lukisan yang berjumlah 12 dengan judul Pranata Mangsa:1-12 oleh seniman Subandi Giyanto asal Bantul ini. Kedua belas lukisan ini menggambarkan tiap mangsa dengan wuku dan wataknya masing-masing, yang di mana wuku memiliki pengertian sebagai penentuan hari ‘baik’ dan ‘buruk’ yang diramalkan melalui perputaran waktu pada tujuh hari, memberi identitas tokoh yang digambarkan pada lukisan tersebut. Berjalan lagi kita akan menemukan lukisan yang cukup mengingatkan kita pada peristiwa genosida yang terjadi di Palestina, tergambarkan bayi-bayi yang tewas dengan cat merah menyala tentu hal itu membuat mata kita terpaku pada lukisan tersebut. Melirik ke arah lain kita akan disajikan pada karya seni yang cukup unik dari seniman Koh Kai Ting & Aw Boon Xin, dua seniman ini membuat karya yang cukup berbeda dengan judul Kutuku dan Kutumu yaitu jemuran baju yang penuh dengan rambut, hal ini menggambarkan hubungan simbiosis kita dengan kutu rambut yang ada pada tubuh kita. Selanjutnya, kita akan naik menggunakan tangga yang dicat dengan warna tosca dan hitam, membawa kita pada ruangan-ruangan yang berisikan karya, eitss kita akan menemukan sebuah pintu yang agak tersembunyi yang di dalamnya terdapat karya seni dengan iringan tembang jawa berjudul cublak cublak suweng, membaca satu persatu kalimat yang ada akan membuat kita paham mengenai pesan yang disampaikan oleh seniman tersebut.
ADVERTISEMENT
Keluar dari ruangan di atas kita akan memasuki ruangan-ruangan yang menawarkan audio visual yang dapat dinikmati ramai-ramai bersama pengunjung lain bahkan telah disediakan bean bag untuk duduk. Sambil berjalan-jalan menyusuri ruangan peruangan yang menyajikan banyak karya seni tersebut kita juga bisa memainkan beberapa karya yang disediakan, contohnya adalah menggunakan headphone untuk mendengar audio atau sebuah proyektor yang menampilkan wajah-wajah orang yang tidak kita kenali. Berjalan lagi menyusuri lorong, kita akan menemukan sebuah karya yang begitu kita dekati dan amati karya tersebut berlandaskan tanah dengan diorama-diorama pemukiman kumuh.
Karya ini berjudul Kota Baru milik seniman Asmoadji. Karya ini menceritakan tentang ironi mengenai modernisasi kota-kota yang menghasilkan kota baru, ini merupakan hasil dari ledakan urbanisasi yang terjadi di dalam negeri. Banyak hal yang patut dicoba dan tentunya menarik. Ruangan yang disediakan juga cukup banyak sehingga kita bisa menjelajahi setiap ruangan dengan bermacam-macam karya.
ADVERTISEMENT
Sebelum keluar dari ruangan ini kita akan disuguhkan dengan pernak pernik dan merchandise yang tentunya menarik untuk dijadikan kenangan maupun buah tangan. Berjalan keluar kita akan menemukan sebuah ruangan yang berisi karya seni anak-anak dan remaja yang turut dipamerkan.
Kita juga bisa melihat detail mengenai karya dan senimannya di barcode yang disediakan atau kita bisa mengaksesnya di situs web ARTJOG. Satu hal yang menarik dan cukup pantas untuk diapresiasi adalah pada pameran ini mereka mewadahi seniman-seniman difabel untuk turut berkarya, hal ini tentu mengundang perasaan senang pengunjung yang menyadarinya. Tidak ada perbedaan hak sehingga semua setara untuk berkarya. Tak sabar tentunya menunggu tahun depan untuk konsep dan tema ARTJOG selanjutnya, jadi stay tune ya untuk melihat keseruan karya seniman-seniman hebat lainnya.
ADVERTISEMENT