Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Analisis Fatwa LBMNU dan PWNU Terhadap Karmin: Tinjauan Mendalam
4 Juli 2024 15:17 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Zulkifli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seperti yang telah kita ketahui, Karmin adalah pewarna alami yang dihasilkan dari tubuh betina serangga Cochineal yang dikeringkan kemudian dihancurkan. Pewarna ini biasanya digunakan oleh industri makanan, minuman, dan kosmetik sebagai bahan campuran.
Dikutib dari Fatwa MUI, media ramai memperbincangkan masalah pewarna alami Karmin yang berasal dari serangga. Pada tahun 2023, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang mengharamkan penggunaan karmin Cochineal sebagai pewarna dalam produk makanan dan kosmetik,
ADVERTISEMENT
Lembaga bahtsul masail Nahdatul Ulama (LBMNU) Jawa timur menyatakan bahwasanya pewarna makanan dan kosmetik yang terbuat dari Karmin itu dinyatakan Najis dan menjijikkan.
"Atas munculnya pendapat tersebut, ketua MUI Bidang fatwa Prof KH Asrorun Niam Sholeh buka suara. Prof Niam beliau menghargai pembahasan dan juga hasil Keputusan LBM NU Provinsi Jawa Timur terkait dengan hukum penggunaan Karmin terhadap pewarna makanan dan kosmetik. Menurutnya ini juga termasuk dari proses ijtihad yang perlu dihormati."
Hasil Bahtsul Masail NU Jawa Timur itu memutuskan bahwa bangkai serangga (hasyarat) tidak boleh dikonsumsi karena najis dan menjijikkan, kecuali menurut sebagian pendapat dalam madzhab maliki.
Adapun penggunaan Karmin dalam makanan dan kosmetik menurut jumhur Syafi’iyyah tidak diperbolehkan karena dihukumi Najis. Sedangkan menurut Imam Maliki dan Imam Abu Hanafi dihukumi suci karena tidak mempunyai darah yang menyebabkan bangkainya bisa membusuk
ADVERTISEMENT
Sementara it, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan pewarna Karmin yang berasal serangga cochineal Halal dan bisa digunakan diberbagai jenis makanan dan minuman. Hal ini tercantum dalam fatwa MUI No. 33 tahun 2011 tentang hukum pewarna makanan yang terbuat dari cochineal.
“Atas dasar tersebut, MUI menetapkan fatwa bahwa penggunaan cochineal itu Halal selama bermanfaat dan tidak membahayakan, perkataan ketua MUI Prof KH Asrorun Niam Soleh dalam keterangannya”.
MUI menganggap bahwasanya serangga conchineal itu hidup di atas tanaman dan memperoleh nutrisi dari tanaman tersebut, bukan dari bahan yang kotor, hewan ini mempunyai banyak persamaan dengan belalang termasuk darahnya yang tidak mengalir, dijelaskan dalam hadis nabi.
Hadist Riwayat Ahmad, menyebutkan, “Dari Abdullah ibnu Umar RA, dia berkata Rasulullah SAW bersabda, “DIhalalkan bagi orang muslim dua bangkai dan dua darah; sedang dua bangkai itu ialah ikan dan belalang, sedangkan dua darah ialah hati dan limpa.”
ADVERTISEMENT