Konten dari Pengguna

Perlunya Edukasi Child Grooming kepada Anak: Melihat Kasus Guru MAN Gorontalo

Kistanti
Mahasiswi PAI Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan
16 Oktober 2024 7:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kistanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini di media sosial mencuat kabar yang menghebohkan netizen. Lantaran viralnya video syur yang di lakukan, antara oknum seorang guru MAN di kabupaten Gorontalo yang berusia 57 tahun dengan siswinya yang baru duduk di bangku kelas 12. Menurut laporan polisi modus dari oknum guru ini ialah mengajak siswinya itu berpacaran. Hal ini berawal dari tahun 2022, awalnya sang guru ini sering membantu siswi tersebut dalam kesehariannya. Seiring berjalannya waktu siswi tersebut merasa oknum guru ini mengayomi, membantu tugas, memberi pelatihan lebih.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya siswi tersebut merasa nyaman, hingga terjadilah hubungan badan tersebut. Kasus unik ini menuai pro dan kontra, ada yang menilai bahwa hubungan tersebut karena sama-sama suka, ada juga yang menilai bahwa kasus ini ialah sexual grooming. Namun, berdasarkan pengakuan dari sang korban(siswi) bahwa dirinya belum paham tentang kasih sayang yang sesungguhnya karena ia anak yatim piatu dan ia mendapat tekanan dari pelaku(guru). Menurut pandangan psikolog klinik Anastasia Sari Dewi bahwa hubungan sex pada kasus ini tidak tepat dikatakan suka sama suka karena hubungan romantis yang terjadi antara orang dewasa dengan anak dibawah umur. Terlebih lagi hubungan ini lebih didominasi dan dipengaruhi dari orang dewasa dan pelaku cenderung memiliki niat buruk dibalik sikap nya yang mendekati anak dibawah umur.
ADVERTISEMENT
Grooming merupakan tindakan yang diam-diam mengahnyutkan karena tidak disertai dengan kekerasan dalam upaya untuk akses seksual dan mengontrol korban. Hal-hal yang dilakukan oleh pelaku dalam grooming pertama-tama yaitu mengidentifikasi atau menargetkan orang yang dapat dijadikan sebagai target, kemudian mulai mengumpulkan informasi terkait keterkaitan kelemahan target. Ketika sudah memiliki itu semua, pelaku mulai mencari cara untuk dapat berhubungan dengan target melalui media sosial atau komunitas dan manipulasi target dengan memenuhi kebutuhan emosi maupun fisik (Lanning, 2010). Pada dasarnya, grooming dapat terjadi pada anak-anak ataupun orang dewasa.
Grooming pada orang dewasa didefinisikan sebagai situasi dimana orang dewasa merelakan dirinya disalahgunakan dan/atau dieksploitasi untuk kepuasan seksual orang lain. Meskipun demikian, saat membahas grooming, orang-orang cenderung pada grooming yang terjadi pada anak-anak, yaitu child grooming. Child grooming dilakukan dengan memaksa, memanipulasi, dan menipu seseorang anak atau remaja dibawah usia 18 tahun ke dalam aktivitas seksual, dalam hal ini, child grooming juga dapat dikatakan eksploitasi seksual anak walaupun terjadi suka sama suka (Vijver dan Harvey, 2019). Uniknya hal ini terjadi tidak hanya melalui kontak fisik saja namun dapat melalui teknologi.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi child grooming (Sumber; galeri foto, foto tangan anak kecil yanv di genggam)
Child grooming terjadi dimulai dengan pelaku berpura-pura menjadi sosok yang dapat dipercaya, seperti yang dilakukan oknum guru MAN Gorontalo pada salah satu siswinya. Setelah berhasil membangun kepercayaan, pelaku secara bertahap memperkenalkan unsur-unsur yang lebih seksual, baik melalui sentuhan fisik ataupun percakapan yang berbau seksual. Child grooming ini akan menimbulkan dampak bagi korbannya yaitu gangguan psikologis dan emosional, kehilangan kepercayaan diri, isolasi sosial, kesulitan akademis, dan trauma jangka panjang.
Supaya kasus ini tidak terjadi lagi, maka solusi pencegahan yang dapat dilakukan ialah anak harus diedukasi mengenai batasan dalam bersosialisasi dengan orang lain. Selain itu beritahu anak bahwa tidak boleh ada orang lain yang menyentuh tubuh dan alat kelaminnya. Bila sang anak mengalami hal tidak menyenangkan dari orang dewasa, seperti mendengar lelucon seksual atau dipaksa menonton pornografi, dorong ia untuk memberitahukannya pada orang tua atau saudara.
ADVERTISEMENT
Dari kasus diatas, para orang tua diharapkan memberikan edukasi mengenai child grooming pada anak dan diharapkan pula agar diadakannya sosialisasi child grooming di sekolah tujuannya agar anak mengenali ciri-ciri tindakan yang mengarah pada child grooming sehingga child grooming dapat dicegah dan dihindari. Lindungi generasi emas 2045 dari child grooming.