User Story Pilihan: Cerita Makanan Lebaran hingga Isu Babi Panggang

15 Mei 2021 8:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Opini dan Cerita kumparan edisi 7-13 Mei 2021 bermacam-macam isinya seperti menu makanan lebaran. Kami pilihkan yang akan menarik hatimu:
ADVERTISEMENT

Dari Babi Ngepet ke Babi Panggang: Sebuah Telaah Sosial

Ilustrasi babi. | Kredit foto: Shutterstock.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi babi. | Kredit foto: Shutterstock.
Babi ngepet (di Depok) telah viral. Kini gantian babi panggang (disingkat bipang) Ambawang yang heboh. Tak peduli bahwa itu kemudian tidak dapat dibuktikan, intinya banyak yang kemudian percaya walau ikut-ikutan dan melupakan solusi tabayun.
Apakah babi-babi itu pengalihan isu vital seperti pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi dan penanggulangan COVID-19? Simak opini Teuku Muhammad Shandoya, mahasiswa Universitas Syiah Kuala ini:

KKB Papua Punya Status Baru, Bagaimana Polri dan TNI?

TNI dan Polri di Kabupaten Puncak, Papua. | Kredit foto: Puspen TNI
Kelompok Kriminal Bersenjata alias KKB "dialihstatuskan" menjadi teroris oleh Pemerintah RI. Bagi kepentingan propaganda, status KKB malah lebih tepat: Sudah berkelompok, melakukan aksi kriminal, menggunakan senjata standar militer pula. Tanpa status organisasi teror sekalipun, TNI dan Polri tak punya hambatan regulasi untuk menanganinya.
ADVERTISEMENT
Lantaran terminologi KKB sudah tepat, maka mestinya sebutan KKB yang disematkan juga untuk kawanan begal di Depok atau kelompok MIT (Mujahidin Indonesia Timur) di Sulawesi Tengah. Berikut opini Khairul Fahmi, Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) terkait ini:

Kesetaraan Gender Masih Buram di Era Modernisasi

Kredit foto: Pixabay.
Perempuan masih dianggap hanya dapat melakukan pekerjaan dapur-sumur-kasur. Perempuan tidak lemah tapi posisinya ditempatkan di pojok lemah.
Mesti adanya gebrakan kuat agar perempuan dapat menikmati kesempatan yang sama mulai dari karier, pengalaman, dan keseimbangan di depan publik. Dan ini bukan soal perbandingan 50:50. Bacalah opini Sefy Andhriany, Mahasiswa Universitas Amikom Purwokerto, ini untuk mengetahui sudut pandangnya:

Sebuah Kemalangan Jika Kompetisi Sepak Bola Indonesia Tanpa Degradasi

Photo by Izuddin Helmi Adnan on Unsplash.
Amin Akbar ialah Dosen Psikologi di Universitas Negeri Padang. Tapi pandangannya tentang sepak bola kita cukup layak disimak: Penghapusan degradasi (seperti rencana PSSI—Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) adalah sebuah kemalangan bagi sebuah liga sepak bola. Klub tidak akan takut turun kasta bila tidak melakukan yang terbaik.
ADVERTISEMENT
Jangan-jangan nanti nuansa liga sepak bola kita akan seperti turnamen pada 2016 silam?

Tidak Ada yang Salah dari Tradisi Menghangatkan Makanan saat Lebaran

Ilustrasi opor ayam. Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan
Berapa kali opor ayam, sambal goreng ati, rendang, dan kawan-kawannya dihangatkan ulang saat berlebaran? Bisa jadi sampai tiga kali dalam sehari padahal masa lebaranan kita bisa sampai tiga hari. Memangnya kenapa?
Rafika Ilma Rizkyana, mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta, membaca artikel ihwal penurunan gizi dan vitamin akibat penghangatan makanan itu. Tapi budaya ini bukan cuma soal gizi dalam rendang yang lama-lama bentuknya seperti serundeng itu. Simak cerita Rafika berikut ini:

Tragedi Al-Aqsa: Menanti Langkah Diplomatik Indonesia

Seorang anak laki-laki Palestina menarik gerobak yang membawa saudara laki-lakinya saat mereka melarikan diri, di Jalur Gaza utara, Jumat (14/5). Foto: Mohammed Salem/REUTERS
Puluhan ribu warga Palestina diserang pasukan Israel ketika sedang beribadah di Masjid Al-Aqsa, Yerusalem, pada malam-malam lailatulqadar. Kita tidak dapat membenarkan itu, bahkan pada Pembukaan UUD 1945 tersirat bahwa bangsa Indonesia memegang teguh kesetiaan terhadap negara-negara yang saat ini masih berkeadaan yang tidak berperikemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Dan Indonesia wajib terus mengambil peran strategis dan aktif dalam memelihara perdamaian dan ketertiban serta keamanan dunia, utamanya terhadap Palestina. Itulah opini Muhammad Rafi Darajati, pengajar pada Universitas Tanjungpura. Ini tautannya: