Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tenaga Ahli Wamen Diktisaintek Nilai Bela Negara Bukan Hanya Angkat Senjata
19 Desember 2024 9:09 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari SEVIMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah ancaman globalisasi yang semakin kompleks, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan identitas kebangsaan. Tingginya polusi informasi hingga banyaknya informasi palsu membuat kurang kesadaran akan nilai-nilai kebangsaan.
ADVERTISEMENT
Dalam menghadapi tantangan tersebut, Drs. Suparto, M.Pd., Tenaga Ahli Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, menekankan pentingnya peran pendidik dan akademisi dalam membangun fondasi bangsa yang kokoh.
“Dalam konteks bela negara, pendidik dan akademisi adalah arsitek peradaban yang membangun fondasi kokoh bagi masa depan bangsa bukan dengan batu dan semen, tetapi dengan gagasan, nilai, dan karakter manusia,” ujar Suparto kepada SEVIMA, Kamis (19/12/2024).
Ia menambahkan sebagai pendidik, tugas utama adalah mencetak individu dengan blueprint nilai-nilai kebangsaan seperti toleransi, keadilan, dan semangat persatuan. Setiap bata karakter dan moral generasi muda harus mampu menopang tantangan global tanpa kehilangan identitas mereka sebagai anak bangsa.
Menurutnya, peran pendidik tidak hanya terbatas pada transfer ilmu, tetapi juga membentuk karakter manusia yang kokoh secara moral. “Kita harus memastikan bahwa generasi muda tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki nilai-nilai kebangsaan yang kuat,” ucapnya yang pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Sugeng Hartono.
ADVERTISEMENT
Akademisi juga memiliki peran sebagai insinyur peradaban yang menghadirkan inovasi untuk memperkokoh struktur bangsa. Melalui penelitian dan pengembangan, mereka menciptakan solusi atas persoalan bangsa dan mendesain sistem yang lebih adil dan inklusif. “Akademisi adalah pencari kebenaran yang menggali akar masalah bangsa, kemudian merancang solusi berbasis data dan inovasi,” ujar Suparto yang pernah menjabat sebagai Staf Khusus Rektor Bidang Kerjasama Internasional Universitas Muhammadiyah Malang.
Namun, Suparto menekankan bahwa bela negara tidak berhenti di ruang kelas atau laboratorium. Ini adalah panggilan untuk menjadi penjaga nurani bangsa. “Melawan polusi informasi, fanatisme, dan pragmatisme sempit adalah bagian dari bela negara. Pendidik dan akademisi harus menjadi garda terdepan dalam menjaga harmoni sosial,” katanya.
Bagi Suparto, bela negara adalah misi hidup yang harus dijalankan dengan sepenuh hati. Bukan hanya tugas formal, tetapi tanggung jawab moral untuk menjaga keutuhan bangsa dengan membangun manusia yang kokoh secara moral, cerdas secara intelektual, dan tangguh menghadapi dinamika zaman.
ADVERTISEMENT
Suparto menyebutkan tantangan terbesar dalam mengajarkan nilai-nilai bela negara di era digital, ibarat menjaga keseimbangan ekosistem di tengah invasi spesies asing. Era digital membawa informational invasive species berupa hoaks, propaganda, dan budaya asing yang tidak selalu sejalan dengan nilai kebangsaan.
"Jika tidak ditangani dengan hati-hati, spesies ini dapat mendominasi ekosistem pikiran mahasiswa, menggeser nilai-nilai asli seperti cinta tanah air, toleransi, dan kesadaran berbangsa," ucapnya.
Hari Bela Negara, yang diperingati setiap 19 Desember, menjadi momentum refleksi bagi seluruh elemen bangsa, terutama pendidik dan akademisi, untuk memperkuat komitmen menjaga keutuhan negara.
Momentum ini diharapkan dapat menginspirasi seluruh rakyat Indonesia untuk memahami bahwa bela negara adalah tanggung jawab bersama. Dengan semangat persatuan, inovasi, dan edukasi literasi digital, Indonesia dapat menghadapi tantangan global tanpa kehilangan jati diri.
ADVERTISEMENT