Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
80 Persen Produksi Gas Blok Corridor Medco untuk Pasar Domestik, Sisanya Ekspor
11 Februari 2023 20:06 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) memaparkan rencana produksi gas di Blok Corridor (Corridor PSC). Saat ini realisasi produksi gas di sana sekitar 820 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD).
ADVERTISEMENT
Dari jumlah itu, sebanyak 80 persennya akan dijual ke pasar domestik. Sementara sisanya diekspor.
"Produksnya sekitar 820 MMSCFD tiap hari, untuk domestik market (80 persen) dan ada dikit ekspor ke Singapura. Ke depannya, sekitar 700-an yang kita target sekarang," kata Dirut Medco E&P Indonesia Ronald Gunawan di acara bertajuk “MedcoEnergi’s Role in the Dynamics of Oil & Gas Investment in Indonesia” di Alila Hotel SCBD, Kamis (9/2).
Untuk mengejar produksi tahun ini, perusahaan berkoordinasi dengan SKK Migas melalui pengeboran (drilling) baru maupun modifikasi fasilitas.
“Dari takeover Conoco, kita tambah work program di situ. Dengan adanya tambahan aset dan produksi, otomatis tenaga kerja juga bertambah,” kata Ronald.
Sebelumnya, Medco berhasil menyelesaikan akuisisi seluruh saham yang diterbitkan ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd. (CIHL) dari Phillips International Investments Inc., entitas anak perusahaan ConocoPhillips Company (COP).
ADVERTISEMENT
ConocoPhillips Company merupakan sebuah perusahaan energi multinasional Amerika. CIHL memiliki saham ConocoPhillips (Grissik) Ltd (CPGL) secara keseluruhan, sebagai Operator dari blok gas Corridor (Corridor PSC).
Kepemilikan Corridor PSC terdiri dari 54 persen working interest dan 35 persen interest di Transasia Pipeline Company Pvt. Ltd. (Transasia).
Tantangan Medco di Proyek CCUS
Meski sebagian besar bisnis Medco masih energi fosil, perusahaan juga berkomitmen mengejar bauran energi bersih. Namun Ronald mengakui pihaknya belum akan menginvestasikan dana untuk teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) karena peraturan pemerintah terkait teknologi ini belum keluar.
“Soal CCUS, Medco juga memperhatikan. Jadi kita juga lakukan studi. Tapi semua ini kita tunggu aturannya. Kita lihat ada potensi-potensi, dan kita ada mapping juga storage capacity berapa,” katanya.
ADVERTISEMENT
Ronald menuturkan tantangan utama dari implementasi teknologi CCUS adalah tingginya biaya ekstraksi. Untuk proyek kecil saja dapat memakan biaya USD 50 Juta atau setara Rp 755 miliar ( asumsi kurs Rp 15.085 per dolar).
“CCUS itu enggak murah, biaya ekstraksi 70 sampai 80 persen dari total biaya. Kalau proyek besar itu bisa ratusan sampai billion dolar, jadi enggak murah. Makanyanya kita sangat hati-hati,” kata Ronald.
Ronald menuturkan implementasi CCUS dapat berhasil jika pemerintah menyediakan iklim investasi yang baik untuk teknologi ini, agar banyak investor yang berminat membeli kredit karbon. Hal ini, kata Ronald, telah sukses diimplementasikan di negara lain.
Plt. Kadiv Prokom, SKK Migas, Mohammad Kemal, mengaku saat ini penerapan CCUS di Tanah Air memang belum maksimal, terutama karena kendala biaya. Namun, ia tidak menampik terdapat inisiatif lain yang dapat dilakukan perusahaan energi agar emisi karbon tidak terlalu besar.
ADVERTISEMENT
“Soal CCUS, memang low-carbon initiative itu yang terkait CCS/CCUS memang paling capital intensive, mahal. Tapi sebelum itu banyak yang bisa dilakukan, mulai dari efisiensi energi, manajemen energi, atau fuel switching,” katanya.