Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT ) akan berakhir tahun ini. Tapi belum ada kejelasan dari pemerintah untuk dilanjut atau tidak.
ADVERTISEMENT
Kementerian Perindustrian ingin ada perluasan industri yang bisa menikmati insentif harga gas murah. Di sisi lain, Kementerian Keuangan harus memperhatikan beban APBN jika kebijakan ini dilanjut.
Chairman Regulatory & Government Affairs Committee Indonesia Gas Society (IGS), Bayu Satria Pratama, mengamati adanya keterbatasan anggaran pemerintah jika kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) akan dilanjutkan pada tahun 2025.
“HGBT memiliki limitasi ketersediaan anggaran pemerintah, yang dikurangi hanya bagian dari pemerintah, sehingga bisa terjadi satu waktu. Bagian pemerintah habis di pertengahan tahun,” ujar Bayu dalam Media Forum Indonesian Gas Society di Plataran Menteng, Rabu (13/6).
Kebijakan ini memberikan harga gas murah di bawah harga pasar, yaitu USD 6 per MMBTU, kepada industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet.
ADVERTISEMENT
“Jadi harga gas awalnya dihitung di industri USD 6 (per MMBTU), baru tercapai bulan Agustus-September, uang pemerintah sudah tidak ada lagi,” kata Bayu.
Bayu mengatakan pada akhirnya, yang menjadi korban dari kebijakan HGBT adalah penjual gas bumi akibat masih ada kesenjangan informasi di kondisi hulu dan hilir.
“Industri merasa ‘loh ini kan ada penetapan harga USD 6 per mmbtu’, sementara di lapangan ‘harga tidak 6’. Di sisi lain, pemerintah cuma bisa menampung sesuai porsi yang ditanggung pemerintah,” ujar Bayu.
Eksekusi kebijakan HGBT dilakukan saat kondisi pandemi COVID-19. Bayu menganggap tidak terbukti industri manufaktur kembali normal dengan adanya kebijakan HGBT.
“Porsi harga gas dibanding porsi harga produksinya itu tidak ada yang lebih dari 25 persen. Kalau produk China lebih murah 30 persen, gasnya gratis pun tidak pernah lebih murah dari produk China,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Bayu mencermati insentif HGBT hanya menolong dari perbaikan margin industri. Namun pengusaha akan sulit menutup kesenjangan apabila terdapat lebih dari 30 persen selisih HGBT dengan impor gas.
Senior Advisor Indonesian Gas Society Salis S Aprilian juga meminta Menteri Industri Agus Gumiwang untuk mengevaluasi secara menyeluruh kebijakan ini. Tidak hanya melihat dari sisi hilir yaitu harga murah yang bisa dinikmati tujuh industri. Tapi juga harus melihat sisi hulu dan tengahnya.
Apalagi berdasarkan data SKK Migas, diperkirakan penerimaan negara di hulu migas yang turun akibat kebijakan HGBT mencapai USD 1 miliar di tahun 2023. Nilai ini setara Rp 15,67 triliun (kurs Rp 15.676 per dolar AS).
“Maunya orang hilir harga murah, tapi maunya orang hulu harga mahal. Midstream kadang-kadang tergencet di situ, malah minus di situ,” ujarnya.
ADVERTISEMENT