Anggota DPR Kritik Aturan Luhut Beli Migor Pakai Aplikasi: Bisa Gaduh di Pasar

28 Juni 2022 11:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Komisi VI DPR F-PDIP Deddy Yevri Sitorus. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Komisi VI DPR F-PDIP Deddy Yevri Sitorus. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi 6 DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus meminta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi hingga Kementerian Perdagangan untuk mempertimbangkan kembali ide distribusi minyak goreng (migor) menggunakan aplikasi PeduliLindungi dan KTP. Menurutnya metode tersebut berpotensi menimbulkan kegaduhan dan merepotkan masyarakat serta berpotensi menyebabkan penyimpangan.
ADVERTISEMENT
Deddy juga meminta Kementerian Perdagangan harus menjelaskan dan mensosialisasikan terlebih dahulu siapa saja yang berhak membeli migor tersebut. Jika tidak, maka akan berpotensi menyebabkan kerumunan orang yang kecewa karena tidak boleh mendapatkan migor.
“Bayangkan orang datang ke tempat pembelian lalu ternyata aplikasi menunjukkan warna merah, pada saat yang sama banyak warga lain yang terlihat mampu ternyata dapat. Hal ini bisa berujung pada kegaduhan di lapangan. Harusnya mereka yang datang ke toko adalah mereka yang memang berhak,” jelas Deddy dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/6).
Sementara itu, menurutnya penggunaan KTP yang tidak mengacu pada Kartu Keluarga (KK) juga berpotensi menimbulkan kegaduhan karena volume yang ditetapkan cukup besar. Hal ini menurutnya bisa mendorong penimbunan dan alokasi di setiap titik itu habis dalam waktu singkat, sehingga tidak banyak bisa mendapatkan.
ADVERTISEMENT
Kondisi tersebut, kata dia, bisa terjadi karena selisih harga dengan minyak goreng kemasan masih cukup tinggi. Menurut Deddy, cara terbaik mengatasi mahalnya minyak goreng dengan membuat rantai distribusi yang benar dan memastikan pasokan lancar, sesuai kebutuhan di setiap daerah dengan harga sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan (kiri) melakukan rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (9/9). Foto: Fanny Kusumawardhani
“Saat ini pasokan melimpah dan bahkan pabrik kelapa sawit sudah tidak mampu menampung produksi. Tanpa tata kelola rantai pasok yang baik dan mekanisme distribusi yang benar, persoalan minyak goreng tidak akan pernah terselesaikan secara fundamental dan merugikan semua,” jelas Deddy.
Dia menuturkan saat ini yang terpenting membanjiri pasar domestik dan memperlancar proses ekspor agar mekanisme pasar bekerja. Hal ini menurutnya akan mendorong keseimbangan supply dan demand serta mendorong harga turun secara wajar.
ADVERTISEMENT
Deddy berharap pemerintah berpikir secara sistemik dan menata ekosistem sawit dan minyak goreng secara fundamental, tidak selalu berpikir ad hoc dan parsial. Selain itu, menurutnya kerugian sudah dialami semua pihak terutama pada pelaku perkebunan skala sedang dan petani sawit rakyat.
Dia menyebut keuntungan hanya didapatkan oleh mafia migor. Di sisi lain, petani kecil sedang menderita sebab harga buah sawit sudah terhempas hingga Rp 400 per kg dari harga keekonomian yang wajar sebesar Rp 2.156 per kg akibat tangki penyimpanan yang sudah melebihi kapasitas.
Menurutnya, dengan harga minyak sawit yang sudah menyentuh Rp 5.138 per kg, harga minyak goreng curah berada jauh di bawah HET, yaitu di kisaran Rp 12.156 per kg atau sekitar Rp 11.200 per liter
ADVERTISEMENT
“Terus terang saya tidak mengerti cara berpikir Pak Luhut dan Pak Mendag,” tutup Deddy.