Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Arcandra Tahar Prediksi China Tambah Impor Batu Bara Lagi Tahun Ini
17 Januari 2022 8:02 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Mantan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar memprediksi, permintaan batu bara bakal tetap tinggi di tahun ini. Sebab, China dan India yang merupakan konsumen 65 persen dari produksi batu bara dunia tetap mengandalkan PLTU sebagai sumber energi murah mereka.
ADVERTISEMENT
China juga masih terus menambah kapasitas PLTU di dalam negerinya. Kebutuhan batu bara untuk PLTU-PLTU baru itu harus dipenuhi dari impor karena penambangan batu bara di dalam negeri China terhambat aturan terkait keamanan dan lingkungan.
"Kebutuhan China akan batu bara akan tetap tumbuh dengan tambahan PLTU sebesar 35 GW di tahun 2020. Sebenarnya China dengan cadangan batu bara keempat terbesar di dunia bisa untuk memenuhi batu bara mereka. Namun, dengan pengetatan aturan safety dan environment, peningkatan produksi batu bara China belum mampu mengimbangi laju pertumbuhan PLTU mereka," papar Arcandra seperti dikutip dari akun Instagramnya, Senin (17/1).
Imbas dari peningkatan permintaan batu bara dunia yang akan melebihi permintaan sebelum pandemi COVID-19, harga komoditas ini diperkirakan bergerak di atas USD 70 per ton.
ADVERTISEMENT
Hubungan dagang antara China dengan Australia juga menentukan harga batu bara di 2022. Arcandra menjelaskan, hubungan dagang tersebut pun menjadi salah satu penyebab krisis energi di Eropa, di mana China tidak mau membeli batu bara dari Australia dan membuat harga batu bara di 2021 melebihi USD 200 per ton.
Pakta pertahanan AUKUS yang dibentuk Australia, Inggris, dan Amerika Serikat berdampak pada hubungan dagang China dengan Australia.
Selain itu, Arcandra juga memperkirakan bahwa permintaan minyak kembali ke level 100 juta barel per hari seperti sebelum pandemi COVID-19. Dengan permintaan sebesar itu dan OPEC+ tidak menaikkan produksi, maka harga diprediksi bergerak di level USD 65-80 per barel.
"Tentu ada beberapa catatan penting yang mempengaruhi tingkat harga ini. Salah satunya adalah varian omicron atau varian lain mampu dikendalikan dengan baik. Kalau tidak, harga bisa turun pada level di bawah USD 65 per barel lagi," tuturnya.
ADVERTISEMENT