Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Asosiasi E-commerce: Belanja Kena Bea Meterai Hambat Pertumbuhan Ekonomi Digital
12 Juni 2022 15:06 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia atau idEA, Bima Laga, menganggap rencana pemerintah mengenakan bea meterai Rp 10.000 untuk syarat dan ketentuan atau term and condition (T&C) bakal menghambat pertumbuhan perekonomian digital Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bima mengaku sudah mengikuti wacana terkait meterai elektronik di UU Bea Meterai sejak diundangkan di tahun 2020. Sejak saat itu, kata Bima, pihaknya telah menyampaikan masukan agar regulasi ini selaras dengan pertumbuhan ekonomi digital .
“Penerapan meterai elektronik pada syarat dan ketentuan atau terms and condition akan menghambat pertumbuhan ekonomi digital dan mengurangi daya saing Indonesia di kancah global,” kata Bima kepada kumparan, Minggu (12/6).
Bima menjelaskan T&C merupakan salah satu bagian layanan yang melekat pada seluruh platform yang berfungsi menjelaskan hak dan tanggung jawab dari seluruh pihak yang mengakses layanan digital. Namun, pemerintah menganggap bahwa T&C merupakan dokumen perjanjian dan terutang bea meterai sesuai UU 3 tahun 2020.
Menurut Bima, hal itu akan berdampak menciptakan hambatan atau barriers kepada proses digitalisasi yang sedang berjalan.
ADVERTISEMENT
"Bayangkan apabila seluruh user, termasuk pembeli dan seller sebelum mendaftar di platform harus bayar Rp 10.000 terlebih dahulu. Padahal mereka belum transaksi, apalagi UMKM laku aja belum sudah harus bayar meterai,” ujar Bima.
Selain itu, apabila sudah diterapkan e-meterai, maka Indonesia akan menjadi negara pertama di dunia yang memberlakukan pada platform digital. Ia menganggap langkah itu secara signifikan akan mengurangi daya saing Indonesia di kancah global.
Bima merasa pengenaan bea meterai saat belanja di e-commerce juga tidak sejalan dengan program pemerintah yang menargetkan sebanyak 30 juta UMKM go digital sampai tahun 2024.
“Penerapan perjanjian baku juga belum diimplementasikan secara utuh di offline, masih ditemukan banyaknya perjanjian baku seperti syarat dan ketentuan masuk mal, pasal, dan gedung yang mudah terlihat sehari-hari, namun tidak dikenakan objek bea meterai. Memang sangat sulit pada praktiknya, sama halnya apabila dipaksakan diterapkan di online,” ungkap Bima.
ADVERTISEMENT
Bima merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan pengecualian khusus agar T&C tidak menjadi objek e-meterai karena dampaknya yang cukup masif dalam menghambat digitalisasi.
“Apabila di kemudian hari secara perdata diperlukan e-meterai, maka kami merekomendasikan dilakukan terutang di kemudian hari agar proses digitalisasi tidak terhambat,” tutur Bima.
Pemerintah akan mengenakan bea meterai untuk syarat dan ketentuan tertentu (term and condition/T&C) pada platform digital, termasuk e-commerce. Landasan ini tertuang dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
Bea meterai T&C merupakan aturan penggunaan yang dibuat oleh penyedia platform yang harus disetujui oleh pengguna, agar pengguna dapat menggunakan layanan yang disediakan oleh penyedia platform.
Syarat dan ketentuan umumnya berisi tentang hak, kewajiban, persyaratan, kondisi, serta jaminan tertentu. Ketika syarat dan ketentuan disetujui, maka harus menggunakan meterai elektronik, yang artinya dikenakan bea meterai Rp 10.000.
ADVERTISEMENT
"Alasan pengenaan Bea Meterai T&C untuk pelaku e-commerce adalah untuk menciptakan level of playing field atau kesetaraan dalam berusaha bagi para pelaku usaha digital dan konvensional," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor dalam keterangannya, Sabtu (11/6).
Menurut Neil, saat ini otoritas pajak juga terus melakukan pembahasan dengan seluruh pihak dan stakeholder mengenai rencana penerapan bea meterai T&C. Meski demikian, belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai kepastian waktu implementasi tersebut.
Live Update
Pada 5 November 2024, jutaan warga Amerika Serikat memberikan suara mereka untuk memilih presiden selanjutnya. Tahun ini, capres dari partai Demokrat, Kamala Harris bersaing dengan capres partai Republik Donald Trump untuk memenangkan Gedung Putih.
Updated 6 November 2024, 9:03 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini