Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Wajar saja seorang investor ingin untung atas dana investasinya. Tapi, hal itu harus dibarengi dengan pengetahuan. Berinvestasilah ke produk investasi yang Anda pahami.
ADVERTISEMENT
Belakangan ini, sekitar 6.000 nasabah dibuat bingung karena dana sekitar Rp 6,6 triliun menguap begitu saja setelah produk investasi mereka dibubarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK ).
Ya, enam reksa dana milik PT Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) dilikuidasi dan dibubarkan OJK gara-gara dianggap menyalahi aturan investasi. Minna Padi menawarkan imbal hasil atau keuntungan pasti (fixed return) dengan bunga 11 persen dalam kurun waktu 6-12 bulan.
Enam produk reksa dana yang dibubarkan itu adalah RD Minna Padi Pringgondani Saham, RD Minna Padi Pasopati Saham, dan RD Syariah Minna Padi Amanah Saham Syariah.
Reksa dana lain yang juga harus dibubarkan berdasarkan surat OJK bernomor S-1442/PM.21/2019 itu adalah RD Minna Padi Hastinapura Saham, RD Minna Padi Property Plus, dan RD Minna Padi Keraton II. Empat nama pertama adalah reksa dana saham dan sisanya adalah reksa dana campuran.
ADVERTISEMENT
Dibubarkannya produk reksa dana Minna Padi tersebut disesalkan beberapa nasabah. Mereka menuntut Minna Padi mengembalikan uang nasabah utuh alias 100 persen.
Diceritakan Yunnie Tan, dia memang ditawari produk reksa dana oleh Minna Padi, 2014 silam. Namun, yang dijelaskan adalah deposito bukan reksa dana. Mereka menjanjikan keuntungan pasti sebesar 11 persen untuk jangka waktu 6-12 bulan.
Yunni mengaku mantap menaruh uang ratusan juta rupiah di instrumen investasi milik Minna Padi karena memang tujuannya menyimpan di deposito.
Yunnie yang kini berusia 65 tahun itu sengaja memilih deposito karena dinilai aman dan memberikan imbal hasil pasti, sesuai dengan profil risikonya yang konservatif. Yunnie enggan menaruh dana di instrumen investasi yang fluktuatif, berisiko.
Namun belakangan, dia baru menyadari jika dia menaruh dana di produk reksa dana, yang merupakan produk pasar modal dan berfluktuasi tentunya.
ADVERTISEMENT
Selain karena OJK menilai reksa dana Minna Padi menyalahi aturan investasi, pergerakan pasar modal yang sempat merosot tajam akibat pandemi COVID-19 juga menggerus portofolio reksa dana Minna Padi yang berbasis saham. Saat kinerja pasar saham merosot, imbal hasil investasi juga tentu ikutan ambruk. Sementara Minna Padi menjanjikan imbal hasil pasti alias tetap.
Yunnie pun kini tak bisa berbuat banyak. Ia hanya ingin uangnya kembali.
"Waktu saya ditawarkan produk ini, dibilangnya ini aman seperti deposito dan diawasi OJK, bunga tetap 11 persen, kalau lebih dikasih lebihnya. Selama itu, selalu bener setiap 6 bulan kembali 100 persen, modalnya balik, ditambah bunga 11 persen. Pas November 2019 jatuh tempo, kok jadi enggak dibayar, baru dibilang dilikuidasi, bingung saya," ujarnya kepada kumparan, Kamis (4/6).
ADVERTISEMENT
Begitu juga dengan Agus Harsojo Gunawan. Pria berusia 65 tahun itu geram dana investasi yang harusnya untuk bekal masa tua, malah lenyap begitu saja.
"Duit banyak di situ, saya umurnya 65 tahun, seluruh hidup saya, saya tanamkan di situ," ucapnya.
Belajar dari kasus Yunnie dan Agus, investor perlu berhati-hati dalam memilih produk investasi. Selain mengecek produknya tercatat atau tidak di OJK, masyarakat juga perlu paham jenis-jenis investasi. Hal ini bisa dipelajari dengan membaca atau mencari tahu mengenai produk investasi yang dimaksud.
Tak hanya itu, perlu dipahami bahwa investasi memiliki risiko, tak ada keuntungan pasti. Semakin tinggi keuntungan, semakin tinggi risiko dan sebaliknya. Berbeda dengan produk bank seperti deposito yang bunganya sudah dipatok alias tetap.
Sejatinya ada beberapa jenis investasi yang memang memiliki imbal hasil tetap. Instrumen investasi tersebut berupa obligasi atau surat utang yang diterbitkan oleh negara atau pihak swasta.
ADVERTISEMENT
“Jadi imbal hasilnya berupa kupon yang besarnya tetap setiap bulan,” jelas Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah kepada kumparan, Senin (8/6).
Sehingga jika ada pihak yang menawarkan jenis investasi di luar kedua jenis instrumen tersebut, namun berani menjamin adanya imbal hasil tetap maka investor patut curiga. Termasuk juga dengan investasi reksa dana. Piter menegaskan, instrumen reksa dana tidak termasuk jenis investasi berpendapatan tetap, kecuali berbasis saham.
“Tapi kalau investasinya bukan obligasi dan disebutkan (imbal hasil) bersifat tetap, ya memang harus dipertanyakan itu investasi apa jenisnya. Selain itu investor memang harus hati-hati atau bahkan curiga kalau imbal hasilnya terlalu besar. Reksa dana tidak termasuk jenis investasi berpendapatan tetap,” tegas Piter.
ADVERTISEMENT
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona .
*****
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!