Bahlil Sebut Batu Bara Masih Lebih Murah dari EBT

4 Desember 2024 14:36 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia saat Indonesia Mining Summit 2024 di Jakarta, Rabu (4/12/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia saat Indonesia Mining Summit 2024 di Jakarta, Rabu (4/12/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia meminta para pengusaha jangan ragu melanjutkan industri batu bara. Sebab, harganya masih sangat kompetitif meskipun dunia sudah memasuki era transisi energi.
ADVERTISEMENT
Bahlil mengatakan, saat ini masyarakat internasional berbondong-bondong mengembangkan industri hijau bahkan meninggalkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Semua ini, lanjut Bahlil, demi mencapai target Net Zero Emission. Meski begitu, dia mengakui teknologi energi baru terbarukan (EBT) masih mahal, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia.
"Saya sering mengatakan begini, kita setuju dengan global, Net Zero Emission, menurunkan emisi rumah kaca, tetapi selama teknologinya masih mahal, dan ekonomi kita belum kuat, kita harus menyesuaikan diri dengan kondisi kita," ujar Bahlil saat Indonesia Mining Summit 2024, Rabu (4/12).
Bahlil melanjutkan, Indonesia tidak bisa sekonyong-konyong mengikuti target atau indikator transisi energi yang ditetapkan negara maju. Apalagi untuk meninggalkan batu bara yang masih lebih terjangkau daripada EBT.
ADVERTISEMENT
"Batu bara, sampai dengan hari ini, kami masih menganggap sebagai salah satu energi yang cukup kompetitif, murah, dan bisa menghasilkan biaya yang kompetitif untuk menghasilkan produk," ungkap Bahlil
Bahlil meyakinkan para pengusaha batu bara agar tidak ragu melanjutkan dan mengembangkan industri batu baranya. Ia menegaskan komoditas itu masih sangat penting bagi kedaulatan energi.
Sejumlah kapal tongkang bermuatan batu bara melintas perairan Sungai Mahakam di Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (6/11/2024). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
"Jadi enggak usah ragu dulu. Wong sampai sekarang Eropa juga masih minta batu bara dari Republik Indonesia kok. Ya kita jujur-jujur aja lah," tegasnya.
Apalagi, menurut Bahlil, industri batu bara masih menyumbang penerimaan negara baik itu pajak atau nonpajak (PNBP) yang jumbo, serta masih berkontribusi besar pada perputaran ekonomi daerah.
"Kami tetap masih menganggap yang pengusaha-pengusaha di batu bara lanjut terus, enggak ada masalah, apalagi kalau produksi bagus, PNBP negara bagus, pertumbuhan ekonomi daerah bagus, enggak ada masalah," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, dia meminta pengusaha batu bara mengalokasikan investasinya untuk eksplorasi, di lain sisi juga ikut serta dalam program hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah produk. Selain itu, batu bara masih dibutuhkan sebagai sumber energi fasilitas pengolahan alias smelter.
"Sekarang smelter-smelter yang sekarang kita bangun, itu mulai kita dorong untuk blending. Sebagian pakai gas, sebagian pakai batu bara," terang Bahlil.
Bahlil menuturkan jika bahan bakar smelter menggunakan 100 persen EBT, harga produknya akan jauh lebih mahal daripada menggunakan batu bara atau campuran.
"Kalau kita memakai energi baru terbarukan 100 persen, biaya harga jualnya dengan energi fosil atau batu bara, pasti energi baru terbarukan punya lebih mahal, dan ini tergantung Bapak, Ibu semua," tutur Bahlil.
ADVERTISEMENT