Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Dibanding Impor, Bulog Diminta Perbanyak Serap Beras Petani saat Panen Raya
7 September 2024 18:07 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Perum Bulog diminta serius menyerap beras hasil produksi petani lokal. Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas, menyebut Bulog harus mengincar panen raya jika ingin menyerap lebih banyak hasil dari petani. Hal ini karena Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah terbentuk pada momen tersebut.
ADVERTISEMENT
“Bulog memang sejak dulu memang sudah disarankan Bulog harus menyerap besar-besaran saat panen raya. Karena saat panen raya HPP hampir selalu harga yang terbentuk, harga di tingkat petani hampir selalu di bawah HPP saat panen raya,” kata Andreas kepada kumparan, Sabtu (7/9).
Andreas juga berharap agar ada relaksasi HPP gabah yang menjadi langkah utama untuk menyerap hasil produksi petani dalam negeri.
“Kalau pemerintah mau ya diambil relaksasi harga relaksasi HPP (gabah), harga pembelian pemerintah misalnya antara Rp 6.000-Rp 6.500 atau Rp 6.000-Rp 7.000. Itu misalnya relaksasi,” ujar Andreas.
Dalam upaya menyerap saat panen raya, Andreas meminta seharusnya impor beras Bulog dikurangi. Ia menilai impor beras masih sangat besar.
“Tahun ini kemungkinan (impor) sekitar 3,6 juta ton. Jadi itu sehingga Bulog terpicu untuk menyerap gabah sebesar-besarnya. Terutama impor-impor sebelum Juli. Sebelum Juli itu kalau bisa dikurangi, sehingga Bulog terpicu untuk memasukkan gabah maupun beras di tingkat petani sebesar-besarnya," ungkap Andreas.
ADVERTISEMENT
Pengamat pertanian, Syaiful Bahari, juga menyoroti soal HPP gabah di Indonesia. Menurutnya, jangan sampai HPP gabah terlalu kecil sehingga petani merugi. Ia berharap agar pemerintah dapat menurunkan biaya produksi.
“Jadi kalau harga gabah yang dijual petani di bawah Rp 6.000 per kilo, sudah pasti petani rugi. Siapa yang mau menanam padi kalau hasilnya malah merugi dan nombok utang? Jadi, jangan petani yang disalahkan soal tingginya harga gabah. Tetapi kemana tanggung jawab pemerintah untuk menurunkan biaya produksi?,” kata Syaiful.
Ia juga mengkritisi langkah impor yang kerap kali dijadikan solusi. Menurutnya langkah tersebut tidak berdampak baik pada produksi padi nasional.
Regulasi Ketat sampai HPP Kurang Adaptif
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian, berpendapat kurangnya serapan beras dari petani lokal juga disebabkan oleh regulasi jenis beras yang tidak sesuai dengan kemampuan produksi petani lokal.
ADVERTISEMENT
“Regulasi yang ketat jenis beras yang diterima Bulog. Sedangkan petani ini untuk mengeringkan saja masih manual menggunakan cahaya matahari. Kurang penerapan teknologinya. Karena itu kualitas gabahnya kurang baik,” katanya.
HPP yang kurang adaptif juga menjadi salah satu penyebab. Menurutnya, HPP kurang adaptif terhadap perubahan biaya input pertanian dan tingkat inflasi. Hasilnya, banyak petani yang lebih berminat untuk menjual ke bandar agar mendapat harga yang lebih tinggi.
Eliza menyarankan ke depan HPP dapat menyesuaikan tingkat inflasi agar dapat menjaga margin petani.
“HPP ini disesuaikan dengan tingkat inflasinya. Harus adaptif untuk menjaga margin petani. Selain itu, Bulog jemput bola ke petani-petani. Dalam hal ini bisa bekerja sama dengan Pemda yang bisa memberikan subsidi angkutan dari lahan ke gudang Bulog,” tutur Eliza.
ADVERTISEMENT
Dalam catatan kumparan, serapan Bulog di dalam negeri sekitar 833 ribu ton, sisanya adalah pengadaan luar negeri sesuai penugasan tahun ini 3,6 juta ton. Kenaikan importasi beras berkaitan erat dengan jumlah yang dapat diproduksi dalam negeri. Penurunan produksi akan membuat selisih konsumsi dan produksi semakin besar.