Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
DJP dan Stafsus Sri Mulyani Respons Curhatan Soimah soal Petugas Pajak
9 April 2023 5:35 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam wawancara dengan Butet Kartaredja di Kanal Youtube Mojokdotco, Soimah menceritakan pada saat itu waktu pengukuran dilakukan cukup lama sejak 10.00 WIB hingga jam 17.00 WIB. Hasil pengukuran tersebut, nilai bangunan itu ditaksir Rp 50 miliar.
Soimah mengatakan perilaku petugas pajak itu membuatnya merasa seperti koruptor. Ia pun mengaku kejadian tak mengenakan itu tak hanya sekali. Namun berkali-kali, sejak 2015 hingga 2023.
"Saya diperlakukan seperti ba**ngan, seperti koruptor. Tahun 2015 datang ke rumah orang pajak buka pagar tanpa kulonuwun (salam), tiba-tiba sudah di depan pintu yang seakan-akan saya tuh mau melarikan diri," kata Soimah.
DJP Sebut Tak Ada Debt Collector saat Menagih Utang
Merespons hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menegaskan tidak ada debt collector saat menagih utang. DJP memiliki petugas yang menjalankan tugas pokok dan fungsinya menagih utang pajak.
ADVERTISEMENT
Melalui akun twitter @DitjenPajakRI, dijelaskan bahwa dalam proses penagihan harus memenuhi SOP dan prosedur berdasarkan ketentuan undang-undang yang telah ditetapkan. Penagihan aktif dilakukan apabila wajib pajak tidak membayar utang pajaknya sesuai jangka waktu yang ditetapkan.
“Dalam penagihan aktif contohnya penyampaian surat paksa, juru sita datang ke tempat wajib pajak dengan membawa surat tugas dan identitas resmi DJP,” tulis DJP, dikutip Minggu (9/4).
Apabila terdapat pelanggaran dalam pelaksanaan tugas oleh pegawai DJP saat melaksanakan tugas, wajib pajak dapat melaporkan pegawai tersebut melalui kanal pengaduan DJP.
“Setiap surat kepada wajib pajak yang dikirimkan oleh kantor pajak telah melalui penelitian terkait data yang terkandung dalam surat tersebut,” lanjutnya.
Wajib pajak dapat merespons surat tersebut secara tertulis maupun langsung kepada kantor pajak penerbit surat tersebut terkait perihal dalam surat tersebut. Secara aktif pula, kantor pajak akan melakukan konfirmasi terkait data-data perpajakan wajib pajak dalam bentuk kunjungan/verifikasi lapangan.
ADVERTISEMENT
Dalam pelaksanaan kunjungan tersebut, pegawai DJP akan mengunjungi wajib pajak dengan membawa surat tugas dan identitas resmi DJP.
Jubir Kemenkeu Buka Suara
Staf Khusus Sri Mulyani yang juga Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yustinus Prastowo, menyatakan tak akan membela diri dan membela institusi. Ia pun secara tegas mengatakan siap dengan konsekuensi terburuk bahkan siap untuk dicaci dan dituduh.
"Tentu saya tak hendak membela diri, termasuk buta membela institusi. Kami sudah siap dengan konsekuensi terburuk atas nila setitik yang diteteskan di belanga susu. Dicaci, diprotes, dituduh ini itu adalah santapan sehari-hari," kata Prastowo kepada kumparan, Sabtu (8/4).
Prastowo menjelaskan, aspirasi publik harus didengarkan sembari dicarikan jalan keluarnya. Lebih lanjut, Sri Mulyani selalu mewanti-wanti anak buahnya untuk selalu rendah hati, tak segan minta maaf, dan terus menjalin silaturahmi dan komunikasi yang baik kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Kembali ke Soimah. Saya dihantui rasa bersalah dan gelisah. Apa yang akan terjadi jika persediaan pengampunan dari publik kian menipis? Apa yang akan terjadi esok, adakah pelanggaran atau penyimpangan yang akan terungkap?" kata dia.
Prastowo mengungkapkan, dirinya sudah menggeledah ingatan soal para pejabat dan pegawai yang pernah terlibat, bertugas di KPP Pratama Bantul.
Untuk itu, dia berniat untuk mencari dan berkomunikasi dengan Soimah. Ia ingin segera menyelesaikan permasalahan ini.
"Sayangnya sulit sekali menjangkaunya. Saya mencoba bertanya ke Romo Sindhunata, budayawan yang tinggal di Jogja dan mentor Soimah. Kebetulan saya bersahabat dan cukup dekat dengan Romo Sindhu," ungkap Prastowo.
Prastowo menyimpulkan permasalahan Soimah ke dalam beberapa poin. Pertama mengenai kisah tahun 2015 ketika Soimah membeli rumah. Mengikuti kesaksiannya di Notaris, Prastowo menduga, yang berinteraksi adalah petugas BPN dan Pemda, yang berurusan dengan balik nama dan pajak-pajak terkait BPHTB yang merupakan domain Pemda. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) biasanya hanya memvalidasi.
ADVERTISEMENT
Kedua, tentang kedatangan petugas pajak yang membawa debt collector, masuk rumah melakukan pengukuran pendopo, termasuk pengecekan detail bangunan. Ia mengatakan bahwa hal itu adalah kegiatan normal yang didasarkan pada surat tugas yang jelas.
"Memang membangun rumah tanpa kontraktor dengan luas di atas 200 meter terutang PPN 2 persen dari total pengeluaran. UU mengatur ini justru untuk memenuhi rasa keadilan dengan konstruksi yang terutang PPN," jelas dia.
Prastowo melanjutkan, petugas pajak bahkan melibatkan penilai profesional agar tak semena-mena. Hasilnya, nilai bangunan ditaksir Rp 4,7 miliar, bukan Rp 50 miliar seperti diklaim Soimah.
Kagum dengan Kesabaran Pegawai Pajak Bantul Ingatkan Soimah
Prastowo mengaku sudah mendengarkan rekaman percakapan Soimah dan juga chat dengan petugas pajak. Prastowo bahkan mengatakan pegawai pajak sangat sabar ingatkan Soimah untuk membayar pajak walaupun ia terlambat menyampaikan SPT.
ADVERTISEMENT
"Duh, saya malah kagum dengan kesabaran dan kesantunan pegawai KPP Bantul ini. Meski punya kewenangan, ia tak sembarangan menggunakannya. Ia hanya mengingatkan bahkan menawarkan bantuan jika Soimah kesulitan," kata Prastowo.
"Ternyata itu dianggap memperlakukan seperti maling, bajingan, atau koruptor. Hingga detik ini pun meski Soimah terlambat menyampaikan SPT, KPP tidak mengirimkan teguran resmi, melainkan persuasi," ungkap dia.
***
kumparan bagi-bagi berkah senilai jutaan rupiah. Jangan lewatkan beragam program spesial lainnya. Kunjungi media sosial kumparan untuk tahu informasi lengkap seputar program Ramadhan! #BerkahBersama