Dukung B50, Pengusaha Sawit Beri Solusi Biar Tak Ada Kendala Bahan Baku

10 Agustus 2024 20:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Foto: Syifa Yulinnas/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Foto: Syifa Yulinnas/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) buka suara terkait rencana implementasi kenaikan campuran minyak kelapa sawit (CPO) dengan BBM Solar alias biodiesel menjadi 50 persen (B50).
ADVERTISEMENT
Hal ini menyusul langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mulai mengkaji penerapan B50 sebagai bahan bakar sektor transportasi. Kajian ditargetkan rampung Oktober 2024.
Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, mengatakan pihak pengusaha sudah terlibat dalam kajian tersebut. Pihaknya berpendapat bahwa keandalan pasokan bisa dipastikan dengan kenaikan produktivitas CPO.
"GAPKI memberikan masukan untuk B50, untuk penerapan ini tetap harus ditingkatkan produktivitas supaya produksi naik," jelasnya saat dihubungi kumparan, Sabtu (9/8).
Eddy meminta pemerintah untuk segera meningkatkan produktivitas CPO dengan mempercepat kegiatan peremajaan sawit rakyat. Pasalnya, semakin tua usia tanaman sawit maka semakin rendah pula produktivitasnya.
"Kalau pemerintah akan menerapkan ini bagus, supaya pemerintah segera mempercepat utamanya peremajaan sawit rakyat dengan menghilangkan segala hambatan yang ada saat ini," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menjelaskan implementasi biodiesel akan naik dari B35 menjadi B40 mulai 1 Januari 2025. Paralel dengan itu, pemerintah juga mengkaji peningkatan campuran menjadi B50.
"Dalam 2 bulan ke depan, studi mengenai B50 juga sudah mulai dilakukan. Jadi kita harapkan nanti sebelum Oktober kita sudah punya hasil preliminary studinya untuk kapan bisa juga menerapkan B50 dengan komposisi juga seperti apa," jelasnya saat acara Sustainability Action for The Future Economy (SAFE), Kamis (8/8).
Dikonfirmasi setelah acara, Eniya menjelaskan pemerintah berupaya meningkatkan bauran biodiesel menjadi B50 untuk menurunkan kadar emisi karbon di sektor transportasi.
Meski demikian, dia mengakui kendala pengembangan biodiesel di Indonesia adalah kurangnya bahan baku sebanyak 4,2 juta kiloliter. Dengan begitu, pemerintah mengkaji penambahan campuran Hydrotreated Nabati Oil (HVO).
ADVERTISEMENT
Adapun sejauh ini, implementasi B35 sepenuhnya menggunakan bahan baku Fatty Acid Methyl Esters (FAME). Eniya berharap kajiannya bisa selesai pada Oktober 2024.
"Sekarang sedang diuji statis untuk komposisi B50. Dalam waktu 2 bulan kita akan bisa berkata bahwa komposisi B50, apakah B40 ditambah 10 dari biohidrokarbon ataupun HVO, atau komposisinya mau 35 tambah 15, ataupun full CPO 50 persen," jelas Eniya.
Komposisi tersebut, menurut Eniya, akan berdampak pada harga B50 lantaran HVO, yang selain sawit juga bisa dari bahan baku nabati lain seperti kedelai, cenderung lebih mahal dari campuran FAME.