Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ekonomi Bangka: Apa yang Dikais Setelah Timah Habis?
27 Oktober 2018 11:33 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Para nelayan di Bangka tak perlu melaut jauh untuk sekedar meraih ikan hasil tangkapan sebanyak 10 kilogram. Cukuplah melepas sauh, lalu mengayuh perahu sejauh 1 mil dari bibir pantai. Ikan sebanyak bisa didapat dan hasil penjualannya bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Tapi menurut Sudirman, nelayan di Pantai Matras, Sungai Liat, Provinsi Bangka Belitung , kemudahan menangkap ikan itu cerita setidaknya 20 tahun silam. Lain dulu, lain pula kini. Jika melaut hanya di sekitaran pantai, dia mengaku paling hanya bisa mendapat tangkapan ikan 2 kilogram saja.
Salah satu penyebabnya, kata Sudirman, adalah aktivitas pertambangan timah yang semakin marak di bibir pantai Pulau Bangka . "Dengan kondisi air laut seperti ini, apakah ada ikan yang mau datang ke sini dan bisa kami tangkap?" ujarnya kepada kumparan.
Tambang timah semakin bergeser ke perairan karena cadangan di darat sudah mulai habis. Sementara cadangan yang masih banyak berada di perairan, sekitar 0-2 mil dari bibir pantai.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, saat ini ada 116 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Zona Pengelolaan Laut 0-2 Mil dari garis pantai. 48 IUP di antaranya dipegang oleh PT Timah (Persero) Tbk, anak usaha Holding BUMN Pertambangan yang juga produsen timah nomor 2 terbesar di dunia.
ADVERTISEMENT
Khusus untuk PT Timah, IUP diterbitkan oleh Kementerian ESDM. Sedangkan 68 IUP lainnya diterbitkan oleh Pemda Bangka Belitung.
PT Timah membenarkan bahwa cadangan timah di daratan Bangka Belitung sudah hampir habis. Sementara saat ini harga timah sedang bagus, permintaan pasar cukup tinggi.
Karena itu, PT Timah berniat masuk ke Laut Olivier di lepas pantai Belitung Timur. IUP untuk PT Timah di Laut Olivier diterbitkan oleh Kementerian ESDM dan berlaku hingga 2025.
Namun, keinginan PT Timah ini terganjal karena Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan DPRD Bangka Belitung kini berupaya menertibkan dan mendorong tambang timah agar ramah lingkungan.
Terutama agar perekonomian Bangka Belitung bisa terus berkelanjutan. Untuk melindungi nelayan dan kawasan wisata dari dampak lingkungan penambangan timah, saat ini Peraturan Daerah mengenai RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) tengah disusun.
ADVERTISEMENT
Beleid daerah ini mengatur soal zona perairan laut di Bangka Belitung. Ada zona tambang, ada pariwisata, ada zona penangkapan ikan dan sebagainya. Termasuk kawasan laut untuk konservasi.
"Kita mengatur bahwa di Bangka Belitung ini pariwisatanya mengandalkan pantai, sekarang kami sedang membuat Perda zonasi," kata Gubernur Bangka Belitung, Erzaldi Rosman, kepada kumparan.
Namun, menertibkan tambang timah di Bangka Belitung tak semudah membalik telapak tangan. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan. Timah adalah salah satu komoditas ekspor penyumbang penerimaan negara. "Di Babel ini tantangannya luar biasa," ujar Erzaldi.
Tambang timah juga merupakan salah satu sumber utama perekonomian penduduk Bangka Belitung. PT Timah pun bergantung pada kekayaan alam di Bangka Belitung. "Kan (PT Timah) ini aset negara. Kebijakan ada di pusat. Jadi kita rembuk sama-sama apa take and give. Harus dipikirkan juga berapa karyawan Timah dan masyarakat yang terpengaruh (kalau izin dicabut)," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Belum lagi perkara menghadapi oknum TNI, Polri, dan PNS yang melindungi tambang-tambang ilegal. "Kita tidak didukung faktor kontrol dan keamanan untuk bisa menertibkan mereka agar tidak melakukan penambangan secara ilegal. Petugas kita sedikit, belum lagi perkara lainnya ada oknum-oknum bermain," tutur Erzaldi.
Maka jalan terbaik adalah mengendalikan kegiatan pertambangan timah agar dampaknya pada lingkungan berada pada level paling minimal. Untuk penambangan di Laut Olivier yang beririsan dengan kawasan wisata, Erzaldi memberi syarat kepada PT Timah, yaitu harus tetap menjaga kelestarian alam.
"Olivier menurut PT Timah kandungannya sangat besar. Kita sama berkeinginan menambang dengan ramah lingkungan. Ambil timahnya, minimalkan kerusakan lingkungan. Memang yang namanya tambang tidak ada yang tidak rusak lingkungan. Tapi tolong seminimal mungkin," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa alasan Erzaldi membatasi pertambangan timah. Ia ingin perekonomian Bangka Belitung tak terus menerus bergantung pada hasil tambang yang suatu saat akan habis. Beda dengan pariwisata dan perikanan yang berkelanjutan.
"Jangan sampai setelah timah habis, baru mengalihkan ke tempat lain. Justru saat kondisi masih kuat, kita dorong orang berinvestasi ke sektor pariwisata," ujarnya.
Apalagi isu lingkungan kini begitu penting dan sudah menjadi tuntutan pasar. Pada 16 Oktober 2018 lalu misalnya, Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia (ICDX) menghentikan sementara (suspend) perdagangan timah batangan (ingot) dan bijih timah (ore) yang diverifikasi oleh PT Surveyor Indonesia (Persero).
Penangguhan itu dilakukan karena Surveyor Indonesia diduga meloloskan timah ilegal. Langkah Pemprov Bangka Belitung mendorong pertambangan agar tertib dan ramah lingkungan sejalan dengan itu.
ADVERTISEMENT
Arah kebijakan Pemprov Bangka Belitung ini mendapat dukungan dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Dalam kunjungannya bersama Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar pada Kamis (4/10) lalu, Susi menyampaikan bahwa PT Timah harus membuktikan dulu bahwa kegiatan pertambangannya tak merusak ekosistem.
"Saya sudah bilang sama Pak Arcandra, buktikan dulu di Bangka sana soal teknologi tambang timah yang ramah lingkungan. Di daerah yang sudah dieksploitasi, tapi tidak di Belitung. Kalau mau buat percobaan yah dilakukan di tempat yang sudah rusak jangan di tempat yang cantik. Belitung itu salah satu dari sedikit pantai yang sangat aman (jauh dari potensi bencana)," kata Susi kepada kumparan.
Sesuai arahan Susi, PT Timah pun melakukan studi untuk menemukan teknologi yang ramah lingkungan. PT Timah akan melakukan uji coba dulu di Laut Bangka pada 2019.
ADVERTISEMENT
"Ibu Susi bilang sekarang belum bisa (menambang timah di lepas pantai) karena menunggu alat ramah lingkungan. Alatnya untuk di laut masih studi, mungkin 2019 mulai uji coba," kata Corporate Secretary PT Timah, Amin Haris Sugiarto, kepada kumparan.
Alat yang disiapkan PT Timah serupa dengan alat untuk pertambangan migas di lepas pantai, tidak lagi menggunakan Kapal Isap Produksi seperti saat ini.
Lain arahan, lain pula kenyataan di lapangan. Pantauan kumparan di Pantai Matras, sempat menjumpai Kapal Isap Produksi (KIP) yang beroperasi tak sampai 2 mil dari bibir pantai. Bukan hanya 1 unit, bahkan 2 sekaligus.
Kedua KIP itu memang tak bisa dipastikan juga milik PT Timah, karena pekerja di kapal menolak memberi keterangan. Tapi permintaan Menteri KKP untuk menambang secara ramah lingkungan dan tak terlalu dekat ke pantai, tentu tak hanya ditujukan ke BUMN PT Timah.
ADVERTISEMENT
Soal komitmen PT Timah untuk menambang di perairan secara ramah lingkungan, teknologinya memang masih harus diuji dan dibuktikan. Sebab, pertambangan timah lepas pantai di dunia ini hanya ada di Bangka. "Satu-satunya di dunia tambang timah offshore cuma di Indonesia," tutup Amin.