Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Erick Thohir Minta Maskapai BUMN Jajaki Pengadaan Pesawat Boeing
5 Desember 2024 14:03 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan rencana maskapai Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air menjajaki pengadaan pesawat dari produsen pesawat asal AS, Boeing.
ADVERTISEMENT
Erick menuturkan, saat ini Indonesia mengalami kekurangan pesawat, dari idealnya 700 pesawat, namun setelah pandemi COVID-19 melanda hanya ada 390 armada yang mengudara saat ini.
Dia pun menyampaikan permasalahan tersebut langsung kepada Boeing saat pertemuan bilateral dengan Asian American Chamber of Commerce hari ini di kantor Kementerian BUMN.
"Kita mendorong kerja sama ini, bahkan ya salah satunya kita terbuka menambah jumlah pesawat terbang melalui Boeing. Tapi bagaimana roadmap pengadaannya lalu leasing-nya dan macam-macamnya," ungkapnya saat konferensi pers, Kamis (5/12).
Erick menuturkan, nantinya pemerintah Indonesia akan berdiskusi langsung dengan bank ekspor impor AS (Exim Bank) maupun pihak lessor pesawat terkait pengadaan pesawat Boeing.
Meskipun begitu, belum ada kepastian kapan penandatanganan kerja sama ini dilakukan antara maskapai BUMN maupun Boeing, baik itu dari jumlah pesawatnya serta nilai pengadaannya. Sebab, hal itu akan menyesuaikan peta jalan masing-masing maskapai dan produsen.
ADVERTISEMENT
"Saya tawarkan bagaimana misalnya Exim Bank-nya, leasing company-nya bisa bernegosiasi langsung dengan Garuda, Citilink, dan Pelita. Tetapi sesuai dengan roadmap masing-masing maskapai. Itu yang kita lakukan," jelas Erick.
Untuk menindaklanjuti penjajakan ini, Erick akan mengajak Menteri Perhubungan (Menhub) dan Menteri Investasi/Kepala BKPM untuk memuluskan rencana kerja sama dengan Boeing.
Di sisi lain, dia juga membuka kemungkinan menjajaki kerja sama dengan produsen pesawat terbang selain Boeing, seperti Airbus dan Comac agar jumlah armada Indonesia tidak stagnan 10 tahun kemudian.
"Solusi-solusi ini ya mau tidak mau harus bekerja sama, apakah dengan Airbus, Boeing, ataupun Comac dari China, ataupun pesawat dari Rusia, karena kita tidak mungkin 10 tahun lagi terbelenggu dengan jumlah pesawat yang sama. Ini sangat membahayakan, karena kita sendiri merupakan negara kepulauan," pungkas Erick.
ADVERTISEMENT