Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Gapki: Ekspor Sawit RI di 2024 Stagnan di Bawah 5% Imbas Program Pemerintah B35
16 Januari 2024 9:26 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki ) mengungkapkan, ekspor kelapa sawit Indonesia akan stagnan atau tidak lebih dari 5 persen di 2024. Hal ini dipengaruhi oleh permintaan domestik yang kian meningkat, salah satunya ada program mandatory pemerintah biodiesel 35 persen atau B35.
ADVERTISEMENT
“Jika mandatory B35 diperpanjang maka kebutuhan domestik Indonesia bisa mencapai 25 juta ton. Dengan demikian, Maka ekspor kelapa sawit di tahun 2024 akan berkurang 4,13 persen atau hanya sekitar 29 juta ton”, jelas Ketua Umum Gapki, Eddy Martono dalam dalam Pakistan Edible Oil Conference yang diselenggarakan di Karachi, Pakistan yang dikutip, Selasa (16/1).
Meski begitu, selain program mandatory biodiesel, peningkatan konsumsi juga terjadi pada produk oleochemichal. Sehingga tren penurunan ekspor sebetulnya sudah terjadi sejak 2020 dengan tujuan ekspor utama yakni China, India, Uni Eropa, Pakistan dan Amerika Serikat.
Penyebab lainnya adalah produksi kelapa sawit Indonesia terus mengalami penurunan sejak tahun 2005.
Sawit Indonesia Tetap Akan Mendominasi Pasar Minyak Nabati Global
Lebih lanjut Global Research analyst, Thomas Mielke dalam kesempatan yang sama menjelaskan, penurunan produksi kelapa sawit memberikan pengaruh signifikan di pasar global di tengah semakin meningkatnya konsumsi dunia. Menurutnya, Industri kelapa sawit Indonesia tetap akan mendominasi pasar minyak nabati global yang menguasai 32 persen produksi minyak nabati dan 53 persen ekspor di pasar global di tahun 2024.
ADVERTISEMENT
“Peningkatan produksi kelapa sawit dalam setahun hanya sekitar 1,7 juta ton atau bahkan kurang. Jumlah ini jauh lebih rendah dari biasanya yang terjadi dalam sepuluh tahun terakhir sejak 2020 yakni 2,9 juta ton," jelas dia.
Penurunan produksi utamanya karena turunnya produksi sawit Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar. Begitu pula adanya El Nino atau gelombang panas ekstrem di berbagai belahan dunia di akhir tahun 2023 tidak memberikan pengaruh lebih signifikan dibandingkan penurunan produksi kelapa sawit di Indonesia.
Sementara terkait dengan harga, selain faktor supply kelapa sawit Indonesia di pasar yang menurun, kebijakan bioenergi atau biodiesel dan sustainable Aviation fuel (SAF) di berbagai negara juga turut menjadi faktor yang akan mempengaruhi harga pasar di tahun 2024. Pasalnya hingga kini belum terlihat adanya potensi peningkatan produksi minyak nabati lain dengan kuantitas total yang setara.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam konferensi yang diselenggarakan untuk keenamkalinya tersebut, eskalasi geopolitik global tak kalah menjadi faktor yang mempengaruhi ketidakpastian harga minya nabati global di tahun 2024. Selain belum selesainya eskalasi di laut hitam, dampak dari memanasnya laut merah tentu saja harus diantisipasi dengan sangat cermat dampaknya terhadap supply dan juga ketersediaan akses logistik.