Harga BBM Melonjak, Pengusaha Bus Akan Naikkan Tarif Tiket hingga 35 Persen

4 September 2022 16:36 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi bus yang sedang terparkir Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bus yang sedang terparkir Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) akan melakukan penyesuaian tarif tiket bus imbas naiknya harga BBM. Jenis BBM yang dinaikkan harganya yakni Pertalite dari sebelumnya Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, Solar naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax yang semula Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.
ADVERTISEMENT
Ketua IPOMI Kurnia Lesani Adnan mengatakan kenaikan harga BBM berdampak secara langsung terhadap tarif bus. Sebab, kata Kurnia, BBM merupakan salah satu komponen terbesar dari biaya operasional bus.
"Penyesuaian tarif yang akan kami lakukan kisaran 25-35 persen, melihat daerah dan jarak operasionalnya," ujar Kurnia kepada kumparan, Minggu (4/9).
Kurnia menekankan selama pemerintah tidak tegas siapa yang berhak menggunakan BBM subsidi, maka akan tetap bermasalah nantinya. Ia merasa terjadi kekeliruan kalau membatasi pembelian per hari terhadap pelaku transportasi umum.
"Operasional kami sangat terhambat sejak pembatasan pembelian BBM diberlakukan," kata Kurnia.
Tak hanya BBM, Kurnia menyebut sudah terjadi inflasi pada harga spare part ditambah dengan kenaikan PPN sejak awal tahun 2022. "Dari Januari saja sudah 15 persen harga spare part naik. Setelah BBM naik, pasti akan terjadi kenaikan harga lagi terhadap komponen penunjang operasional kami ke depannya," terang Kurnia.
ADVERTISEMENT
Kurnia juga mengeluhkan pihaknya sudah sulit mencari ban. Ban yang digunakan mayoritas ban tubeless radial. Ban jenis tersebut masih impor dan belum diproduksi dalam jumlah banyak di dalam negeri.
"Ini salah satu hal yang membuat biaya operasional kami naik, karena yang dulunya kami bisa beli ban dengan memperkirakan beberapa bulan ke depan tapi saat ini kalau kami tidak beli saat barang ada risiko. Bila ke depannya impor macet, kami harus merusak aliran kas berjalan," tutur Kurnia.