Harga Nikel Anjlok Terus, RI Dikabarkan Pangkas Produksi di 2025

26 Desember 2024 10:47 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wujud butiran pasir slag nikel. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wujud butiran pasir slag nikel. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia dikabarkan tengah mempertimbangkan pemangkasan besar-besaran terhadap kuota produksi nikel pada tahun 2025 mendatang, sebagai upaya mendongkrak harga yang sedang merosot.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari Bloomberg, Kamis (26/12), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menurunkan jumlah bijih nikel yang boleh ditambang tahun depan menjadi 150 juta ton, kata sumber yang tidak mau disebutkan namanya karena pembahasannya bersifat tertutup.
Berdasarkan catatan kumparan, Kementerian ESDM menetapkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) produksi nikel tahun 2024 sebesar 240 juta ton. Dengan begitu, rencana produksi nikel tahun depan merosot sekitar 37,5 persen.
Meski demikian, sumber Bloomberg menyebutkan pembahasan besarnya potensi pemangkasan masih berlangsung di dalam pemerintahan. Sebab, setiap langkah pembatasan produksi secara signifikan harus dibahas dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Investasi, karena berdampak pada penerimaan pajak dan juga berisiko pada investasi di sektor nikel.
ADVERTISEMENT
Tercatat, harga logam yang digunakan untuk baterai kendaraan listrik dan untuk membuat baja tahan karat tersebut anjlok hingga 45 persen pada tahun 2023 dan masih belum kunjung pulih tahun ini.
Pada penutupan perdagangan Senin (23/12), harga nikel berdasarkan situs tradingeconomics berada di level USD 15.430 per ton. Dalam setahun ke belakang, harga nikel turun sekitar 5 persen.
Melonjaknya pasokan dari Indonesia, yang kini menyumbang lebih dari setengah produksi nikel dunia, dan pertumbuhan permintaan yang lebih lambat dari perkiraan telah membebani pasar dan memaksa beberapa produsen di negara lain untuk menutup operasi.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung saat memantau ketersediaan BBM dan Posko Nataru Pertamina di rest area tol KM 379 A. Foto: Dok. Istimewa
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengakui salah satu penyebab jatuhnya harga bijih nikel disebabkan kelebihan pasokan. Menurutnya, harga komoditas seperti bijih nikel sangat ditentukan pada kondisi penawaran (supply) dan permintaan (demand) secara global.
ADVERTISEMENT
Meskipun masih harus diidentifikasi lebih lanjut, dia menyebutkan salah satu dugaan biang keroknya adalah kelebihan produksi bijih nikel. Pasalnya, Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia.
Cadangan nikel di Indonesia mencapai 21 juta ton atau 24 persen dari total cadangan dunia. Pada 2023, volume produksi nikel di Indonesia mencapai 1,8 juta metrik ton, menempati peringkat pertama dengan kontribusi 50 persen dari total produksi nikel global.