Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Hipmi: Usaha Kecil Jangan Dibuka untuk Investasi Asing
23 November 2018 17:49 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi ) menegaskan sikapnya terkait penolakan relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang dinilai belum berpihak pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Hipmi Bahlil Lahadalia mengatakan, ada substansi yang perlu ditinjau ulang oleh pemerintah. Salah satunya, soal kesiapan UMKM menerima keran investasi asing.
“Pintu masuknya salah satu di antaranya adalah UMKM, yang ada di pusat-pusat pedesaan, kecamatan kabupaten, bahwa pendidikan mereka belum terlalu baik, di bawah SMA. Bayangkan apabila dibuka umum dan investasi masuk,” katanya di Duren Tiga Barat, Jakarta, Jumat (23/11).
Bahlil berpendapat investasi asing yang masuk cukup untuk usaha-usaha yang berskala besar. Sementara, untuk UMKM perlu dipertimbangkan kembali.
Di samping itu, Bahlil juga mengatakan ada poin dalam relaksasi DNI itu yang tidak bersifat substansial. Misalnya saja, soal perizinan yang menurut pengusaha sebetulnya mudah untuk diurus.
Pihaknya mengaku telah mengkomunikasikan keberatan soal relaksasi DNI itu kepada pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Saya melihat pemerintah tadi malam (rapat internal Kemenko) punya niat yang baik, punya jiwa besar, punya objektif dan mau mendengar,” ujarnya.
Lebih lanjut, pihaknya masih menunggu pembahasan serta kajian ulang. Termasuk soal opsi-opsi yang kemungkinan ditempuh pemerintah jika relaksasi DNI benar dijalankan.
“Kita belum mendapatkan proposal (opsi) pemerintah dan kita bicarakan, selama itu rasional dan itu terukur kebaikan UMKM insyaallah, kalau itu baik kita akan oke kan,” tutupnya.
Diketahui pada Kamis (22/11) kemarin, pemerintah bertemu dengan kalangan pengusaha untuk membahas revisi Daftar Negatif Investasi atau DNI yang telah dikeluarkan.
Hal ini menyusul pernyataan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Roeslani yang meminta kebijakan tersebut ditunda.