Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ICW: Separuh Komisaris BUMN sampai Wamen Rangkap Jabatan, Bertentangan dengan MK
17 Oktober 2023 9:07 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW ) memetakan komisaris dan dewan pengawas BUMN yang rangkap jabatan di berbagai posisi.
ADVERTISEMENT
Data ini diambil per 5 September 2023 melalui website Kementerian BUMN, di mana terdapat 12 sektor BUMN dengan jumlah sebanyak 41 perusahaan.
Dari 41 perusahaan, 34 diketahui berbentuk perseroan, sedangkan 7 sisanya menggunakan badan hukum perusahaan umum. Untuk perseroan sendiri, jumlah komisarisnya 228 orang, lalu perum diawasi oleh dewan pengawas sebanyak 35 orang. Sehingga total pemetaan yang ICW lakukan sebanyak 263 komisaris dan dewan pengawas BUMN.
"Dari total 263 komisaris dan dewan pengawas BUMN, ICW mendeteksi setidaknya terdapat 142 orang yang melakukan rangkap jabatan atau secara persentase sebesar 53,9 persen," tulis ICW dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (17/10).
Untuk jabatan komisaris BUMN, sebanyak 53 persen disinyalir melakukan rangkap jabatan. Sedangkan dewan pengawas lebih banyak lagi, yakni, 60 persen.
ADVERTISEMENT
Rangkap jabatan yang dimaknai oleh ICW ini terdiri dari tiga bagian, yakni:
Berdasarkan jenis rangkap jabatan, ICW menemukan setidaknya terdapat 117 komisaris dan dewan pengawas yang berasal dari kementerian atau institusi negara. Kemudian, instrumen pengawas yang rangkap di perusahaan swasta sebanyak 20 orang.
Sedangkan yang merangkap di kementerian atau institusi negara dan perusahaan swasta sejumlah 5 orang. Dari pemetaan jabatan di instansi negara paling banyak adalah jabatan Deputi (21 orang), lalu Direktur Jenderal (18 orang), dan staf khusus (18 orang).
4 Wakil Menteri Komisaris BUMN
Data yang dirilis ICW juga menemukan 4 wakil menteri yang merangkap sebagai komisaris di BUMN. Mereka yakni:
ADVERTISEMENT
Bertentangan dengan Aturan MK
Merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80/PUU-XVII/2019, wakil menteri dilarang rangkap jabatan pada perusahaan negara atau swasta.
Alasannya, posisi wakil menteri sama dengan menteri yang diangkat oleh presiden, maka harus juga tunduk pada Pasal 23 huruf b UU Kementerian Negara. Aturan itu melarang melakukan rangkap jabatan.
ICW menilai alasan MK pun rasional dan dapat diterima. Ini agar wakil menteri fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementeriannya sebagai alasan perlunya diangkat wakil menteri di kementerian tertentu.
ADVERTISEMENT
Pemetaan ini turut melihat asal instansi dari pejabat yang melakukan rangkap jabatan di BUMN, baik sebagai komisaris maupun dewan pengawas. Tiga kementerian yang pejabatnya paling banyak melakukan rangkap, di antaranya Kementerian BUMN (19 orang), Kementerian Keuangan (18 orang), dan Kementerian PUPR (9 orang).
Seluruh pejabat di Kementerian BUMN yang terdiri dari wakil menteri, Pejabat Tinggi Madya, Staf Ahli, Staf Khusus, dan Pejabat Tinggi Pratama dengan jumlah sebanyak 34 orang mendapatkan jabatan sebagai komisaris atau dewan pengawas, baik di BUMN maupun anak perusahaannya.
Ada sejumlah argumentasi yang diuraikan dalam penelitian ini guna menolak kebijakan rangkap jabatan pada komisaris dan dewan pengawas di BUMN. Pertama, rangkap jabatan bertentangan dengan hukum positif di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pasal 17 huruf a Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU 25/2009) secara spesifik menyebutkan bahwa pelaksana pelayanan publik dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah.
Kedua, rangkap jabatan dipandang melanggar etika sebagaimana dituangkan dalam TAP MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Pada bagian Etika Politik dan Pemerintahan disampaikan bahwa tujuan penegakan etika untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, dan menjunjung tinggi kepentingan publik. Dalam kaitan dengan rangkap jabatan, di mana situasi itu menimbulkan potensi konflik kepentingan serta menyoal keterbatasan dalam melakukan pelayanan publik, harus dipandang sebagai perbuatan yang melanggar etika.
ADVERTISEMENT
Ketiga, rangkap jabatan berpotensi menghasilkan situasi diskriminatif antar birokrat, khususnya dalam kaitan dengan pendapatan ganda. Sebab, birokrat yang menempati posisi sebagai komisaris dan dewan pengawas BUMN mendapatkan dua penghasilan secara berkala, baik dari perusahaan pelat merah tersebut dan instansi negara tempat ia berasal.
Keempat, rangkap jabatan berpotensi menyebabkan terganggunya profesionalitas. Sebab, rangkap jabatan menimbulkan tuntutan mengenai loyalitas terhadap masing-masing lembaga tempat orang yang bersangkutan bernaung.
Kelima, rangkap jabatan juga menimbulkan persaingan yang tidak sehat antara regulator yaitu Kementerian BUMN, dengan peserta bisnis.
Selain itu, komisaris atau dewan pengawas yang rangkap jabatan dengan perusahaan swasta, terlebih dalam satu bidang, berpotensi konflik kepentingan dalam melakukan suatu tindakan atau mengeluarkan sebuah keputusan.
ADVERTISEMENT
Keenam, rangkap jabatan mengganggu penerapan prinsip GCG. Setidaknya ada tiga nilai dari GCG yang dilanggar dengan tetap dibiarkannya rangkap jabatan, di antaranya, pertanggungjawaban, keterbukaan, dan kemandirian.
Ketujuh, rangkap jabatan berpotensi meruntuhkan tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah dan BUMN itu sendiri. Kritik menyangkut rangkap jabatan komisaris dan dewan pengawas BUMN ini sudah sering dilayangkan oleh berbagai elemen, mulai dari organisasi masyarakat sipil, lembaga negara seperti Ombudsman, bahkan aparat penegak hukum.
"ICW merekomendasikan sejumlah perbaikan untuk pengelolaan BUMN mendatang, khususnya pada aspek pengangkatan komisaris dan dewan pengawas," tulis ICW.