Indonesia Bisa Setop Impor Bahan Baku Aluminium Mulai 2023

6 Januari 2020 18:10 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja di Inalum. Foto: Michael Agustinus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja di Inalum. Foto: Michael Agustinus/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia saat ini masih mengimpor alumina yang merupakan bahan baku alumunium. Namun, pemerintah mulai berupaya agar impor tersebut segera diakhiri dengan dibangunnya Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Kalimantan.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Inalum (Persero) Orias Petrus Moedak mengatakan, proyek tersebut akan selesai di akhir 2022. Sehingga ditargetkan mulai 2023, Indonesia tidak perlu lagi impor alumina, kecuali permintaan meningkat terus.
“Kalau impor, kalau misalnya (smelter) Alumina Refinery yang ada di Kalbar beroperasi ya sudah selesai, 2022 akhir atau 2023 awal lah kita dengan (asumsi) kapasitas demand-nya masih sama, kita enggak perlu impor,” kata Orias di Asahan, Sumatera Utara, Senin (6/1).
Dirut PT Inalum Orias Petrus Moedak di PLTA Tangga. Foto: Moh Fajri/kumparan
Sementara itu, Direktur Pelaksana Operasional Inalum Oggy Ahmad Kosasih menjelaskan alasan selama ini Indonesia masih impor alumina. Oggy mengungkapkan, di Indonesia tidak banyak smelter yang bisa mengolah bauksit menjadi alumina.
Kondisi tersebut membuat bauksit dari dalam negeri harus diekspor untuk dijadikan alumina. Setelah itu alumina baru diimpor kembali ke Indonesia untuk diolah menjadi aluminium.
ADVERTISEMENT
“Karena enggak ada di sini yang pengolahan bauksit menjadi alumina itu. Ada satu sih di Kalbar juga, tapi mereka sudah punya semacam kontrak dengan China itu jualan barang itu dibawa ke sana baru kita beli,” ungkap Oggy.
Selain memastikan bakal terus berupaya tidak impor alumina, Oggy menuturkan, pihaknya juga bakal terus meningkatkan kapasitas produksi aluminium. Namun diperlukan pasokan listrik yang tidak sedikit. Selama ini pihaknya memanfaatkan pasokan listrik dari PLTA di Asahan.
“Untuk meningkatkan kapasitas kita perlu sumber energi karena untuk memproduksi 1 ton alumunium itu dibutuhkan 14 ribu an kWh. Jadi memang konsumsi listriknya sangat besar. Nah karena itu kita mencari sumber listrik yang efisien,” tutur Oggy.
“Nah yang efisien selama ini ada di kita ini ada Asahan 2 namanya itu (kapasitas PLTA) sampai 603 Megawatt. 603 Megawatt itu cukup untuk jadi (aluminium) sekitar 250 ribu ton yang ada,” tambahnya.
ADVERTISEMENT