Industri Tekstil Tertekan Imbas Tarif Trump, Berpotensi Picu Gelombang PHK

4 April 2025 20:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mesin tekstil dan garmen yang ditampilkan dalam pameran Indo Intertex ke-20 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (21/3/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mesin tekstil dan garmen yang ditampilkan dalam pameran Indo Intertex ke-20 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (21/3/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Industri tekstil Indonesia menghadapi tekanan berat setelah kebijakan tarif timbal balik yang diterapkan Presiden AS Donald Trump pada 2 April 2025. Tarif sebesar 32 persen yang dikenakan terhadap produk ekspor Indonesia ke AS berpotensi menghantam sektor tekstil dan meningkatkan risiko Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menyebut penerapan tarif ini berlangsung sangat cepat dan dapat mengganggu perdagangan tekstil Indonesia dengan Amerika Serikat.
“Kalau kita biasanya masa tanggal ini lama, ini masa tanggal ini maksimal nggak sampai seminggu sudah langsung berlaku. Dan tentu ini akan mempengaruhi kebanyakan perdagangan Indonesia dengan Amerika khususnya untuk tekstil. Karena tekstil ini sekitar 40 persen ekspor kita ke Amerika, baik dalam bentuk tekstil, benang, kain, dan didominasi oleh pakaian jadi,” kata Redma dalam konferensi pers, Jumat (4/4).
Redma menjelaskan, Indonesia merupakan eksportir pakaian jadi terbesar kelima ke AS, setelah China, India, Vietnam, dan Bangladesh. Namun, dengan tarif baru ini, posisi tersebut terancam.
ADVERTISEMENT
“Jadi sebetulnya posisi kita sangat-sangat baik di sana. Tapi ini kan dengan adanya risiko lokal tarif ini tentu akan banyak perubahan yang terjadi di sana. Tapi perubahan ini tentu akan bergantung bagaimana cara kita menyikapinya,” ungkap Redma.
Buruh dan karyawan mendengarkan pidato dari direksi perusahaan di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2025). Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Selain memukul ekspor, tarif ini juga menimbulkan ancaman lain yakni serbuan barang impor dari negara-negara yang juga terkena tarif tinggi. Menurut Redma, negara-negara seperti China, Vietnam, Bangladesh, dan India akan kesulitan mengekspor ke AS dan berpotensi membanjiri pasar Indonesia dengan produknya.
“Artinya ketika mereka susah melakukan ekspor ke Amerika Serikat, mereka akan memfokuskan barang-barangnya ke negara lain. Nah ini Indonesia termasuk yang besar, karena Indonesia penduduknya jumlah penduduknya besar, konsumsi besar. Tentu akan menjadi target dari mereka untuk masukin ke pasar kita,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Redma menekankan pentingnya kebijakan pemerintah dalam menyikapi situasi ini. Salah satu langkah yang perlu dihindari adalah kebijakan relaksasi impor yang justru bisa memperburuk kondisi industri dalam negeri.
“Kalau kita menyikapinya dengan mengurangi atau merelaksasi import, tentu akan menjadi kesalahan besar. Karena nanti ekspornya kita nggak dapat, impor-nya malah tambah banjir. Industrinya malah tambah terpukul, PHK-nya akan di mana-mana lagi, akan terjadi percepatan pemutusan hubungan kerja,” ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa, menegaskan bahwa dampak dari tarif ini akan langsung terasa pada harga barang yang masuk ke AS.
"Yang perlu kita sadari, dengan turunnya daya beli, turunnya permintaan produk di luar Amerika di negara Paman Sam, ini membuat produsen berbagai produk, terutama TPT, menjadi oversupply, menjadi overproduction. Barang ini mau dijual ke mana? Jangan sampai Indonesia yang populasinya cukup banyak menjadi tujuan ekspor yang tadinya ditujukan ke negara Paman Sam, nanti menjadi dibuang kepada Indonesia,” katanya.
ADVERTISEMENT
Menurut Jemmy, jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan mitigasi, gelombang PHK di sektor tekstil akan semakin parah.