Ini Alasan Mengapa Produk Makanan dan Minuman Indonesia Sulit Masuk Pasar Ekspor

19 Oktober 2022 17:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum GAPMMI, Adhi S Lukman. Foto: Nadia Riso/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum GAPMMI, Adhi S Lukman. Foto: Nadia Riso/kumparan
ADVERTISEMENT
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMI) melihat bagaimana teknologi keamanan pangan dan persaingan tarif ekspor produk makanan dan minuman (mamin) yang berlaku di Indonesia masih kalah dibanding negara-negara lainnya.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut akan berimbas pada sulitnya produk mamin Indonesia merambah pasar ekspor. Terbaru, Hong Kong, Taiwan dan Singapura menarik peredaran produk Mie Sedaap. Badan Pangan Singapura menemukan kandungan jenis pestisida bernama etilen oksida pada produk tersebut.
"Ke depan harus diwaspadai juga adalah pengetatan tentang ekspor pangan di negara tujuan ekspor. Ini kelihatannya negara sekarang semakin memperketat aturannya," kata Ketua Umum GAPMI Adhi S Lukman saat ditemui di BSD Tangerang, Rabu (19/10).
Menurut Adhi, kemajuan teknologi di negara negara tujuan ekspor semakin pesat, khususnya dalam hal deteksi residu. Dia mencontohkan ketika pada produk di Mie Sedaap terdeteksi kandungan residu oleh Badan Pangan Singapura sehingga produk asal Indonesia tersebut ditarik dari peredarannya.
ADVERTISEMENT
"Karena negara maju sekarang semakin meningkatkan teknologi untuk analisa, sementara residu pestisida di Indonesia belum bisa dianalisa. Kemarin yang ditemukan di Taiwan, Singapura, Hong Kong," tegasnya.
Mencontohkan teknologi di Amerika, Adhi menjelaskan bahwa di Negara Paman Sam itu dapat mendeteksi kandungan residu logam berat pada produk makanan minuman yang masuk ke sana. Sementara, dia menilai teknologi hingga metode analisa yang digunakan di Indonesia berbeda.
Di samping kemajuan teknologi, Adhi juga menyoroti bagaimana persaingan tarif yang terjadi saat ini. Dia mencontohkan bagaimana Vietnam mengatur komoditas gula.
"Di samping itu, persaingan terkait tarif sekarang Vietnam, contoh habis Filipina dua-tiga tahun lalu kopi, sekarang Vietnam gula, mereka menerapkan safeguard, ini yang harus kita waspadai," urainya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, meskipun di ASEAN berlaku free trade namun tidak menutup kemungkinan negara-negara melakukan batasan-batasan ekspor impor mereka. Adhi juga mencontohkan kebijakan impor Eropa terhadap produk kelapa dari Indonesia.
"Eropa juga masih ada diskriminasi tarif dari Indonesia. Contoh produk kakao, produk kelapa di Indonesia masih kena tarif tinggi, sementara kalau dari Afrika nol," pungkasnya.