Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Performa bisnis bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) tengah lesu. Penyebabnya adalah jumlah penumpang yang naik bus AKAP makin sedikit. Bus AKAP juga tak mampu menandingi keperkasaan moda transportasi lain seperti kereta api dan pesawat terbang.
ADVERTISEMENT
Buktinya, salah satu pengelola bus AKAP yaitu PT Eka Sari Lorena Transport Tbk (LRNA) merugi sepanjang tahun 2017. Perusahaan Otobus (PO) Lorena tersebut mengalami kerugian Rp 38,46 miliar. Pemicu karena turunnya pendapatan sebesar 15,9% atau menjadi Rp 106 miliar. Kinerja jeblok Lorena diduga karena penumpang bus AKAP semakin sepi.
Hal ini terbukti dengan temuan di lapangan. Misalnya di Terminal Pulo Gebang, Jakarta Timur. Penumpang yang naik bus Lorena pun diakui operator merosot tajam dibandingkan 2 tahun lalu. Namun tidak hanya Lorena, PO bus AKAP lainnya mengalami hal yang sama.
Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengungkapkan meredupnya bisnis bus AKAP sudah terdengar sejak lama. Menurut dia, harus ada jalan keluar dari pemerintah agar performa bisnis bus AKAP bisa kembali naik dan sejajar dengan kereta api maupun pesawat terbang.
Salah satunya adalah memperbaiki citra dari Terminal Pulo Gebang. Walaupun diakui Djoko, Terminal Pulo Gebang sangat besar dan mewah namun akses menuju ke lokasi masih sangat terbatas. Padahal mayoritas bus AKAP dari Jakarta ke berbagai tujuan berangkat dari terminal ini. Sehingga akses menuju Terminal Pulo Gebang harus dipermudah. Usulan lainnya adalah pemerintah harus menghidupkan dan memaksimalkan potensi terminal yang ada di tengah kota.
ADVERTISEMENT
"Penumpang dari jakarta mau ke arah Pulo Gebang susah dan jauh," ungkap Djoko kepada kumparan, Rabu (16/2).
Kemudian hal lain adalah pemberian subsidi. Langkah ini bisa saja dilakukan untuk meningkatkan kembali minat orang untuk naik bus. Sekarang ini, Kementerian Perhubungan baru memberikan subsidi untuk penumpang kereta api ekonomi jarak jauh dan penumpang kelas ekonomi kapal Pelni.
"Pemerintah harus hadir dengan memberikan subsidi," ucapnya.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Rhenald Kasali menambahkan jika dilihat dari penyebab kerugian yakni akibat penurunan penjualan, maka bisa dibilang angkutan bus AKAP masuk dalam kategori “inferior goods”.
“Jadi ketika income suatu masyarakat naik, pasti akan ada dua barang yang saling bertentangan. Pertama, penjualannya ikut naik itu yang kita bilang sebagai barang normal. Kedua, yang sebaliknya penjualannya malah turun, itu yang kita sebut barang inferior,” timpal dia.
ADVERTISEMENT
Rhenald menambahkan, pangsa pasar bus juga semakin tergerus oleh jaringan jalan tol yang semakin luas. Pada saat yang sama, kemampuan masyarakat untuk membeli mobil semakin tinggi, setidaknya untuk membeli mobil kelas LCGC atau mobil China yang harganya lebih terjangkau. Kelompok masyarakat ini merasa lebih nyaman bepergian dengan kendaraan pribadi melaju di jalan tol, meskipun untuk itu harus merogoh uang lebih besar.
“Jadi karena dia (bisnis bus umum) inferior goods, itu pasti mengalami penurunan penjualan justru akibat meningkatnya income masyarakat. Kalaupun naik, paling untuk rute-rute yang secara klasik masih gemuk,” jelasnya.